PEMBAHASAN
A.
Pengertian kritik matan orientasi ke-ma’mul-an hadis tentang
hadis ahad yang berlawanan dengan amal penduduk Madinah
Kritik matan
orientasi ke-ma’mul-an hadis adalah hadis ahad yang maqbul (sahih
atau hasan) berbeda pengamalannya dikalangan para ulama fikih karena adanya
kriteria tertentu yang ditambahkan oleh oara ulama tersebut.
Kritik matan
orientasi ke-ma’mul-an hadis tentang hadis ahad yang berlawanan dengan
amal penduduk Madinah adalah mengkritik matan hadis ahad yang maqbul
(sahih atau hasan) yang bertentangan dengan amal penduduk madinah, karena
adanya para ulama yang berpolemik dan berbeda cara mengamalkannya, disebabkan
mereka mempunyai argumentasi atau kriteria masing-masing dalam mengamalkan
hadis tesebut. Ulama yang berpolemik dalam hal ini adalah Imam Syafi’i dan Imam
Hanafi.
B.
Contoh kritik matan orientasi ke-ma’mul-an hadis tentang
hadis ahad yang berlawanan dengan amal penduduk Madinah
Adapun contoh
dari ke-ma’mul-an hadis tentang hadis ahad yang berlawanan dengan amal
penduduk Madinah yaitu hadis tentang tidak sah nikah tanpa wali, sebagai
berikut :
وعن أبى بردة عن
أبى موس عن أبيه رضى الله عنهما : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا نكاح إلا
بولي. (رواه الإمام احمد و الأربعة و صححه ابن المدينى والترمذى وابن حبان واعله
الإرسال)
Artinya : Dari Abu Bur dah ibnu
Abi Musa dari ayahnya semoga Allah
meridhoi mereka, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Tidaklah sah suatu pernikahan
kecuali dengan adanya wali”. ( HR. Ahmad dan Imam yang empat. Hadis sahih
menurut al- Madini dan Tirmidzi dan Ibnu Hibban dan, sebagian menulainya hadis
Mursal).[1]
Hadis di atas
menunjukan bahwa wali merupakan bagian yang mutlak untuk suatu pernikahan,
artinya tidak sah nikah tanpa adanya wali. Akan tetapi pada kenyataan masih ada
yang melaksanakan penikahan tanpa wali, hal ini berlaku bukan karena tidak
berdasar, melainkan karena adanya ulama yang membolehkan nikah tanpa wali.
Sebagaimana penduduk Madinah dalam hal pernikahan berbeda pengamalanya dengan
hadis diatas, yang mana penduduk Madinah
tidak mengamalkan hadis tersebut dalam pernikahan, mereka menganggap sah
nikah tanpa wali.
C.
Ulama yang berpolemik serta argumentasinya mengenai hadis ahad yang
bertentangan dengan amal penduduk Madinah
1.
Imam Malik.
Imam Malik menolak hadis ahad ini karena menurutnya amal penduduk
Madinah yang lebih diutamakan dan wali bukan syarat sah nikah, namun untuk
melambangkan kesempurnaan saja, jadi boleh boleh saja menikah tanpa wali. Dengan
beragumentasi bahwa Nabi lebih lama hidup di Madinah, di Madinah itulah Nabi
mengaplikasikan dan menyemarakkan ajaran Islam. Ketika di Madinah kehidupan
umat islam lebih bermasyarakat dari pada Mekah. Ketika di Mekah selama sepuluh
tahun, Nabi dan sahabat cukup sibuk berperang melawan dengan orang kafir,
sehingga kehidupan masyarakat belum tertata dengan baik. Menurut Imam Malik
penduduk Madinah telah mencerminkan atau menggabarkan kehidupan umat islam yang
semestinya, sehingga jika ada hadis ahad yang berlawanan dengan amal penduduk
Madinah maka hadis ahad ditolak dan diutamakan mengamalakan amal penduduk
Madinah.
2.
Iman asy-Syafi’i
Iman asy-Syafi’i berpendapat bahwa tidaklah sah suatu pernikahan
tanpa adanya wali, karena wali merupakan rukun sekaligus syarat sahnya suatu
pernikahan. Dengan alasan, jika dibolehkan nikah tanpa wali maka sebelum
menikah orang akan banyak melakukan hubungan badan, karena beranggapan nikah
adalah suatu perkara yang mudah, dan akan membawa kemudharatan yang sangat
besar. Oleh sebab itu untuk mencegah kemudharatan maka adanya wali sangat
diperlukan.
Imam Syafi’i menolak amal penduduk madinah dan lebih mengutamakan
hadis. Imam Syafi’i menolak pendapat Imam Malik dengan argumentasinya tidak ada
alasan untuk menolak hadis ahad hanya karena berlawanan dengan amal penduduk
Madinah menurut Imam Syafi’i tidak ada jaminan untuk lebih mengamalkan amal
penduduk Madinahl walaupun Nabi lebih lama hidup di Madinah, sebab hadis ahad
yang shahih merupakan sumber hukum yang paling tinngi dari pada amal penduduk
Madinah.
Jadi, mengenai hadis tentang nikah tanpa wali, Iman asy-Syafi’i
mengamalkan tidak sah nikah tanpa wali sebagaimana yang di jelaskan oleh hadis.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa apabila terjadi
pertentangan antara hadis ahad dengan dengan amal penduduk Madinah maka menurt
Imam Malik yang diamalkan adalah sesuai dengan amalan penduduk Madinah,
sedangkan menurut Imam asy-Syafi’i, jika terjadi pertentangan antara hadis ahad
yang maqbul dengan dengan amal penduduk Madinah, maka yang diamalkan adalah
hadis ahad, karena tidak ada jaminan amalan bagi penduduk Madinah lebih di
utamakan dari pada hadis Nabi.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdullah bin
Abdurrahman al-Bassam. Syarah Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka Azzam.
2006.
[1] Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Syarah Bulughul Maram,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hal. 312
0 comments:
Post a Comment