Sunday, September 8, 2019

DAKWAH KEPADA AHLI KITAB

5 comments


PENDAHULUAN
Berdakwah merupakan kewajiban setiap muslim, namun ironisnya kita kebanyakan hanya berdakwah terhadap sesama muslim sahja, sangatlah jarang kita melakukan dakwah kepada saudara kita yang berbeda keyakinan,  kita tahu bahwa banyak diantara ahlul kitab yang menghina agama, nabi bahkan Allah swt. Tapi apakah kita akan balik menghina sesembahan mereka? Bantahlah hinaan mereka dengan bantahan yang baik dan dengan akhlak yang mulia.Dengan demikian insyaallah diantara mereka (Ahlul kitab) ada hatinya yang terketuk dan diberi hidayah oleh Allah.Allah sangat melarang kita untuk menghina sesembahan mereka., karena jika kita menghina sesembahan mereka , mereka akan balik menghina sesembahan kita dan tidak akan ada dialog yang baik dengan mereka. Serulah mereka ( Ahlul kitab ) ajaklah mereka kedalam islam tentunya dengan jalan yang baik dan penuh hikmah.“ Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan Hikmah  dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl:125)



PEMBAHASAN
A.      Pengertian Ahli Kitab
Istilah Ahlul-Kitab, biasanya diartikan “Para pengikut Kitab Suci”. Secara khusus, dalam khazanah keislaman istilah ini digunakan untuk menyebut para penganut agama sebelum datangnya agama Islam. Menurut jumhur (mayoritas) ulama, istilah itu ditujukan kepada kaum Yahudi dan Kristen.
Imam Syafi’i menjelaskan bahwa Ahli Kitab adalah orang Yahudi dan Nasrani keturunan orang-orang Israel, tidak termasuk bangsa-bangsa lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani. Alasan beliau antara lain bahwa Nabi Musa dan Isa hanya diutus kepada mereka, bukan kepada bangsa-bangsa lain. Juga karena adanya redaksi min qablikum (sebelum kamu) pada ayat yang membolehkan perkawinan kaum muslim dengan wanita mereka.[1]
B.       Hadis tentang Dakwah Kepada Ahli Kitab
لَمَّا بَعَثَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم مُعَاذًا نَحْوَ الْيَمَنِ قَالَ لَهُ « إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى فَإِذَا عَرَفُوا ذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ ، فَإِذَا صَلُّوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً فِى أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ غَنِيِّهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فَقِيرِهِمْ ، فَإِذَا أَقَرُّوا بِذَلِكَ فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ.
Artinya:
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz ke Yaman, ia pun berkata padanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum dari ahli kitab. Maka jadikanlah dakwah engkau pertama kali pada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan Allah Ta’ala. Jika mereka telah memahami hal tersebut, maka kabari mereka bahwa Allah telah mewajibkan pada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah shalat, maka kabari mereka, bahwa Allah juga telah mewajibkan bagi mereka zakat dari harta mereka, yaitu diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan disalurkan untuk orang-orang fakir di tengah-tengah mereka. Jika mereka menyetujui hal itu, maka ambillah dari harta mereka, namun hati-hati dari harta berharga yang mereka miliki.” (HR. Bukhari no. 7372 dan Muslim no. 19).

1.    Penjelasan Mufradad
قَوْمٌ : Pada asalnya bermakna sekumpulan laki-laki, tidak mencakup perempuan. Tetapi dalam keumuman al-Qur’an, yang dimaksud dengan kata “kaum” yaitu laki-laki dan perempuan semuanya.
أَهْلُ الْكِتَابِ : Mereka adalah orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kita. Yang dimaksud yaitu kaum Yahudi dan Nashrani. Walaupun di Yaman ada kelompok lain selain ahlul kitab, tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut mereka karena mereka mayoritas dan juga memberi perhatian ke mereka karena mereka adalah orang berilmu. Jadi berbicara dengan mereka tidak seperti berbicara dengan para penyembah berhala.
كَرَائِمُ : Jamak dari كَرِيْمَة, yakni berupa barang-barang berharga.حِجَابٌ : Penghalang. Yaitu yang menghalangi sampainya doa seorang hamba kepada Rabb-nya. 
2.      Penjelasan Hadis
Dalam hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa dia akan menghadapi kaum Yahudi dan Nashrani yang berilmu dan pandai berdebat. Pemberitahuan ini bertujuan agar Mu’adz Radhiyallahu anhu siap berdialog dan membantah syubhat-syubhat mereka, kemudian juga memulai dakwah dengan perkara terpenting lalu yang penting. Yang pertama kali adalah menyeru manusia untuk memperbaiki akidahnya karena akidah merupakan pondasi. Jika mereka telah menerima hal tersebut, mereka diperintahkan untuk menegakkan shalat karena shalat adalah kewajiban yang paling agung setelah tauhid. Jika mereka telah melaksanakannya, maka orang-orang kaya diperintahkan untuk membayar zakat harta-harta mereka (yang dibagikan) kepada orang-orang fakir sebagai rasa kebersamaan dan rasa syukur kepada Allâh Azza wa Jalla . Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan Mu’adz Radhiyallahu anhu agar tidak mengambil harta terbaik dalam zakat karena yang wajib adalah harta yang biasa.
إِنَّكَ سَتَأْتِيْ قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ Artinya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada Mu’adz agar ia siap menghadapi mereka. Karena orang yang berdebat dengan ahlul Kitab harus memiliki hujjah yang lebih banyak dan lebih kuat daripada orang yang berdebat dengan orang-orang musyrik penyembah berhala. Karena orang musyrik itu bodoh, sedangkan mereka yang diberikan al-Kitab memiliki ilmu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberitahu keadaan mereka agar Mu’adz menyesuaikan diri dengan keadaan mereka, sehingga bisa mendebat mereka dengan cara yang lebih baik, mendakwahkan ahlul Kitab, dan mengajak mereka kepada tauhid. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak beribadah kepada selain Allâh dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allâh. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.” (Ali ‘Imrân: 64).
فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَيهِ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلٰـهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ Artinya: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pengarahan kepada Mu’adz bahwa hal yang pertama kali harus diserukan kepada mereka yaitu tauhid dan kerasulan.
فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ (Jika mereka telah mentaati hal itu) yaitu jika mereka telah bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allâh dan bahwasanya Muhammad adalah Rasûlullâh, maka: فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَـمْسَ صَلَوَاتٍ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ (Maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allâh mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam). Yaitu shalat wajib yang lima waktu, yaitu Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Shubuh. Selain kelima shalat tersebut, tidak termasuk dalam shalat wajib. Adapun shalat-shalat sunnah rawatib, shalat witir, shalat dhuha, semua itu tidak wajib. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (an-Nisa: 103)
 فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ (Jika mereka telah mentaati hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allâh mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir). Artinya: Jika mereka telah melaksanakan shalat wajib yang lima waktu, maka perintahkan kepada mereka untuk menunaikan zakat. Allh Azza wa Jalla berfirman:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’. (Al-Baqarah :43)
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِم Artinya: jika mereka telah tunduk dan sepakat dalam menunaikan zakat, maka janganlah mengambil harta-harta terbaik mereka. Tetapi ambillah yang pertengahan, jangan menzhalimi mereka.
Maksudnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mengambil harta terbaik dan berharga yaitu agar hati orang-orang kaya tidak dendam kepada orang fakir karena mengambil dan menerima harta-harta yang berharga dari mereka. Dan juga agar tidak timbul rasa hasad (iri, dengki) dan kebencian di antara individu masyarakat, serta agar seorang Muslim memberikan zakat hartanya dengan hati yang ridha, tangan terbuka yang menginginkan kebaikan dan berbuat baik untuk semua orang.

C.      Metode Berdakwah kepada Non Muslim atau Ahli kitab
Dakwah, menyampaikan pesan Islam kepada non-Muslim, adalah kewajiban umat Islam. Allah SWT memerintahkan dan menuntun kita dalam Al Qur'an untuk melakukan dakwah (dengan aturan-aturan tertentu):
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. 16:125)
Bagi mereka, mengundang seseorang untuk masuk Islam berarti dengan lembut mengajak, peduli, santun, dan sebagainya. Sebagai contoh, kita tidak bisa “mengundang” seorang non-Muslim untuk memahami tentang Islam, atau belajar Islam, atau membuat dia tertarik kepada Islam, dengan memanggilnya kafir, manusia najis, atau nama-nama buruk lainnya. Rasulullah s.a.w bahkan tidak membolehkan para penyembah berhala (yang bukan saja menentang ajaran Rasulullah, tapi juga melemparinya dengan kotoran unta, mengasingkan umat Muslim selama tiga tahun dan membunuh sahabat-sahabat terdekatnya, dan sebagainya) dicela dalam sebuah puisi bernada sarkasme oleh Hassan bin Tsabit yang mengatakan “Bagaimana kalau sebenarnya aku bersaudara dengan mereka.
Kita harus mengikuti sunnah Rasulullah s.a.w dengan tidak menghina orang lain. Dengan begitu, kita harus memiliki akhlaq yang baik, seperti yang diajarkan oleh Islam, dan dengan demikian menjadi penyeru-penyeru Islam yang terbaik, dan begitulah seharusnya sifat para da’i sejati. Seorang Muslim yang membuat nama Islam menjadi buruk dengan berperilaku ekstrim, keras, emosinya tinggi, tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, berpikiran sempit, dogmatis, dan hal-hal lain yang tidak diajarkan dalam Islam, hanya akan membuat pekerjaan para da’i menjadi lebih sulit. Orang-orang seperti itu hanya membuat nama Islam semakin buruk di zaman sekarang, dimana banyak orang yang berpandangan negatif terhadap Islam.
Cara-cara berdakwah kepada non muslim dapat pemakalah simpulkan sebagai berikut:
1.         Menjelaskan tentang kebaikan, kesempurnaan dan keindahan agama Islam dari segi akidah, ibadah dan muamalah. Syaikh ‘Abdul `Azîz bin Bâz rahimahullâh pernah mengatakan, “Kaum muslimin dan seluruh manusia di dunia pada saat ini sangat membutuhkan penjelasan tentang agama Islam dan penampakan keindahan-keindahan Islam serta dijelaskan hakikat Islam. Demi Allah! Seandainya orang-orang pada saat ini mengenal agama Islam dan seluruh alam pun mengenal hakikat Islam, niscaya mereka akan berbondong-bondong untuk masuk Islam.
2.         Menyebutkan bukti-bukti kebenaran ajaran Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam agar siapa saja yang menghendaki kebenaran dan jujur (terhadap kebenaran itu) akan mendapatkan petunjuk, dan agar dapat menegakkan hujjah atas para penentangnya.
3.         Mematahkan syubhat orang-orang kafir terhadap agama ini dan membantah semua hal yang mereka jadikan sebagai hujjah atau segala sesuatu yang mereka gunakan untuk mendebat kaum muslimin. Al-Qur’ân telah menunjukkan bukti yang paling jelas dan hujjah yang paling kuat dan cukup untuk menunjukkan kebenaran dan menumpas kebatilan.
4.         Mengingatkan orang-orang kafir akan hukuman yang telah diperoleh umat terdahulu dan kebinasaan yang Allah timpakan kepada umat yang membangkang dengan berbagai bentuk hukuman dan berbagai jenis siksaan.
5.         Memberikan peringatan kepada mereka terhadap apa-apa yang telah Allah siapkan untuk orang-orang kafir berupa hukuman-hukuman di dunia dan akhirat.
6.         Memadukan antara metode targhîb (pemberian motivasi) dan tarhîb (peringatan dengan menyampaikan ancaman) dengan cara menyebutkan apa yang akan mereka peroleh jika mereka masuk Islam, berupa: faidah yang agung, hasil yang bermanfaat, dan kebaikan yang terus menerus di dunia dan akhirat. Dan menyebutkan apa yang akan mereka peroleh jika mereka tetap berada dalam kekafiran, berupa: keburukan-keburukan yang banyak, bahaya-bahaya yang mengkhawatirkan dan kerusakan yang berkesinambungan di dunia dan akhirat.[2]



Demikian pembahasan kali ini semoga bermanfaat dan, bisa memberi manfaat, menambah wawasan kita tentang Keutamaan Menuntut Ilmu, dan kami harapkan kepada pembaca untuk mencari sumber yang lain untuk menambah dan memperdalam pengetahuan tentang pembahasan ini. Sebagai pemakalah, kami ucapkan terima kasih.







DAFTAR KEPUSTAKAAN

Yusuf Qardawi, Fatwa-fatwa Mutakhir Dr.Yusuf Qardawi. 1996. alih bahasa H.M.H. al-Hamid al-Husaini. Jakarta: Yayasan al-Hamidy.
https://kajiansaid.wordpress.com/2012/11/21/cara-mendakwahi-orang-kafir-agar-mau-masuk-islam/



[1] Yusuf Qardawi, Fatwa-fatwa Mutakhir Dr.Yusuf Qardawi, alih bahasa H.M.H. al-Hamid al-Husaini (Jakarta: Yayasan al-Hamidy, 1996), hlm. 580.
[2] https://kajiansaid.wordpress.com/2012/11/21/cara-mendakwahi-orang-kafir-agar-mau-masuk-islam/
Read more...

Translate

Sponsor

 
Dosen Blogger © 2018