Showing posts with label takhrij hadis. Show all posts
Showing posts with label takhrij hadis. Show all posts

Tuesday, January 15, 2019

Hadis Ahad yang Berlawanan dengan Hadis Ahad Lain yang Diriwayatkan oleh Periwayat yang Lebih Mengetahui Keadaannya

0 comments



 PEMBAHASAN
   A.    Pengertian Kritik Matan Orientasi ke-ma’mulan Hadis tentang Hadis Ahad yang Berlawanan dengan Hadis Ahad Lain yang Diriwayatkan oleh Periwayat yang Lebih Mengetahui Keadaannya

Kritik matan orientasi ke-ma’mulan hadis maksudnya adalah mengkritik matan-matan hadis yang shahih atau hadis ahad yang maqbul sehingga berbeda kema’mulannya (pengamalannya), dikalangan ulama. Dalam hal ini, umumnya ulama fiqh yang berbeda dalam mengamalkan hadis ahad yang maqbul itu karena adanya kriteria tambahan yang ditetapkan oleh para ulama tersebut dalam hal mengamalkan hadis ahad yang maqbul itu.
Kritik matan orientasi ke-ma’mulan hadis tentang hadis ahad yang berlawanan dengan hadis ahad lain yang diriwayatkan oleh periwayat yang lebih mengetahui keadaanya maksudnya adalah mengkritik matan-matan hadis ahad yang berlawanan dengan hadis ahad lain yang diriwayatkan oleh periwayat yang lebih mengetahui keadaanya, sehingga berbeda ulama hanafi dan ulama syafi’i dalam mengamalkannya atau hadis tersebut ma’mulum bih atau ghairu ma’mulum bih menurut ulama yang berpolemik.

     B.     Contoh Kritik Matan Orientasi Ke-Ma’mulan Hadis tentang Hadis Ahad yang Berlawanan dengan Hadis Ahad Lain yang Diriwayatkan oleh Periwayat yang Lebih Mengetahui Keadaanya
Adapun contoh dari kema’mulan hadis tentang hadis ahad yang berlawanan dengan hadis ahad lain yang diriwayatkan oleh periwayat yang lebih mengetahui keadaanya yaitu hadis tentang tidak sah puasa orang yang masih junub ketika subuh di bulan ramadhan, berikut hadisnya:
عن ابي هريرة انه يقول من اصبح جنبا افطر ذلك اليوم رواه الشفعي
Artinya: “ Hadis dari Abu Hurairah, dia berkat, siapa yang junub sampai pagi hari, batallah puasanya pada hari itu”

Hadis Ahad yang lainnya, yaitu:

عن عائشة ان جلا قال لرسول الله صلى الله عليه و سلم و هو واقف على البب و انا اسمع يا رسول الله انى اصبح جنبا و انا اريد الصوم فقال رسول الله عليه و سلم : و انا اصبح جنبا و انا اريد الصوم فا غتسل و اصوم ذلك اليوم
Artinya: “ Hadis dari Aisyah bahwa seseorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. Beliau ketika itu sedang berdiri didepan pintu dan aku (kata Aisyah) mendengarnya. Laki-laki itu berkata, “ ya Rasulullah, aku junub sampai pagi hari, sedangkan aku ingin sekali meneruskan puasaku.” Dijawab oleh Rasulullah Saw. “Aku juga pernah junub sampai pagi hari. Aku pun ingin terus berpuasa maka aku pun mandi dan terus berpuasa pada hari itu.”

      C.    Ulama yang Berpolemik
1.      Imam Hanafi

Ia lebih mengamalkan hadis Abu Hurairah walaupun berlawanan dengan hadits ‘Aisyah dan Ummu Salamah kualitasnya ghairu ma’mul bih karena Imam Hanafi tidak mengkaji mana yang lebih kuat antara hadis yang bertentangan tersebut. Dan yang lebih dahulu adalah hadis dari Abu Hurairah.
2.      Imam Asy-Syafi’i

Diantara dua hadis yang bertentangan diatas dilakukan dalam pendekatan tarjih atau ditarjihlah kedua ayat tersebut atau adanya kriteria yang lain. Dan kualitas hadisnya (kedua hadis tersebut) ma’mul bih. Lalu hadis Aisyahlah yang harus diperpegangi dan diamalkan. Disamping itu junub itu sama dengan kenyang yaitu bekas sesuatu dari perbuatan, ditambah ramadhan karena kalau belum mandi maka subuhnya akan hilang, selain itu yang lebih mengetahui tentang junub itu adalah Aisyah dan Ummu Salamah karena berhubungan juga hadis Aisyah tersebut.
Karna hal ini menyangkut urusan rumah tangga Nabi SAW tentang junubnya Nabi, ‘Aisyah dan Ummu Salamah lebih mengetahui daripada Abu Hurairah. Jadi Imam Syafi’i mentarjih hadis Abu Hurairah.
Dari segi lain hadis Abu Hurairah adalah hadis Qauli sedangkan hadis ‘Aisyah dan Ummu Salamah adalah hadis fi’li. Jika berlawanan antara hadis qauli dan hadis fi’li maka yang di dahulukan hadis fi’li.



Read more...

Saturday, October 13, 2018

KRITIK MATAN ORIENTASI KE-MA’MUL-AN HADIS AHAD YANG BERTENTANGAN DENGAN AMAL PENDUDUK MADINAH

0 comments
PEMBAHASAN

A.      Pengertian kritik matan orientasi ke-ma’mul-an hadis tentang hadis ahad yang berlawanan dengan amal penduduk Madinah

Kritik matan orientasi ke-ma’mul-an hadis adalah hadis ahad yang maqbul (sahih atau hasan) berbeda pengamalannya dikalangan para ulama fikih karena adanya kriteria tertentu yang ditambahkan oleh oara ulama tersebut.
Kritik matan orientasi ke-ma’mul-an hadis tentang hadis ahad yang berlawanan dengan amal penduduk Madinah adalah mengkritik matan hadis ahad yang maqbul (sahih atau hasan) yang bertentangan dengan amal penduduk madinah, karena adanya para ulama yang berpolemik dan berbeda cara mengamalkannya, disebabkan mereka mempunyai argumentasi atau kriteria masing-masing dalam mengamalkan hadis tesebut. Ulama yang berpolemik dalam hal ini adalah Imam Syafi’i dan Imam Hanafi.

B.       Contoh kritik matan orientasi ke-ma’mul-an hadis tentang hadis ahad yang berlawanan dengan amal penduduk Madinah
Adapun contoh dari ke-ma’mul-an hadis tentang hadis ahad yang berlawanan dengan amal penduduk Madinah yaitu hadis tentang tidak sah nikah tanpa wali, sebagai berikut :
وعن أبى بردة عن أبى موس عن أبيه رضى الله عنهما : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا نكاح إلا بولي. (رواه الإمام احمد و الأربعة و صححه ابن المدينى والترمذى وابن حبان واعله الإرسال)
Artinya : Dari Abu Bur dah ibnu Abi Musa dari  ayahnya semoga Allah meridhoi mereka, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Tidaklah sah suatu pernikahan kecuali dengan adanya wali”. ( HR. Ahmad dan Imam yang empat. Hadis sahih menurut al- Madini dan Tirmidzi dan Ibnu Hibban dan, sebagian menulainya hadis Mursal).[1]
Hadis di atas menunjukan bahwa wali merupakan bagian yang mutlak untuk suatu pernikahan, artinya tidak sah nikah tanpa adanya wali. Akan tetapi pada kenyataan masih ada yang melaksanakan penikahan tanpa wali, hal ini berlaku bukan karena tidak berdasar, melainkan karena adanya ulama yang membolehkan nikah tanpa wali. Sebagaimana penduduk Madinah dalam hal pernikahan berbeda pengamalanya dengan hadis diatas, yang mana penduduk Madinah  tidak mengamalkan hadis tersebut dalam pernikahan, mereka menganggap sah nikah tanpa wali.

C.      Ulama yang berpolemik serta argumentasinya mengenai hadis ahad yang bertentangan dengan amal penduduk Madinah
1.      Imam Malik.
Imam Malik menolak hadis ahad ini karena menurutnya amal penduduk Madinah yang lebih diutamakan dan wali bukan syarat sah nikah, namun untuk melambangkan kesempurnaan saja, jadi boleh boleh saja menikah tanpa wali. Dengan beragumentasi bahwa Nabi lebih lama hidup di Madinah, di Madinah itulah Nabi mengaplikasikan dan menyemarakkan ajaran Islam. Ketika di Madinah kehidupan umat islam lebih bermasyarakat dari pada Mekah. Ketika di Mekah selama sepuluh tahun, Nabi dan sahabat cukup sibuk berperang melawan dengan orang kafir, sehingga kehidupan masyarakat belum tertata dengan baik. Menurut Imam Malik penduduk Madinah telah mencerminkan atau menggabarkan kehidupan umat islam yang semestinya, sehingga jika ada hadis ahad yang berlawanan dengan amal penduduk Madinah maka hadis ahad ditolak dan diutamakan mengamalakan amal penduduk Madinah.
2.      Iman asy-Syafi’i
Iman asy-Syafi’i berpendapat bahwa tidaklah sah suatu pernikahan tanpa adanya wali, karena wali merupakan rukun sekaligus syarat sahnya suatu pernikahan. Dengan alasan, jika dibolehkan nikah tanpa wali maka sebelum menikah orang akan banyak melakukan hubungan badan, karena beranggapan nikah adalah suatu perkara yang mudah, dan akan membawa kemudharatan yang sangat besar. Oleh sebab itu untuk mencegah kemudharatan maka adanya wali sangat diperlukan.
Imam Syafi’i menolak amal penduduk madinah dan lebih mengutamakan hadis. Imam Syafi’i menolak pendapat Imam Malik dengan argumentasinya tidak ada alasan untuk menolak hadis ahad hanya karena berlawanan dengan amal penduduk Madinah menurut Imam Syafi’i tidak ada jaminan untuk lebih mengamalkan amal penduduk Madinahl walaupun Nabi lebih lama hidup di Madinah, sebab hadis ahad yang shahih merupakan sumber hukum yang paling tinngi dari pada amal penduduk Madinah.
Jadi, mengenai hadis tentang nikah tanpa wali, Iman asy-Syafi’i mengamalkan tidak sah nikah tanpa wali sebagaimana yang di jelaskan oleh hadis.

 



KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa apabila terjadi pertentangan antara hadis ahad dengan dengan amal penduduk Madinah maka menurt Imam Malik yang diamalkan adalah sesuai dengan amalan penduduk Madinah, sedangkan menurut Imam asy-Syafi’i, jika terjadi pertentangan antara hadis ahad yang maqbul dengan dengan amal penduduk Madinah, maka yang diamalkan adalah hadis ahad, karena tidak ada jaminan amalan bagi penduduk Madinah lebih di utamakan dari pada hadis Nabi.

 



DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam. Syarah Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka Azzam. 2006.



[1] Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Syarah Bulughul Maram, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hal. 312
Read more...

Translate

Sponsor

 
Dosen Blogger © 2018