HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
BAB I
PENDAHULUAN
Satu keluarga yang terdiri dari ayah dan
ibu (suami dan istri) beserta anak-anaknya, semuanya mengharap dan merindukan
keluarga yang aman dan damai, tentram dan bahagia atau sering disebut sebagai
keluarga sakinah. Diantaranya ada yang berhasil meraih impian dan harapannya
sedang yang lain gagal sebelum sampai di akhir perjalanan. Sebabnya ialah
karena masing- masing anggota keluarga tidak dapat melaksanakan hak dan
kewajibannya sebagaimana yang telah diajarakan oleh Rasulullah SAW.
Dalam ajaran Islam, suami dan istri
mempunyai hak dan kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah SWT di dalam kitab
suci-Nya Alquranul Karim dan telah
diterangkan secara terperinci oleh Rasulullah SAW di dalam sunnahnya. Apabila
hak dan kewajiban ini dilakukan sepenuhnya Insya Allah tercapailah apa yang
menjadi impian dan harapan yaitu baiti
jannati atau rumahku surgaku. Dari keluarga inilah akan lahir keturunan
yang shalih dan shalihah, berguna bagi dirinya sendiri dan bagi umatnya.
Hak suami terhadap istri artinya
kewajiban yang harus ditunaikan oleh istri kepada suaminya, sebaliknya hak
istri kepada suami berarti kewajiban yang harus ditunaikan oleh suami kepada
istrinya.
Maka kami sebagai pemakalah akan
membahas tentang hak dan kewajiban suami dan istri, baik berupa haditsnya, hak
suami atas istri, atau sebaliknya atau hal-hal yang menyangkut pembahasan ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak dan Kewajiban
Hak adalah kekuasaan seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan Kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakan. Membicarakan kewajiban dan hak suami istri, terlebih
dahulu kita membicarakan apa yang dimaksud dengan kewajiban dan apa yang
dimaksud dengan hak. Adalah Drs. H. Sidi Nazar Bakry dalam buku karangannya yaitu Kunci Keutuhan Rumah Tangga
Yang Sakinah mendefinisikan kewajiban dengan sesuatu yang harus dipenuhi dan
dilaksanakan dengan baik. Sedangkan hak adalah sesuatu
yang harus diterima.
Lantas, pada pengertian diatas jelas membutuhkan subyek dan obyeknya. Maka disandingkan dengan kata kewajiban dan hak tersebut,dengan kata suami dan istri, memperjelas bahwa kewajiban suami adalah sesuatu yang harus suami laksanakan dan penuhi untuk istrinya. Sedangkan kewajiban istri adalah sesuatu yang harus istri laksanan dan lakukan untuk suaminya. Begitu juga dengan pengertian hak suami adalah,sesuatu yang harus diterima suami dari isterinya. Sedangkan hak isteri adalah sesuatu yang harus diterima isteri dari suaminya. Dengan demikian kewajiban yang dilakukan oleh suami merupakan upaya untuk memenuhi hak isteri. Demikian juga kewajiban yang dilakukan istri merupakan upaya untuk memenuhi hak suami, sebagaiman yang Rosulullah SAW jelasakan :
Lantas, pada pengertian diatas jelas membutuhkan subyek dan obyeknya. Maka disandingkan dengan kata kewajiban dan hak tersebut,dengan kata suami dan istri, memperjelas bahwa kewajiban suami adalah sesuatu yang harus suami laksanakan dan penuhi untuk istrinya. Sedangkan kewajiban istri adalah sesuatu yang harus istri laksanan dan lakukan untuk suaminya. Begitu juga dengan pengertian hak suami adalah,sesuatu yang harus diterima suami dari isterinya. Sedangkan hak isteri adalah sesuatu yang harus diterima isteri dari suaminya. Dengan demikian kewajiban yang dilakukan oleh suami merupakan upaya untuk memenuhi hak isteri. Demikian juga kewajiban yang dilakukan istri merupakan upaya untuk memenuhi hak suami, sebagaiman yang Rosulullah SAW jelasakan :
اﻻ إن ﻟﮝﻢ ﻋﻠﻰ ﻧﺴﺎﺋﮝﻢ ﺣﻗﺎ
ﻮﻟﻨﺴﺎﺋﮝﻢﻋﻠﻴﮑﻢ ﺣﻗﺎ
: ‘’ Ketahuilah
sesungguhnya kalian mempunyai hak yang harus (wajib) ditunaikan oleh istri kalian,dan
kalian pun memiliki hak yang harus (wajib) kalian tunaikan". (Hasan: Shahih ibnu Majah no.1501.Tirmidzi II:315 no:1173 dan
ibnu Majah I:594 no:1851.[1]
B. Macam-Macam Hak dan Kewajiban Suami dan Istri
1. Hak Bersama
yang Dimiliki Suami-Istri
Berikut ini merupakan hak-hak bersama yang dimiliki
oleh suami-istri.
a.
Adanya
kehalalan untuk melakukan hubungan suami-istri dan menikmati pasangan.
Kehalalan ini dimiliki bersama oleh keduanya. Halal bagi sang suami untuk
menikmati dari istrinya apa yang halal dinikmati oleh sang istri dari suaminya.
Kenikmatan ini merupakan hak suami-istri dan tidak didapatkan, kecuali dengan
peran serta dari keduanya.
b.
Adanya
keharaman ikatan perbesanan. Maksud dari itu, sang istri haram bagi ayah dari
sang suami, kakek-kakeknya, anak-anak laki-lakinya, serta anak-anak laki-laki
dari anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuannya, sebagaimana sang suami
haram bagi ibu dari sang istri, nenek-neneknya, serta anak-anak perempuan dari
anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuannya.
c.
Tetapnya
pewarisan antar keduanya setelah akad terlaksana. Apabila salah seorang dari
keduanya meninggal setelah akad terlaksana, maka pasangannya menjadi pewaris
baginya, meski mereka belum melakukan percampuran.
d.
Tetapnya
nasab anak dari suami yang sah.
e.
Pergaulan
suami istri dilakukan dengan cara yang patut agar keduanya diliputi oleh
keharmonisan dan dinaungi oleh kedamaian.[2]
2. Hak Suami
Atas Istri
Hak istri
atas suami berarti kewajiban yang wajib ditunaikan oleh istri kepada suaminya,
dengan sebab itu Allah SWT telah memberikan janji dan harapan yang sangat indah
dan mulia sebagai balasan daripada-Nya. Inilah di antara kewajiban-kewajiban
tersebut.
a.
Taat Kepada
Suami
Istri
diwajibkan taat kepada suaminya dalam hal-hal yang tidak berupa
kedurhakaan(maksiat) terhadap Allah dan Rasul-Nya, karena keridhaaan Allah ada
pada keridhaan suami dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaanya. Istri hendaklah
tidak berbuat sesuatu yang dapat menimbulkan kebencian suaminya, tidak bermuka
masam, tidak menampakkan seolah-seolah tidak menyukainya serta ikhlas dan jujur
lahir-batin.
Kewajiban
taat kepada suami merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya, dan kewajiban ini
merupakan kewajiban yang besar dan utama di antara kewajiban-kewajiban yang
lain. Sebagaimana telah disebutkan dalam sebuah hadits Rasulullah SAW, beliau
bersabda,
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ
لأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ
لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحَقِّ
“Seandainya
aku memerintahkan seseorang untuk sujud pada yang lain, maka tentu aku akan
memerintah para wanita untuk sujud pada suaminya karena Allah telah menjadikan
begitu besarnya hak suami yang menjadi kewajiban istri.[3]
b.
Memenuhi
Ajakan Suami
Apabila si
suami mengajak istrinya tidur (yakni di ajak bersetubuh) janganlah dilambatkan
atau menolak kecuali jika ada keuzuran syar’i; seperti haidh, nifas, sakit atau
sedang berpuasa fardhu (puasa ramadhan). Hendaklah diketahui bahwa wajib taat
kepada suami hanya pada soal-soal yang bersifat kebajikan. Dalam hal-hal yang
bersifat kedurhakaan terhadap Allah SWT tidak ada manusia yang wajib ditaati.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ
إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى
تُصْبِحَ
“Jika seorang
pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan memenuhinya, maka
malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh” (HR. Bukhari no. 5193 dan Muslim
no. 1436).
c.
Tidak
Berpuasa Sunnah Kecuali dengan Izin Suami
Hendaknya
istri tidak berpuasa sunnah kecuali dengan izin suaminya, bila suaminya berada
di sisinya. Sebab ada kemungkinan suami memerlukan layanan di siang hari.
Terdapat sebuah hadits Nabi yang menerangkan, bahwa syethan bisa menyerupai
perempuan. Jika ada lelaki yang melihat perempuan di jalan dan membangkitkan
syahwatnya, hendaklah segera pulang ke rumah untuk memenuhi keperluannya, sebab
apa yang ada pada istrinya sama dengan apa yang ada pada perempuan yang
menggiurkannya itu. Rasulullah bersabda, yang artinya “ sesungguhnya wanita itu (bila) menghadap berupa syetan, dan bila
membelakangi juga nampak seperti syetan. Jika seseorang di antaramu tertarik
dengan (kecantikan) seorang wanita, hendaklah ia datangi istrinya, agar nafsu
birahinya dapat tersalur”.
Adapun dalil
yang menyatakan bahwa seorang istri tidak perkenankan berpuasa sunnah melainkan
atas izin suaminya adalah sabda Rasulullah berikut:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا
شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidaklah
halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sedangkan suaminya ada (tidak
bepergian) kecuali dengan izin suaminya.” (HR. Bukhari no. 5195 dan
Muslim no. 1026)[4]
d. Berdiam di Rumah dan Tidaklah Keluar Kecuali Dengan Izin Suami
Seorang istri tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali
dengan izin suaminya. Baik si istri keluar untuk mengunjungi kedua orangtuanya
ataupun untuk kebutuhan yang lain, sampaipun untuk keperluan shalat di masjid.
Sebagaimana
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Ahzab-33:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (QS. Al Ahzab: 33).
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak halal bagi seorang istri keluar dari rumah
kecuali dengan izin suaminya.” Beliau juga berkata, “Bila si istri keluar rumah
suami tanpa izinnya berarti ia telah berbuat nusyuz (pembangkangan), bermaksiat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, serta pantas
mendapatkan siksa.” (Majmu’ Al-Fatawa, 32: 281)
e. Menjaga Harta Benda Suami
Seorang
istri hendaklah menjaga baik-baik harta milik suaminya, menggunakannya dengan
hati-hati dan tidak melakukan pemborosan atau pembaziran. Jangan memberikannya
kepada orang lain, walau sedikit, sebelum mendapat izin suaminya. Janganlah
memberi makanan kepada sanak-saudaranya atau kepada orang yang memintanya kecuali
jika ia yakin bahwa suaminya akan rela dan tidak keberatan. Sebagaimana
Rasulullah Besabda yang artinya:
“ Hak suami atas istrinya ialah, tidak boleh
menolak permintaannya terhadap dirinya meskipun ia di atas kendaraan, tidak
boleh puasa sunnah walaupun sehari kecuali denagn izin suaminya, dan jika ia
melanggar maka berdosa dan tidak diterima amalnya. Dan tidak boleh memberi
sesuatu dari rumah suaminya kecuali izinnya, maka jika ia berbuat itu maka
pahalanya untuk suaminya dan dosanya tetap pada istrinya. Dan tidak boleh
keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya, maka jika melanggar dikutuk
oleh Allah dan Malaikat, sehingga ia bertobat atau kembali meskipun suaminya
zhalim.”
f. Menjaga Kehormatan Dirinya
Istri harus
dapat menjaga kehormatan dirinya dan kehormatan anak-anak perempuannya.
Janganlah memebenarkan orang lain masuk ke dalam rumahnya kecuali dengan izin
suaminya. Harus dijaga baik-baik supaya tidak ada laki-laki lain yang menginjak
lantai kamarnya (yakni jangan ada laki-laki yang memasuki kamar suaminya),
selain ia (suaminya) sendiri. Janganlah menerima laki-laki yang bukan mahramnya
kecuali jika terpaksa (darurat) dan itu pun hendaklah mendapat izin suaminya
dan hendaklah dilakukan dengan batas-batas tertentu.
g. Wajib Mengatur Urusan Rumah Tangga
Seorang
istri berkewajiban mengatur urusan rumah tangga dan mengasuh serta memelihara
anak-anak, karena kewajiban itu sudah menjadi tugasnya. Demikian ketetapan
Rasulullah SAW kepada putri beliau sendiri, Fatimah Az-Zahraa ra,
Pada suatu
hari Fatimah ra menemui ayahnya mengeluh tapak tangannya menebal karena banyak
bekerja di rumah dan sering memutar penggiling gandum. Ia meminta ayahnya
mencarikan seorang pembantu rumah untuknya. Atas permintaan putrinya itu
Rasulullah SAW menjawab, “Maukah engkau kutunjukkan sesuatu yang lebih baik
bagimu dari pada seorang pembantu? Pada saat engkau hendak tidur bertasbihlah
tiga pulu kali, bertahmid tiga puluh kali dan bertakbir tiga puluh empat kali.
Itulah yang lebih baik bagimu daripada seorang pembantu. Rasulullah telah
mengatakan kepada putrinya bahwa wanita wajib bekerja mengurus rumah tangga
suaminya, padahal putri baginda itu adalah seorang wanita yang termulia di
dunia.
h. Wajib Berdandan dan Berhias Diri Hanya Untuk Suaminya
Seorang
istri wajib berdandan dan berhias diri bagi suaminya dengan cara-cara yang di
halalkan Allah. Hal itu penting diberi perhatian agar suaminya tidak melihat
kepada perempuan lain. Janganlah menjadi istri yang bila di rumah memakai
pakaian serba rapat tetapi keluar rumah ia memperlihatkan bagian-bagian badanya
untuk menarik perhatian orang lain.
i.
Bersikap
Lemah Lembut dan Halus Hanya Untuk Suami
Kelembutan
dan kehalusan seorang istri hanyalah bagi suaminya. Karena itu, jika istri
memilki sesuatu yang mendesak dalam keperluannya berbicara dengan lelaki lain
bukan mahramnya, hendaklah ia selalu ingat akan adab dan peraturan yang di
ajarkan Al-Qur’an terdapat dalan surat An-Nur ayat 31.
3.
Hak Istri Atas Suami
a. Suami wajib memberi nafkah
b. Wajib menyediakan rumah dan menempatkan keluarga di
lingkungan yang baik.
c. Wajib menyelesaikan mahar yang dijanjikan
d. Wajib melayani dan mempergauli istrinya dengan baik
e. Wajib melindungi istri-istri dari segala perkara yang
membahayakannya
f. Wajib mengajarkan ilmu agama kepada istrinya
g. Wajib melayani keperluan batin istrinya[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam ajaran Islam, suami dan istri
mempunyai hak dan kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah SWT di dalam kitab
suci-Nya Alquranul Karim dan telah
diterangkan secara terperinci oleh Rasulullah SAW di dalam sunnahnya. Apabila
hak dan kewajiban ini dilakukan sepenuhnya Insya Allah tercapailah apa yang
menjadi impian dan harapan yaitu baiti
jannati atau rumahku surgaku. Dari keluarga inilah akan lahir keturunan
yang shalih dan shalihah, berguna bagi dirinya sendiri dan bagi umatnya.
Pelaksanaan kewajiban dan penunaian
tanggung jawaboleh masing-masing suami-istri merupakan sesuatu yang dapat
mewujudkan kedamaian dan ketenangan jiwa. Dari itu kebahagiaan suami- istri
akan tercipta.
B. Saran
Kami sebagai
pemakalah menyarankan kepada pembaca agar mencari sumber dan referensi lagi
agar pembaca dapat pengetahuan dan wawasan yang lebih luas lagi, karna yang
kami tulis jauh dari yang terbaik dan banyak kekurangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Azhar Basyir, 2007, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press.
Sabiq, Sayyid. 2007, Fiqh
Sunnah, Jakarta : Pena Pundi Aksara.
Jibriel, Abu Muhammad, 2006, Karakteristik Wanita Shalihah, Jawa
Barat: Ar-Rahmah Media.
[3] Abu
Muhammad Jibriel Abdul Rahman, Karakteristik Wanita Shalihah, (Jawa Barat: Ar-Rahmah Media,2006), cet 1, hlm.
251.
0 comments:
Post a Comment