PEMBAHASAN
Secara bahasa, kata al-ijmali berarti
ringkasan, ikhtisar, global dan penjumlahan.[1]
Dengan demikian maka yang dimaksud dengan
al-Tafsir al-Ijmali adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an dengan cara ringkas, rapi mencakup dengan bahasa yang
populer, mudah dimengerti dan enak dibaca. Namun al-Farmawiy merumuskannya
sebagai berikut:
وهو بيان الايات
القرانية بالتعرض لمعانيها اجمالا, و ذلك بان يعمد البحث الى الايات القرانية, على
ترتيب التلاوة ونظم المصحف.
Artinya: “Tafsir
ijmali adalah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan mengemukakan makna-maknanya
secara global, hal itu dengan cara dimana seorang mufasir membahas ayat-ayat
al-Qur’an sesuai dengan tertib bacaan dan susunan yang ada dalam al-Quran.”
Dari defenisi di atas maka sistematika uraiannya,
penafsir membahas ayat demi ayat sesuai
dengan susunan yang ada dalam mushaf, kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud
oleh ayat tersebut. Makna yang diungkapkan
biasanya diletakkan dalam rangkaian ayat-ayat atau menurut pola-pola yag
diakui oleh jumhur ulama dan mudah dipahami oleh semua orang.[2]
Jadi tafsir ijmali ialah metde penafsiran
ayat-ayat al-Qur’an secara global sesuai dengan tertib yang ada dalam
mashab.dalam penafsiran ini para mufasir juga menggunakan ungkapan-ungkapan
yang terdapat dalam al-Quran itu sendiri.
Dengan metode ini para mufasir menjelaskan makna
ayat-ayat al-Qur’an secara garis besar.
Sistematikanya mengikuti urutan surah-surah al-Qur’an, sehingga
makna-maknanya dapat saling berhubungan. Dalam menyajikan makna-makna ini mufasir mengungkapkan, ungkapan-ungkapan
yang diambil dari al-Qur’an sendiri dengan menambahkan kata-kata atau kalimat
penghubung. Sehingga memberi kemudahan kepada pembaca untuk memahaminya. Dengan
kata lain, makna yang diungkapkan itu biasanya diletakkan di dalam rangakaian
ayat-ayat menurut pola-pola yang diakui
jumhur ulama dan mudah dipahami orang.
Karena mufasir menggunakan lafal-lafal bahasa
yang mirip, bahkan sama dengan lafal al-Qur’an, pembaca akan merasakan bahwa uraian
yang disajikan mufasir tidak jauh dari
bahasa dan lafal-lafal al-Qur’an sendiri.
Disamping itu, dengan gaya demikian, sangat terkesan bahwa al- Qur’an itu sendiri yang berbicara, membuat
makna-makna dan maksud ayat dengan jelas, sehingga lafal-lafal dan makna-makna
al-Qur’an itu menjadi jelas dan mudah dipahami.
Dalam menafsirkan ayat al-Qur’an dengan metode
ini, mufasir juga meneliti, mengkaji dan menyajikan asbab an-nuzul atau
peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat, dengan cara meneliti hadis-hadis
yang berhubungan dengannya.[3]
B. Ciri-Ciri Tafsir
Ijmali
Tafsir al-ijmali cara kerja
tersendiri yang berbeda dengan
metode-metode tafsir lainnya. Berikut ini cara kerja tafsir al-ijmali.
1)
Mengikuti aturan
ayat sesuai dengan aturan ayat yang ada dalam mushaf.
2)
Lebih menyerupai
terjemahan maknawi sehingga mufasir tidak berpegang pada makna kosa kata.
3)
Mufasir lebih
menekankan pada penjelasan makna umum.
4)
Apabila dibutuhkan, mufasir
menggunakan alat bantu, seperti asbab an-nuzul.
C. Contoh-Contoh Karyanya
Hal yang perlu diperhatikan dari metode ini
adalah uraian yang ringkas sehingga tidak membutuhkan banyak halaman. Ada
beberapa karya tafsir yang menggunakan metode global, di antaranya Tafsir
al-jalalain karya dua imam Jalaluddin, Tafsir Tanwir al-Miqbas yang
disandarkan kepada Abdullah bin Abbas (w. 68 H) dan dikumpulkan oleh Majuddin
Abu Thahir Muhammad bin Ya’kub al-Fairuzabadi
(w 817 H), Tafsir Kalam karya Abdurrahman bin Sa’di, at-Tafsir karya
Muhammad al-Makki an-Nashiri dan al-Ma’na al-Ijmali karya Abu Bakar al-Jazairi.[4]
D. Kelebihan dan
Kekurangn Metode Ijmali
Bagaimanapun bentuk suatu metodologi tetap merupakan
produk ijtihadi, yakni hasil olah pikir manusia. Meski dikaruniai
kepintaran yang luar biasa jauh melebihi kemampuan penalaran yang dimiliki oleh
makhluk-makhluk yang lain, mereka tetap mempunyai kelemahan dan kekurangan yang
tidak bisa dihindari seperti adanya sifat lupa, lalai, dan sebagainya. Dengan
demikian, setiap produk manusia yang berbentuk fisik dan non-fisik termasuk
metodologi tafsir tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan. Bahkan dapat
disebutkan bahwa itu adalah produk manusia dan bukan produk Allah yang selalu
benar dan tidak pernah salah.
1.
Kelebihan metode
ijmali
Dalam kaitan ini
metode ijmali dalam penafsiran al-Quran
memiliki kelebihan. Diantaranya ialah sebagai berikut:
a)
Praktis dan mudah
dipahami
Tafsir yang
menggunakan metode ini terasa lebih praktis dan mudah dipahami Tanpa
berbelit-belit. Pemahaman al-Qur’an segera dapat diserap oleh pembaca sebagaimana
yang dinukilkan dalam ayat di atas. Pola penafsiran seperti ini lebih cocok
untuk para pemula seperti mereka yang berada dijenjang pendidikan SLTA ke
bawah. Atau mereka yang baru belajar tafsir al-Quran dan yang setingkat dengan
mereka.
b)
Bebas dari
penafsiran israiliyat
Dikarenakan singkatnya
penafsiran yang diberikan, tafsir ijmali relatif lebih murni dan terbebas dari
pemikiran-pemikiran israiliyat. Dengan demikian pemahaman al-Qur’an yang akan
dapat dijaga dari intervensi pemikiran-pemikiran israiliyat yang kadang-kadang
tidak sejalan dengan martabat al-Qur’an sebagai kalam Allah Yang Maha Suci.
Selain pemikiran-pemikiran isriiliyat, dengan metode ini dapat dibendung pemikiran-pemikiran yang
kadang-kadang terlalu jauh dari
pemahaman ayat-ayat al-Qur’an seperti pemikiran-pemikiran yang spekulatif yang di kembangkan oleh seorang teolog, sufi,
dan lain-lain.
Berbeda halnya dengan
tafsir yang menggunakan tiga metode lainnya. Di dalam metode-metode yang lain
itu, mufasir mendapat peluang yang seluas-luasnya untuk dapat memasukkan
berbagai pendapat dan pemikiran lain ke dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an,
sehingga kadang-kadang penafsiran yang diberikan terasa jauh sekali dari
pemahaman ayat, sebagaimana akan terlihat nanti di dalam uraian tentang ketiga
metode tersebut.
c)
Akrab dengan bahasa
al-Qur’an
Uraian yang dimuat
di dalam tafsir ijmali terasa amat singkat dan padat, sehingga pembaca
tidak merasakan bahwa dia telah membaca kitab tafsir. Hal itu disebabkan karena
tafsir dengan metode global ini menggunakan bahasa yang singkat dan akrab
dengan bahasa kitab suci tersebut. Kondisi serupa ini tidak akan dijumpai pada
tafsir yang menggunakan metode tahlili, muqarin, atau maudhu’i. Dengan
kondisi yang demikian, pemahaman kosakata dari ayat-ayat suci lebih mudah
didapatkan dari pada penafsiran yang menggunakan tiga metode lainnya. Hal itu
dikarenakan di dalam tafsir ijmali mufasir langsung menjelaskan pengertian
kata atau ayat dengan sinonimnya dan tidak mengemukakan ide-ide atau
pendapatnya secara pribadi.
2.
Kekurangan metode ijmali
Kekurangan-kekurangan
yang terdapat di dalam metode ini antara lain sebagai berikut:
a.
Menjadikan petunjuk
al-Qur’an bersifat parsial
Al-Qur’an merupakan
satu kesatuan yang utuh, sehingga satu ayat dengan ayat yang lain membentuk
satu pengertian yang utuh, tidak terpecah-pecah. Itu berarti, hal-hal yang
global atau samar-samar di dalam suatu ayat, maka pada ayat yang lain ada
penjelasan yang lebih rinci. Dengan menggabungkan kedua ayat itu, akan
diperoleh suatu pemahaman yang utuh dan dapat terhindar dari kekeliruan.
b.
Tak ada ruangan
untuk mengemukakan analisis yang memadai
Tafsir yang memakai
metode ijmali tidak menyediakan ruangan untuk memberikan uraian atau
pembahasan yang memuaskan berkenaan dengan pemahaman suatu ayat. Oleh
karenanya, jika menginginkan adanya analisis yang rinci, metode global tidak
dapat digunakan. Ini boleh disebut suatu kelemahan yang perlu disadari oleh
mufasir yang akan memakai metode ini. Namun tidak berarti kelemahan tersebut
bersifat negatif, kondisi yang demikian amat positif sebagai ciri dari tafsir
yang menggunakan metode global ini sebagaimana telah disebutkan. Artinya, jika
seorang mufasir tidak mengikuti pola yang demikian, lalu dia menguraikan
tafsirnya secara luas, maka ketika itu dia telah keluar dari metode ijmali dan
masuk ke areal metode analitis atau metode yang lainnya.
Jadi dalam penerapan
metode global ini para mufasir harus menyadari bahwa memang tidak ada ruangan
bagi mereka untuk mengemukakan pembahasan-pembahasan yang memadai sesuai dengan
keahlian mereka masing-masing. Jika menginginkan yang demikian itu, haruslah
digunakan salah satu dari tiga metode lainnya yang cocok dengan kecenderungan
mereka.
E. Urgensi Metode
Global
Manusia diciptakan Allah dalam berbagai tingkatan dan strata sosial.
Perbedaan semacam itu juga terlihat pada tingkat-tingkat kecerdasan dan daya
nalar mereka. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup perlu mereka ketahui dan mereka
pahami dengan baik agar petunjuk-petunjuk yang terkandung di dalamnya berfungsi
secara efektif untuk mengarahkan kehidupan mereka ke jalan yang benar. Untuk
memahami al-Qur’an secara baik dan benar diperlukan penafsiran yang tepat.
Untuk maksud ini perlu penguasanan metodologi tafsir secar baik pula.
Mengingat kondisi yang demikian, maka penafsiran al-Qur’an harus sesuai dengan
kadar dan daya serap mereka serta kemampuan penalaran yang mereka miliki.
Dalam kaitan ini, bagi para pemula atau mereka
yang tidak membutuhkan uraia yang detail tentang pemahaman suatu ayat, maka
tafsir yang menggunakan metode global sangat membantu dan tepat sekali untuk
digunakan. Hal itu disebabkan uraian di dalam tafsir yang menggunakan metode
ini sangat ringkas dan tidak berbelit-belit, sehingga relatif lebih mudh
dipahami oleh mereka yang berada pada tingkat ini. Sebaliknya, tafsir yang
memberikan uraian panjang lebar seperti dalam metode tahfifi
akan membuat mereka bosan dan merasa tersiksa
oleh uraian-uraian yang tidak menarik, bahkan dapat menyesatkan mereka karena
uraiannya kadang-kadang tidak sejalan dengan kemampuan dan daya nalar mereka.
Kondisi tafsir global yang ringkas dan sederhana ini juga lebih cocok bagi
mereka yang disibukkan oleh pekerjean rutin sehari-hari. Dengan demkian, tafsir
dengan metode ini sangat urgen bagi mereka yang berada pada tahap permulaan
mempelajari tafsir dan mereka yang sibuk dalam mencari kehidupan.
Dalam kondisi yang demikian akan dapat dirasakan betapa cocoknya tafsir
ijmali ini bagi mereka dalam rangka membimbing mereka kejalan yang benar serta
diridhai Allah.[5]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara bahasa, kata al-ijmali berarti
ringkasan, ikhtisar, global dan penjumlahan. Al-Tafsir al-Ijmali adalah suatu metode
tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara ringkas, rapi mencakup
dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti dan enak dibaca.
cara kerja tafsir al-ijmali adalah mengikuti
aturan ayat sesuai dengan aturan ayat yang ada dalam mushaf, lebih menyerupai
terjemahan maknawi sehingga mufasir tidak berpegang pada makna kosa kata, mufasir lebih
menekankan pada penjelasan makna umum, apabila dibutuhkan, mufasir menggunakan
alat bantu, seperti asbab an-nuzul.
Kelebihan metode ijmali, yaitu praktis dan mudah
dipahami, bebas dari penafsiran israiliyat, akrab dengan bahasa al-Qur’an.
Sedangkan kekurangan metode ijmali, yaitu menjadikan petunjuk al-Qur’an
bersifat parsial, tak ada ruangan
untuk mengemukakan analisis yang memadai.
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan untuk itu pemakalah menyarankan kepada pembaca untuk mencari
sumber lain untuk menambah wawasan tentang pembahasan Tafsir Ijmali ini.
DAFTAR PUSTAKA
Baidan.
Nashruddin. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2000.
Rusydi. ‘Ulumul Al-Qur’an I. Padang:
Azka. 2004.
Samsurrohman. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Amzah. 2014.
Shihab. Quraish. dkk. Sejarah ulumul quran.
Jakarta: Pustaka Firdaus Daus 2000.
Suma. M. Amin. Ulumul Qur’an. Jakarta: Raja Grafindo
persada. 2013.
[1] M. Amin Suma, Ulumul Qur’an,
(Jakarta, RajaGrafindo persada 2013),H.381
[2] Rusydi, ‘Ulumul Al-Qur’an II, (padang,
Azka 2004),H.124
[3] Quraish Shihab, dkk. Sejarah
ulumul quran, (Jakarta, pustaka Firdaus Daus 2000), H. 185
[4] Samsurrohman, Pengantar Ilmu
Tafsir,(Jakarata, Amzah 2014),H.119-120
[5] Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran
Al-Qur’an, (Yogyakar ta: Pustaka Pelajar), 2000, H. 22-29.
0 comments:
Post a Comment