Showing posts with label referensi & makalah. Show all posts
Showing posts with label referensi & makalah. Show all posts

Sunday, January 13, 2019

Keutamaan Orang Yang Menuntut Ilmu

1 comments



PENDAHULUAN

Islam mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu, hal ini menunjukkan betapa pentingnya menuntut ilmu. Dengan ilmu, manusia dapat menjadi  hamba Allah yang beriman dan beramal shaleh, dengan ilmu pula manusia mampu mengolah kekayaan alam yang Allah berikan kepadanya. Dengan demikian, manusia juga mampu menjadi hamba-Nya yang bersyukur, dan hal itu memudahkan menuju surga.
Di sisi lain, manusia yang berilmu memiliki kedudukan yang mulia tidak hanya disisi manusia, tetapi juga disisi Allah. Sebagaimana dijelaskan bahwa dalam firman Allah dalam Q.S. Al-Mujadilah : 11, yang artinya “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. Oleh karena itu, Islam memandang bahwa menuntut ilmu itu sangat penting bagi kehidupan dunia maupun akhirat.
Pada makalah ini dalam pembahasannya akan memaparkan tentang hadis mengenai keutamaan menuntut ilmu.
                                                       










PEMBAHASAN
A.      Hadits Yang Menjelaskan Keutamaan Orang Yang Menuntut Ilmu

1.      Hadis Pertama
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْ لَ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى اْلجَنَّةِ وَإِنَّ اْلمَلإَكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًالِطَالِبِ اْلعِلْمِ وَإِنَّ طَالِبَ اْلعِلْمِ يَسْتَغْفِرُلَهُ مَنْ فِي السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ حَتَّى اْلحِيْتَانِ فِي اْلمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ اْلعِلْمِ عَلَى اْلعَاِبدِ كَفَضْلِ اْلقَمَرِعَلَى سَاءِرِ اْلكَوَاكِبِ إِنَّ اْلعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ إِنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرِّثُوْا  اْلعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ (رواه احمد و الترمذي وألوداودوابن ماجه)  
Artinya: “Dari Abi Darda dia berkata :”Aku mendengar Rasulullah saw bersabda”: “Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga, dan sesungguhnya para malaikat  membentangkan sayapnya karena ridha (rela) terhadap orang yang mencari ilmu. Dan sesungguhnya orang yang mencari ilmu akan memintakan bagi mereka siapa-siapa yang ada di langit dan di bumi bahkan ikan-ikan yang ada di air. Dan sesungguhnya  keutamaan orang yang berilmu atas orang yang ahli ibadah seperti keutamaan (cahaya) bulan purnama atas seluruh cahaya bintang. Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para Nabi, sesugguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, akan  tetapi mereka mewariskan ilmu, maka barang siapa yang mengambil bagian untuk mencari ilmu, maka dia sudah mengambil bagian yang besar.” (H.R. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majjah).

a.      Makna Mufradad:

Menempuh
:
سَلَكَ
Sayapnya
:
أَجْنِحَتَهَا
Suatu jalan
:
طَرِيْقًا
Ikan-ikan
:
الحِيْتَان
Menuntut
:
يَلْتَمِسُ
Keutamaan orang berilmu
:
فَضْلَ اْلعِلْمِ
Mepermudah
:
سَهَّلَ
Pewaris Nabi
:
وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
Pasti meletakkan
:
لَتَضَعُ
Bagian yang banyak
:
بِحَظٍّ وَافِرٍ

b.         Penjelasan Hadis
Menurut Ibnu Hajar, kata طَرِيْقًا diungkapkan dalam bentuk nakirah, begitu juga dengan kata ilmu yang berarti mencakup semua jalan atau cara untuk mendapatkan ilmun agama baik sedikit maupun banyak. Kalimat سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيْقًا yaitu Allah memudahkan jalan baginya di akhirat kelak atau memudahkan baginya jalan di dunia dengan cara memberi hidayah untuk melakukan perbuatan baik yang dapat mengantarkannya menuju surga.[1]
Dan yang dimaksud ilmu didalam hadits ini adalah Ilmu Agama, bukan Ilmu dunia. Karena ilmu dunia, orang kafir pun bisa menguasai nya. Dengan ilmu agama, seorang muslim bisa mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, seorang muslim bisa mengetahui mana jalan yang dapat mengantarnya menuju surga dan mana jalan yang dapat menjerumuskannya ke neraka dan, bisa mengetahui apa saja yang dapat menyebabkan diterima nya amal dan apa saja yang menyebabkan ditolaknya amal. Intinya, dengan ilmu agama, Allah memudahkan jalan bagi nya jalan menuju surga yakni dengan cara menuntut ilmu dan mengamalkan ilmunya.
“Dan sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya karena ridha kepada penuntut ilmu.” Ini menunjukkan kecintaan, penghargaan, pemuliaan dan penghormatan para malaikat terhadap para penuntut ilmu, para malaikat melebarkan sayap-sayap mereka bagi para penuntut ilmu, karena ridha terhadap penuntut ilmu. Maksud dari meletakkan sayap-sayapnya adalah menjaga, melindungi dan membentengi para penuntut ilmu dengan izin Allah. Seandainya hanya ini saja yang diperoleh seorang penuntut ilmu, tentunya itu sudah merupakan kemuliaan dan kehormatan tersendiri bagi para penuntut ilmu.
Orang yang menuntut ilmu dimintakan ampun oleh makhluk-makhluk Allah lainnya. Ini merupakan ungkapan yang menunjukkan kesenangan Rasulullah kepada para pencari ilmu.[2]
Hadits di atas memberi gambaran bahwa dengan ilmulah surga itu akan didapat. Karena dengan ilmu orang dapat beribadah dengan benar kepada Allah Swt dan dengan ilmu pula seorang muslim dapat berbuat kebaikan. Oleh karena itu orang yang menuntut ilmu adalah orang yang sedang menuju surga Allah.
Mencari ilmu itu wajib, tidak mengenal batas tempat, dan juga tidak mengenal batas usia, baik anak-anak maupun orang tua.  Dalam menjalankan ibadah kepada Allah, harus dengan ilmu pula. Sebab beribadah tanpa didasarkan ilmu yang benar adalah sisa-sia belaka. Oleh karena itu dengan mengamalkan ilmu di jalan Allah merupakan ladang amal (pahala) dalam kehidupan dan dapat memudahkan seseorang untuk masuk ke dalam surga Allah.
Allah sangat mencintai orang-orang yang berilmu, sehingga orang yang berilmu yang didasarkan atas iman akan diangkat derajatnya oleh Allah, sebagaimana firman-Nya:
يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِير
Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadilah:11)
Keutamaan lainnya dari ilmu adalah dapat mencapai kebahagiaan baik di dunia ataupun di akhirat. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits nabi : Artinya : “Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia, mak ia harus memiliki ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka itupun harus dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka itupun harus dengan ilmu” (HR. Thabrani)[3]
c.       Kandungan Isi Hadis
Untuk memperoleh kesuksesan atau kebahagian baik di dunia maupun di akhirat bahkan keduanya harus mempergunakan ilmu. Ilmu ibarat cahaya yang mampu menerangi jalan seseorang untuk mewujudkan segala cita-citanya, sementara kebodohan akan membawa seseorang kepada kemadlaratan atau kesengsaraan yang membelenggu hidupnya.
Dalam hadits yang pertama Rasulullah saw menjelaskan :
1)         Allah akan memberikan berbagai kemudahan kepada para pencari ilmu, seperti kemudahan bergaul, kemudahan mendapatkan pekerjaan, termasuk kemudahan untuk menuju surga.
2)         Para malaikat akan memberikan perlindungan kepada para pencari ilmu dengan cara meletakkan sayapnya sebagai bukti kerelaan mereka terhadap apa yang dilakukan oleh para pencari ilmu.
3)         Aktivitas pencarian ilmu adalah aktivitas yang sangat mulia, sehingga kepada para pencari ilmu semua makhluk Allah baik yang ada di langit maupun di bumi bahkan ikan-ikan yang ada di dalam air akan memberikan berbagai bantuan, mereka semua ikut mendoakan agar orang yang mencari ilmu selalu mendapatkan ampunan dari Allah SWT.
4)         Allah memberikan keutamaan kepada para pencari ilmu melebihi keutamaan yang diberikan kepada para ahli ibadah, ibarat cahaya bulan purnama yang mampu mengalahkan cahaya seluruh bintang.
5)         Para ulama (orang yang berilmu dan selalu menjadi pencari ilmu) adalah pewaris para Nabi, merekalah yang akan meneruskan para nabi dalam menegakan kebenaran dan memerangi kezaliman dengan menyebarkan ilmu yang diterimanya dari nabi kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Semua nabi tidaklah mewariskan harta benda untuk umatnya melainkan mewariskan ilmu untuk kemaslahatan ummatnya. Oleh karena itu siapapun yang berusaha menuntut ilmu dan berhasil menguasainya, maka dia telah berhasil mendapatkan bagian yang sangat besar sebagai modal untuk menghadap Allah swt.
2.      Hadis kedua
عَنْ أَنَسِ ابْنِ مَالِكِ قاَلَ: قَالَ رَسُوْ لُ اللّهِ صَلَىّ اللُّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ خَرَجَ فِي طَلَبِ اْلعِلْمِ كَانَ فِيْ سَبِيْلِ اللّهِ حَتَّى يَرْجِعُ (رواه الترمذي)
Artinya:“Dari Anas bin Malik berkata, telah bersabda Rasulullah saw : barangsiapa  keluar (pergi) untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah sehingga kembali” (HR. Tirmidzi).

a.      Arti Harfiah Hadis:
Barang siapa
:
مَنْ
Berada di jalan Allah
:
كَانَ فِيْ سَبِيْلِ اللّهِ
Yang keluar
:
خَرَجَ
Hingga kembali
:
حَتَّى يَرْجِعُ

b.     Isi Kandungan Hadis:
Dalam hadits yang kedua Rasulullah menegaskan bahwa menuntut ilmu itu dinilai sebagai berjuang di jalan Allah, sehingga barang siapa yang mencari ilmu dengan sungguh-sungguh dia akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda bahkan bila sesorang meninggal dunia saat mencari ilmu dia akan mendapatkan surganya Allah karena dinilai sama dengan mati syahid.[4]
B.        Keutamaan Menuntut Ilmu
Berikut beberapa keutamaan ilmu yang dapat pemakalah simpulkan berdasarkan penjelasan hadis diatas:
   
      1. Allah akan memberikan berbagai kemudahan kepada para pencari ilmu
            2. Para malaikat akan memberikan perlindungan kepada para pencari ilmu 
            3. Ditinggikan derajatnya oleh Allah  
           4. Orang yang berilmu mereka lebih utama

أَفْضَلُ النَّاسِ الْمُؤْمِنُ الْعَالِمُ إِنِ احْتِيْجَ إِلَيْهِ نَفَعَ وَإِنِ سْتُغْنِيَ عَنْهُ أَغْنَى نَفْسَهُ
Artinya:  “Seutama-utama manusia ialah seorang mukmin yang berilmu. Jika ia dibutuhkan, maka ia memberi manfaat. Dan jika ia tidak dibutuhkan maka ia dapat memberi manfaat pada dirinya sendiri”. (HR. Al-Baihaqi).[5]
   
                5. Sebagai amal yang tak putus
إِذَا مَاتَ ابْنُ اَدَمَ إِنْقَطَعَ عَمَلَهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ, أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ,أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُوْا لَهُ
Artinya:“Jika anak Adam meninggal, maka terputuslah semua amalnya kecuali dari tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).[6]
 

              6. Orang yang menuntut ilmu berada di jalan Allah sampai ia kembali pulang






DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ainur Rasyid. 2017. Hadis-hadis Tarbawi. Yokyakarta: DIVA Press.
Bukhari Umar. 2016. Hadis Tarbawi: pendidikan Dalam Perspektif Hadis. Jakarta : Hamzah.
Imam Nawawi. 1999. Terjemah Riyadhus Sholihin, Ter, Achmad Sunarto. Jakarta: Pustaka Amani.
https://ikhwahmedia.wordpress.com/2017/10/20/hadits-mendapatkan-dunia-dan-akhirat-dengan-ilmu/
https://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/579/keutamaan-ilmu-dan-penuntutnya-bag-2/
http://katalogmakalah.blogspot.com/2016/05/hadist-tentang-keutamaan-menuntut-ilmu.html



[1] Bukhari Umar, Hadis Tarbawi: pendidikan Dalam Perspektif Hadis, ( Jakarta : Hamzah, 2016), Ed. 1, Cet. 4, hal. 12-13.

2 Ibid, hal. 17


[3] https://ikhwahmedia.wordpress.com/2017/10/20/hadits-mendapatkan-dunia-dan-akhirat-dengan-ilmu/
[4]  https://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/579/keutamaan-ilmu-dan-penuntutnya-bag-2/
[5]  http://katalogmakalah.blogspot.com/2016/05/hadist-tentang-keutamaan-menuntut-ilmu.html
[6] Imam Nawawi, Terjemah RiyadhusSholihin, Ter, Achmad Sunarto,  (Jakarta: Pustaka Amani, 1999),  hal. 317
Read more...

Monday, November 26, 2018

BIOGRAFI IBNU THUFAIL

0 comments

KATA PENGANTAR
 
      Puji syukur hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Salawat beserta salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah SAW. Penulis bersyukur kepada Allah SWT, karena dengan hidayah dan taufiq-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Filsafat Islam. Dengan ditulisnya makalah ini, pembaca diharapkan dapat memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan mata kuliah Filsafat Islam terutama mengenai Ibnu Thufail. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan dan kekhilafan.
Semoga makalah ini benar-benar bermanfaat bagi para pembaca dan teman-teman mahasiswa pada umumnya.
Amin Ya Rabbal ‘Alamin! 





 



Padang, Mei 2017

 
Penulis 








PENDAHULUAN
  
       Pada zaman pertengahan, Islam di Barat dan Timur telah mencapai puncaknya. Baik dalam pemerintahan maupun ilmu pengetahuan. Tapi Islam di Barat (Spanyol) lebih menjadi perhatian dunia ketika mampu mentranfer khazanah-khazanah Islam di Timur. Dan bahkan mengembangkannya. Filosuf-filosuf yang karya-karya besarnya banyak dikaji dunia, lahir di kota ini. Diantaranya, Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd dan masih banyak lagi yang lainnya.
Ibnu Thufail yang menjadi kajian dalam makalah ini, mampu menyihir para cendekiawan dunia dengan karya monumentalnya, Hayy Ibnu Yaqzhan. Salah satu karya yang tersisa dalam sejarah pemikirannya. Risalah atau novel alegori yang bertajuk filosofis-mistis itu, menyita banyak perhatian. Hayy ibnu Yaqzhan adalah refleksi dari pengalaman filosofis-mistis Ibnu Thufail. Dimana karya itu tidak lepas dari pembacaan ulang atau pengaruh dari pemikiran Ibnu Shina. Namun Ibnu Thufail di sini menghadirkan karya yang berbeda.
Melalui kisah “Hayy ibnu Yaqzhan” ini, Ibnu Thufail menunjukkan bahwa dalam mencapai kebenaran, media yang digunakan bukanlah tunggal, akan tetapi banyak dan beragam. Dalam kisah itu, dia menampilkan sebuah novel aligoris yang mengkisahkan seorang bayi yang tedampar di hutan dan di rawat oleh seekor rusa sampai bayi itu dewasa. Tanpa latar belakang sosial budaya, anak itu dapat tumbuh dewasa dengan intelegensi yang tinggi dan mampu mencapai tingkat spiritualitas yang paling tinggi. Sehingga ia mampu menyingkap rahasia dibalik dunia ini dan mencapai titik Musyahadah , akhirnya dapat menemukan kebenaran sejati. 









PEMBAHASAN
 
A. Riwayat Hidup dan Karyanya
 
         Nama lengkap Ibnu Thufail ialah Abu Bakar Muhammad ibnu Abd Al-Malik ibnu Muhammad ibnu Muhammad ibnu Thufail. Ia dilahirkan di Cadix, Provinsi Granada, Spanyol pada tahun 506 H/1110 M. Ibnu Thufail termasuk dalam keluarga suku Arab terkemuka, Qais. Dalam bahasa Latin ia popular dengan sebutan Abu Bacer.
Sebagaimana filosof-filosof Muslim dimasanya (juga filosof-filosof Yunani), Ibnu Thufail juga memiliki disiplin ilmu dalam berbagai bidang (all round). Selain sebagai seorang filosof, ia juga ahli dalam ilmu kedokteran, matematika, astronomi, dan penyair yang sangat terkenal dari Dinasti Al-Muwahhid Spanyol. Ia memulai karirnya sebagai dokter prakter di Granada. Lewat ketenarannya sebagai dokter, ia diangkat menjadi sekretaris gubernur di provinsi itu.kemudian, ia diangkat menjadi sekretaris pribadi Gubernur Geuta dan Tangier oleh putra Al-Mu’min, penguasa Al-Muwahhid Spanyol.selanjutnya ia diangkat menjadi dokter pemerintah dan sekaligus menjadi qadhi.
Pada masa Khalifah Abu Ya’cub Yusuf, Ibnu Thufail mempunyai pengaruh yang besar dalam pemerintahan. Pada pihak lain, Khalifah sendiri pencinta ilmu pengetahuan dan secara khusus adalah peminat filsafat serta memberi kebebasan berfilsafat. Sikapnya itu menjadikan pemerintahan sebagai pemuka pemikiran filosofis dan membuat Spanyol, seperti dikatakan R.Briffault, sebagai tempat kelahiran kembali kenegeri Eropa. Adapun posisi Ibnu Thufail disini adalah pakar pemikiran filosofis dan ilmiah (Sains) tersebut.
Ibnu Thufail meletakkan jabatan sebagai dokter pemerintah pada tahun 587 H/1182 M karena alasan usianya yang sudah lanjut. Ia menganjurkan kepada khalifah supaya Ibnu Ruysd, muridnya, menggantikan kedudukannya. Khalifah Abu Yusuf Al-Mansur meluluskan permintaannya dengan langsung menunjuk Ibnu Rusyd sebagai dokter istana. Semasa hidupnya Ibnu Thufail menerima penghargaan dari khalifah.ketika ia meninggal pundi Marokko pada tahun 580 H/1184 M khalifah ikut menghadiri upacara pemakamannya, juga sebagai penghargaan terhadapnya.
Karya tulis Ibnu Thufail yang dikenal orang sedikit sekali. Karyanya yang terpopuler dan masih dapat ditemukan sampai sekarang ialah Hayy ibn Yaqzhan (Roman Philosophique), yang judul lengkapnya Risalat Hayy ibn Yaqzhan fi Asrar al-Hikmat al-Masyriqiyyat.
        Karya Ibnu Thufail inimerupakan suatu kreasi yang unik dari pemikiran filsafatnya. Sebelumnya, judul ini telah diberikan oleh Ibnu Sina kepada salah satu karya esoteriknya. Demikian juga, nama tokoh Absal dan Salman telah ada dalam buku Ibnu Sina, Salman wa Absal. Kendatipun kisah ini tidak orisinil, bahkan sebelum Ibnu Sina kisah ini sudah ada, seperti kisah Arab Kuno,Hunain ibnu Ishak, Salman dan Absal Ibnu Arabi dan lain-lain namun Ibnu Thufail berhasil menjadikan kisah ini menjadi kisah roman filosofis yang unik. Ketajaman filosofisnya yang menandai kebaruan kisah ini dan ia menjadikannya salah satu kisah yang paling asli dan paling indah pada abad pertengahan. Hal ini terbukti dengan banyaknya buku ini diterjemahkan kedalam bahasa Ibrani, Latin,Inggris, Belanda, Prancis, Spanyol, Jerman, dan Rusia. Bahkan pada ZAman Modern pun minat terhadap karya Ibnu Thufail ini tetap ada. Ahmad Amin (1952) menerbitkannya dalm edisi bahasa Arab, yang diikuti terjemahannya dalam bahasa Persi dan Urdu. [1]
 
B. Latar belakang dan tujuan kisah Hayy ibn Yaqzhan
 
        Untuk memaparkannya pandangan-pandangan filsafatnya, Ibnu Thufail memilih metode khusus dalam bentuk filsafat, dalam bukunya yang terkenal hayy ibn yaqzhan. Kisah ini ditulis oleh Ibnu Thufail sebagai jawaban atas permintaan seorang sahabatnya yang ingin mengetahui hikmah ketimuran (al-Hikmat al-Masyriqiyyat). Selain itu, berat dugaan tulisan Ibnu Thufail ini erat kaitannya dengan serangan Al-Ghazali terhadap dunia filsafat. Al-Ghazali, menurut Ibnu Thufail banyak menulis buku yang ditujukan bagi orang-orang awam. Akibatnya, ia mempunyai pendirian “dua muka” (munafik). Dalam buku Tahafut al-Falasifat, Al-Ghazali mengafirkan para filosof Muslim yang berpendapat bahwa di akhirat nanti yang akan menerima pembalasan kesenangan (surga) atau kesengsaraan (neraka) adalah rohani semata. Namun, dalam buku al-Mizan dan al-munqiz min al-Dhalal, ia membenarkan dan menerima pendapat para filosof Muslim yang ia kafirkan itu. Dengan demikian, berarti Al-Ghazali mengkafirkan dirinya sendiri. Dikala itu, orang-orang takut berfilsafat dan usaha-usaha para filosof Muslim yang telah mendamaikan filsafat dengan agama telah sirna sama sekali. Juga buku-buku filsafat yang selama ini hanya untuk orang-orang tertentu, sekarang telah dapat pula dipahami oleh orang-orang awam. Karena itu, amat logis buku Ibnu Thufail ini ingin menetralisasi keadaan dan ingin mengembalikan filsafat ketempat semula, yakni filsafat bukanlah “barang” haram. Pada sisi lain, agar filsafat dapat dimengerti oleh orang-orang awam, filsafat di komunikasikan lewat kisah yang amat menarik. Biasanya komunikasi melalui kisah (cerita), diminati, dan dapat diterima. Dengan demikian, bila hal ini dapat diterima, tujuan yang hendak dicapai Ibnu Thufail melebihi akibat serangan Al-Ghazali, yakni ingin memasyarakatkan filsafat. Dalam kisah tersebut dapat dilihat pendirian Ibnu Thufail tentang hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitarnya, dan berhubungan antara akal dan agama.
        Sebelum filsafat Ibnu Thufail dipaparkan lebih jauh, ada baiknya dikemukakan kisah Hayy ibn Yaqzhan sebagai berikut:
Di kepulauan India ada sebuah pulau yang tidak berpenghuni manusia. Pulau itu sepi dan terpencil,beriklim sedang, dan terletak digaris khatulistiwa yang oleh Harun Nasution dikatakan kepulauan Indonesia. Pendapat ini ada benarnya karena kepulauan yang dilewati khatulistiwa memang Indonesia. Selain itu, kebiasaan masa lalu menyebut kepulauan Timur ini dengan kepulauan India. Di pulau ini lahir seorang bayi secara alamiah, tanpa ayah dan ibu. Berarti lewat tulisannya ini Ibnu Thufai lmendukung teori evolusi.
Riwayat lain menyebutkan, seorang perempuan telah kawin rahasia dengan seorang laki-laki dan memperoleh seorang bayi laki-laki. Karena takut kepada kakaknya yang menjadi Raja ditempat itu, perempuan ini memasukkan bayinya ke dalam peti dan melemparkannya ke laut. Dengan hempasan ombak, peti itu tersangkut di pulau terpencil yang tidak berpenghuni manusia. Baik yang dimaksud adalah Hayy. Seekor rusa yang anaknya baru saja mati segera mendekati peti. Bayi yang ada dalam peti itu ia kira anaknya.sebagai lazimnya seorang Ibu rusa menyusui bayi itu dan sebaliknya bayi itu memandang rusa yang menyusuinya sebagai ibunya.
Hayy tumbuh dengan sehat. Sejalan dengan pertumbuhan jasmaninya, jiwa dan pemikirannya semakin berkembang. Ia memperhatikannya dan mulai berfikir tentang segala sesuatu yang ada disekitarnya. Ia menemukan cara memenuhi kebutuhan hidupnya. Perasaan dan fikirannya mendorongnya untuk mengambil keputusan bahwa alat kelaminnya perlu ditutup. Lebih dari pada itu, ia mampu mempergunakan akalnya sedemikian rupa sehingga dapat memahami hakikat alam empiris dan mampu berfikir hal-hal yang bersifat metafisis. Berkat rahmat Allah ia memiliki kecerdasan yang luar biasa. Pemikirannya yang mendalam tentang segala sesuatu yang dapat ditangkap panca indra, menimbulkan keyakinan adanya Allah, pencipta alam semesta. Keyakinan akan adanya Allah sebagai kebenaran yang hakiki, mendorong Hayy untuk berusaha berhubungan dan dekat dengan-Nya. Melalui pemikiran falsafi, ia mengetahui hakikat-hakikat alam. Ia pun memperoleh ma’rifah hakiki dan kebahagiaan yang sejati.untuk mencapai maksud tersebut, ia melatih diri dengan puasa selama 40 hari dalam sebuah gua. Dengan penuh kesungguhan (ber- mujahadat) dan keikhlasan, ia berusaha membebaskan dirinya dari dunia empiris melalui kontemplasi penuh kepada Allah. Akhirnya ia memperoleh apa yang ia kehendaki, yakni ittihad (menunggal dengan Allah) atau ittishal (berhubungan langsung) dengan Allah. Ittishal inilah kebahagiaan yang tertinggi karena dapat melihat Allah terus-menerus. Ibnu Thufail berusaha mendramatisasikan perkembangan nalar teoritis manusia dari persepsi rasa yang masih kasar menjadi visi indah tentang Allah.
Disaat ia berada dalam situasi dan pengalaman esoteris seperti itu, ia berjumpa dengan seorang laki-laki, namanya Absal. Absal datang dari suatu pulau yang tidak begitu jauh dari pulau tempat tinggal Hayy. Absal mengira bahwa pulau dimana Hayy berada, tidak berpengghuni manusia dan ia kira cocok untuk mengasingkan diri dari masyarakat. Di pulau ini ia berusaha untuk menjalankan ketakwaan dan keshalehan. Hayy tidak memahami bahasa manusia. Setelah Absal mengajarinya, keduanya berkomunikasi secara lancar, saling menceritakan pengalaman masing-masing, dan saling bertukar fikiran. Absal memberitahu Hayy tentang konsep-konsep Qur’ani, yang berkenaan dengan Allah, malaikat-malaikat, nabi-nabi, hari akhirat, dan lain-lain.
Melalui informasi yang diperoleh dari Absal, Hayy menyadari bahwa metode falsafi yang ia miliki telah membawa dirinya ketingkat pengetahuan dan ma’rifat yang sejalan dengan ajaran agama yang diceritakan Absal. Ia pun tahu bahwa orang yang membawa keterangan-keterangan dengan ucapan yang benar itu adalah rasul dan ia percaya kepadanya dan mengakui kerasulannya. Sebaliknya, Hayy juga menjelaskan pengalamannya dengan Allah kepada Absal. Keterangan Hayy ini memperkuat keyakinan Absal tentang ajaran agama yang diterimanya dan bertemulah akal dan wahyu (al-manqul wa ma’qul). Atas ajakan Hayy, Absal setuju pergi berdua kepulau dari mana Absal datang.Hayy bermaksud memberitahukan ma’rifah hakiki yang ia peroleh kepada penhuni pulau itu.
Pulau itu diperintah oleh seorang Raja yang bernama Salman, sahabat Absal. Salman menerima ajaran agama seperti yang disampaikan Nabi, dengan kata lain Salman lebih tertarik pada arti lahir (eksoteris) nash. Ia menyukai hidup ditengah masyarakat dan melarang orang lain untuk hidup menyepi, ‘uzlah.
Setelah Absal mengemukakan ilmu ma’rifat hakiki yang dialami Hayy, penduduk pulau itu menerima Hayy dengan penuh antusias. Namun, setelah Hayy menjelaskan pengetahuan dan pemikiran filsafatnya, ternyata penduduk pulau mencemoohkannya. Hayy mendapat pelajaran dari pengalamannya bahwa orang awam tidak memahami dan tidak mampu menerima ma’rifat sejati. Ma’rifat hanya dapat dipahami oleh orang-orang khusus, yang dalam agama telah mencapai martabat lebih tinggi dibandingkan dengan orang awam. Orang awam tidak mampu mencapai konsep-konsep murni. Hayy pun menyadari bahwa pergaulan membawa kerusakan-kerusakan bagi masyarakat dan untuk memperbaikinya sangat diperlukan ajaran agama yang dibawa oleh Nabi. Karena Nabi lah yang paling mengenal jiwa manusia pada umumnya. Ia mohon maaf pada Salman dan warganya, dan mengakui kekeliruannya sendiri karena memaksa mereka mencari makna yang tersembunyi dalam kitab suci (Al-Qur’an). Pesan perpisahannya adalah mereka harus berpegang teguh kepada ketentuan hukum syari’at yang telah mereka yakini selama ini. Akhirnya, Hayy dan Absal kembali kepulau tempat Hayy berasal mereka mengisi sisa umur dengan beribadah sepenuhnya kepada Allah. [2]
 
C. Epistemologi
 
       Dalam epistemologi, Ibnu Thufail menjelaskan bahwa ma’rifat itu dimulai dari panca indra. Dengan pengamatan dan pengalaman dapat diperoleh pengetahuan indrawi. Hal-hal yang bersifat metafisis dapat diketahui dengan akal intuisi. Ma’rifat dilakukan dengan dua cara: pemikiran atau renungan akal, seperti yang dilakukan para filosof Muslim, dan kasyf ruhani (tasawuf), seperti yang biasa dilakukan oleh kaum sufi. Kesesuaian antara nalar dan intuisi membentuk esensi epistemologi Ibnu Thufail.
Ma’rifat dengan kasyf ruhani, menurut Ibnu Thufail dapat diperoleh dengan latihan-latihan rohani dengan penuh kesungguhan. Semakin tinggi latihan ini, ma’rifat akan semakin jelas, dan berbagai hakikat akan tersingkap. Sinar terang yang akan menyenangkan, akan melingkup orang yang melakukannya. Jiwanya menjadi sadar sepenuhnya dan mengalami apa yang tidak pernah dilihat mata, didengar telinga, dirasa oleh hati. Kasyf ruhani merupakan ekstase yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata sebab kata-kata hanya merupakan simbol-simbol yang terbatas pada pengamatan indrawi.[3]
 
D. Rekonsiliasi (Tawfiq) antara Filsafat dan Agama
 
      Melalui roman filsafat Hayy ibn Yaqzhan, Ibnu Thufail menekankan bahwa antara filsafat dan agama tidak bertentangan dengan kata lain, akal tidak bertentangan dengan wahyu.
Allah tidak hanya dapat diketahui dengan wahyu, tetapi juga dapat diketahui dengan akal. Hayy yang bebas dari pengaruh ajaran Nabi, dapat sampai ketingkat tertinggi dari ma’rifat terhadap Allah, melalui akalnya dan melalui kasyf ruhani yang ia peroleh dengan jalan latihan kerohanian, seperti berpuasa, shalat, dan lainnya.
Ibnu Thufail menokohkan Hayy sebagai personifikasi dari spirit alamiah manusia yang disinari (illuminated) dari “atas”. Spirit tersebut mesti sesuai dengan ruh Nabi Muhammad, yang ucapan-ucapannya perlu ditafsirkan secara metaforis.
Ibnu Thufail menyadari, mengetahui, dan berhubungan dengan Allah melalui pemikiran akal murni, yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang khusus ( ahl al-ma’rifat). Orang awam tidak mampu melakukannya.justru itu, bagi orang awam sangat diperlukan adanyaajaran agama yang dibawa oleh Nabi.
Agama diturunkan untuk semua orang dalam segala tingkatannya. Filsafat hanya dapat dijangkau oleh orang-orang yang benalar tinggi yang jumlahnya sedikit. Agama melambangkan “dunia atas” (divine world) dengan lambang-lambang eksoteris. Agama penuh dengan perbandingan, persamaan, dan persepsi-persepsi antropomorfis, sehingga cukup mudah dipahami oleh orang banyak. Filsafat merupakan bagian dari kebenaran esoteris, yang menafsirkan lambang-lambang itu agar diperoleh pengertiam-pengertian yang hakiki.
       Kenyataannya, Ibnu Thufail berusaha dengan penuh kesungguhan untuk merekonsiliasikan antara filsafat dan agama. Hayy dalam roman filsafatnya, ia lambangkan sebagai akal yang dapat berkomunikasi dengan Allah. Sedangkan Absal, ia lambangkan sebagai wahyu (agama) dalam bentuk esoteris, yang membawa hakikat (kebenaran). Sementara Salman, ia lambangkan sebagai wahyu (agama) dalam bentuk eksoteris, yang juga membawa kebenaran. Kebenaran yang dihasilkan filsafat tidak bertentangan (sejalan) dengan kebenaran yang dikehendaki agama karena sumbernya sama, yakni Allah SWT. [4]







 
KESIMPULAN
 
         Nama lengkap Ibnu Thufail ialah Abu Bakar Muhammad ibnu Abd Al-Malik ibnu Muhammad ibnu Muhammad ibnu Thufail. Ia dilahirkan di Cadix, Provinsi Granada, Spanyol pada tahun 506 H/1110 M. Ibnu Thufail termasuk dalam keluarga suku Arab terkemuka, Qais. Dalam bahasa Latin ia popular dengan sebutan Abu Bacer.
Untuk memaparkannya pandangan-pandangan filsafatnya, Ibnu Thufail memilih metode khusus dalam bentuk filsafat, dalam bukunya yang terkenal hayy ibn yaqzhan.
Diantara filsafat Ibnu Thufail adalah:
1. Epistimologi
Dalam epistemologi, Ibnu Thufail menjelaskan bahwa ma’rifat itu dimulai dari panca indra. Dengan pengamatan dan pengalaman dapat diperoleh pengetahuan indrawi. Hal-hal yang bersifat metafisis dapat diketahui dengan akal intuisi.
2. Rekonsiliasi (Tawfiq) antara filsafat dan agama
Melalui roman filsafat Hayy ibn Yaqzhan, Ibnu Thufail menekankan bahwa antara filsafat dan agama tidak bertentangan dengan kata lain, akal tidak bertentangan dengan wahyu. 



















DAFTAR KEPUSTAKAAN

 
Zar, Sirajuddin. 2017. Filsafat Islam. Ed. 1-7. Jakarta: Rajawali Pers.



[1] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, Ed. 1-7, (Jakarta: Rajawali Pers), 2017, h. 211-213.
[2] Ibid .,h. 213-218.
[3] Ibid ., 224-225.
[4] Ibid ., 225-226.
Read more...

Translate

Sponsor

 
Dosen Blogger © 2018