Monday, October 15, 2018

Memaafkan Kesalahan Orang Lain

0 comments
PENDAHULUAN

Sebagai umat manusia tentunya sangat tidak bisa untuk menghindari perbuatan yang salah yang membuat orang lain terluka. Memang tidak enak sekali jika seseorang telah melakukan suatu kesalahan, terlebih lagi tidak meminta maaf. Namun terkadang juga banyak orang yang sudah meminta maaf kepada seseorang namun tidak bisa dimaafkan.  Atau terkadang orang yang dimintain maaf telah memaafkan, namun orang tersebut dalam hati tidak ikhlas, sehingga apa sih arti sebuah kata maaf jika tidak dilandasi keihklasan. Akibatnya tentunya adalah maaf itu akan hampa bagai tak terucap.
Apapun jenis tingkat kesalahannya pada hakekatnya jika seseorang yang melakukan kesalahan tersebut sudah berniat dengan ikhlas dan tulus untuk meminta maaf dan berjanji untuk tidak melakukannya, maka hendaknya dimaafkan. Karena sesungguhnya tidak ada keselahan di dunia ini yang tidak bisa dimaafkan jika benar-benar disesali dan berjanji tidak akan mengulanginya kembali.
Namun begitulah manusia, sebagian besar masih mengutamakan emosi dibandingkan hati nurani dalam setiap mengambil keputusan, termasuk dalam hal meminta maaf dan memaafkan.  Hendaknya benar-benar kita tanamkan kepada diri kita bahwa tidak ada di seluruh dunia ini yang terlepas dari kesalahan. Oleh karena itu sekali lagi, sudah sewajarnya kita memberikan kata maaf dengan ikhlas untuk orang-orang yang meminta maaf dengan tulus dan ikhlas pula.









PEMBAHASAN
A.      Hadis Yang Berkaitan Dengan Afwan
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ، يَلْتَقِيَانِ فَيَصُدُّ هَذَا وَيَصُدُّ هَذَا، وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ
 “Dari Abiy Ayûb al-Anshâriy, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ‘bersabda; “Tidak halal seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga malam diamana keduanya bertemu lalu yang ini berpaling dan yang itu berpaling. Yang terbaik di antara keduanya ialah orang yang memulai mengucapkan salam. ”(HR. Muslim, Hadits No. 2560).

Dari hadis di atas Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk meng-hajr (mendiamkan) saudaranya lebih daripada 3 hari. Para ulama menjelaskan bahwa yang di maksud dengan hajr ini (yaitu: memboikot saudaranya, tidak menyalami saudaranya, menjauh dari saudaranya, berpaling tatkala bertemu), berkaitan dengan perkara dunia.
Dan ada sebagian yang mengartikan hajr ini sama dengan Lâ tadâbaru” yang dalam terjemahanya diartikan “Jangan saling menjauhi”. Kata “Lâ tadâbaru” tersebut bisa diartikan, “al mu’âdâh (saling bermusuhan) dan “al-muqâtha’ah (saling memutuskan tali persaudaraan) ataupun saling membelakangi dan “al-Muhâjarah (saling mendiamkan). Maksudnya, hadits-hadits yang menjelaskan ketidakhalalan mendiamkan saudara melebihi tiga hari sebenarnya adalah contoh dari makna “lâ tadâbaru”, seperti dalam hadis Rasullullah SAW. لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا (Janganlah kalian saling mendengki, saling menipu, saling membenci, saling menjauhi) Atau dengan kata lain, ketidakhalalan mendiamkan saudara melebihi tiga hari masuk dalam otoritas larangan yang terdapat dalam redaksi “lâ tadâbaru” tersebut. Lebih mudahnya jika di ilustrasikan kedalam bentuk pertanyaan: mengapa mendiamkan saudara kita lebih dari tiga hari tidak di halalkan (tidak diperbolehkan) karena perbuatan tersebut termasuk tindakan tadâbur yang secara eksplisit telah di larang dalam hadits, tepatnya pada redaksi “lâ tadâbaru”  tersebut. Artinya kita dilarang mendiamkan, tidak saling menyapa atau tidak saling berbicara dengan saudara selama tiga hari karena suatu masalah atau komplit antara kita dengannya, jadi dalam hadis ini kita hanya di bolehkan untuk mendiamkan saudara kita selama tiga hari setelah tiga kita di wajibkan untuk saling memaafkan dan saling mengucapakan salam, dan tentu alangkah baiknya kita tidak saling mendiamkan saudara kita.
Dalam bahasa Arab, maaf diungkapkan dengan kata al-afwu. Kata al-afwu, berarti terhapus atau menghapus. Jadi, memaafkan mengandung pengertian menghapus luka atau bekas-bekas luka yang terdapat dalam hati. Dengan memaafkan kesalahan orang lain berarti berhubungan antara mereka yang bermasalah kembali baik dan harmonis karena luka yang ada di dalam hati mereka, terutama yang memaafkan, telah sembuh. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “maaf” memiliki tiga arti, arti yang pertama yaitu “pembebasan seseorang dari hukuman (tuntutan, denda, dsb) karena suatu kesalahan”, arti yang kedua yaitu “ungkapan permintaan ampun atau penyesalan” serta arti yang ketiga yaitu “ungkapan permintaan izin untuk melakukan sesuatu”. Dari ketiga arti tersebut, kita biasanya mengetahui arti maaf sebagai arti yang kedua, yaitu ungkapan permintaan ampun atau penyesalan.
Islam mendorong Muslim untuk memiliki sikap pemaaf. Sifat ini muncul karena keimanan, ketakwaan, pengetahuan dan wawasan mendalam seorang Muslim tentang Islam. Seorang Muslim menyadari bahwa sikap pemaaf menguntungkan, terutama mebuat hati lapang dan tidak dendam terhadap orang yang berbuat salah kepadanya, sehingga jiwanya menjadi tenang dan tentram. Apabila ia bukan pemaaf, tentu akan menjadi orang pendendam. Dendam yang tidak terbalas menjadi beban bagi dirinya. Ini penyakit berbahaya karena selalu membawa kegelisahan dan tekanan negatif bagi orang yang bersangkutan. Hanya orang-orang bodoh yang tidak memiliki sikap pemaaf. Allah Subhanahu wa Ta-ala berfirman, "Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang baik, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh."  (Q.S. al-A’raf : 199)
Sikap pemaaf yang menjadi tradisi Muslim jauh lebih baik dari sedekah yang diberikan dengan diiringi oleh ucapan atau  sikap yang menyakitkan bagi orang yang menerimanya. Allah Subhanahu wa  Ta-ala berfirman, "Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Mahakaya lagi Maha Penyatun."  (Q.S. al-Baqarah : 263).
Suka memberi maaf kepada orang yang berbuat salah merupakan ciri orang bertakwa. Orang yang demikian akan memaafkan orang yang berbuat salah kepadanya, meskipun yang bersalah tidak pernah minta maaf kepadanya.
B.       Keutamaan Saling Memaafkan
Seorang Muslim bukan hanya dituntut untuk meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya tetapi juga memberikan maaf. Ia juga diperintahkan berbuat baik kepada yang pernah berbuat salah kepadanya. Mereka yang mampu berbuat demikian mendapat kedudukan tinggi, pujian dan pahala yang baik. Dengan demikian ada beberapa keutamaan dari saling memaafkan, sebagai berikut : Pertama, dapat menyelesaikan perselisihan atau perseteruan. Perselisihan atau perseteruan mungkin timbul lantaran ada pihak yang melakukan perbuatan aniaya dan pihak lain merasa teraniaya. Jika pihak yang bersalah tidak mau meminta maaf, dan pihak yang merasa teraniaya juga enggan memaafkannya, maka perselisihan tersebut akan sulit diselesaikan. Tetapi dengan adanya sifat pemaaf niscaya perselisihan dan perseteruan tersebut dapat didamaikan.
Kedua, dapat menghilangkan rasa benci, dengki dan dendam. Benci, dengki dan dendam mungkin timbul karena suatu perseteruan yang belum bisa diselesaikan, lalu mendorong pihak-pihak yang berseteru untuk melakukan balas dendam, mencederai dan menghancurkan pihak lawan. Jika masing-masing pihak berlapangdada serta dengan tulus mau berdamai dan saling memaafkan, insya Allah rasa benci, dendam dan dengki tersebut akan bisa dihilangkan.
Ketiga, dapat menyambung silaturrahim yang telah putus. Dua orang bersaudara atau bertetangga, bisa jadi terganggu komunikasinya sehingga bertahun-tahun tidak saling bertegur-sapa. Padahal, pemicunya mungkin sepele, katakanlah gara-gara masalah anak. Namun karena keduanya merasa berada di pihak yang benar dan tidak ada yang mau mengalah, akibatnya silaturrahim antara keduanya menjadi terputus.
Keempat, dapat memperkokoh ukhuwah Islamiyah (persatuan dan kesatuan umat). Di dalam kehidupan umat Islam banyak terjadi perbedaan faham dan pendapat, baik di bidang fikih maupun bidang-bidang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut kadang sampai menimbulkan konflik dan benturan yang cukup keras. Maka, bila setiap Muslim bersikap pemaaf terhadap saudaranya, berlapang dada dan saling menghormati pendapat yang berbeda tersebut, insya Allah persatuan dan kesatuan umat akan bisa diperkokoh.
Kelima, pemaaf itu dapat menghilangkan rasa permusuhan dan memperbanyak teman. Islam melarang permusuhan antar sesama. Sebaliknya, Islam sangat menganjurkan membangun persahabatan sebanyak mungkin. Untuk itulah Islam menganjurkan sifat pemaaf dan ketulusan hati kepada para pemeluknya, karena sifat pemaaf yang tulus itu akan menghilangkan sifat benci dan dendam, menghilangkan rasa permusuhan dan mempersubur persahabatan.
Keenam, melahirkan sifat tawadu', menghilangkan sifat sombong dan angkuh. Sifat sombong dan angkuh dapat timbul pada diri seseorang, karena ia merasa lebih dari yang lain, paling baik, paling benar dan paling mampu dalam segala hal. Sifat-sifat ini sering membuat orang enggan meminta maaf, karena ia merasa tidak pernah bersalah, sehingga ia gengsi untuk meminta maaf, bahkan meminta maaf dianggapnya identik dengan kerendahan diri.
Ketujuh, dapat menghapus dosa dan memudahkan jalan ke surga. Allah tidak akan mengampuni dosa seseorang dan tidak akan memasukkannya ke surga sebelum orang tersebut terlebih dulu menyelesaikan urusannya di dunia, sangkut pautnya dengan orang lain sehingga mereka berdamai dan saling memaafkan.
Kedelapan, menjadikan hati tenang-tenteram. Dosa adalah sesuatu yang membuat pelakunya gelisah, tidak tenang. Apalagi kalau dia telah menyadari betul bahwa perbuatannya itu tidak benar, maka bisa dipastikan, maka hidupnya tidak akan pernah merasa tenang, setiap hari dihantui oleh rasa bersalah atau berdosa. Jika dia telah meminta maaf, dan kesalahannya dimaafkan oleh orang lain, barulah hatinya akan tenang.
Kesembilan, sifat pemaaf itu akan melahirkan pemaaf juga. Ada orang yang ingin semua kesalahannya dimaafkan oleh orang lain, sementara dia sendiri enggan memaafkan kesalahan orang lain. Tentu orang lain akan sulit menerima hal itu. Jika kesalahan kita ingin dimaafkan oleh orang lain, maka terlebih dahulu maafkanlah kesalahan-kesalahan orang lain, niscaya orang lain akan memaafkan kesalahan kita.
C.      Cara Untuk Memaafkan Kesalahan Orang Lain
Memaafkan kesalahan seseorang adalah tanda orang yang bertakwa. Wajib memberi maaf jika telah diminta dan lebih baik lagi memaafkan meskipun tidak diminta. Jika kita mengalami kesulitan untuk memaafkan saudara kita lantaran kesalahan yang mereka lakukan  terhadapkan kita, yang membuat kiata sulit untuk memaafkannya, dengan beberapa cara di bawah ini kita dapat untuk memaafkan kesalahan orang lain terhadap kita, sebagai berikut :
1.      Terima apa yang telah dilakukannya dan akui bahwa kita tidak dapat mengendalikan hal itu. Akan tetapi, kita dapat mengendalikan cara diri kita bereaksi.
2.      Akui kekurangan diri sendiri dan kemungkinan menyakiti orang lain untuk membantu menerima kesalahan dan melepaskan kebencian. Semua pernah membuat kesalahan, dan mengakui kesalahan akan membantu kita memahami kesalahan orang yang menyakiti perasaan kita.
3.      Menghilangkan kebencian bukanlah upaya yang akan berhasil dalam semalam, tetapi semakin cepat kita berusaha, hal itu akan semakin menjadi prioritas. Daripada gelisah, berfokuslah ke masa depan.
Sifat ‘tak kenal maaf’ atau ‘tiada maaf bagimu’ adalah sifat syaitan. Ia akan membawa keretakan dan kerusakan dalam pergaulan bermasyarakat. Masyarakat aman damai akan terwujud jika anggota masyarakat itu memiliki sikap pemaaf dan mengerti bahwa manusia tidak terlepas dari pada salah dan alpa.
Imam Al-Ghazali memberi tiga panduan bagi memadamkan api kemarahan dan melahirkan sifat pemaaf. Apabila marah hendaklah mengucap “A’uzubillahiminassyaitanirrajim” (aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk). Apabila marah itu muncul ketika berdiri, maka hendaklah segera duduk, jika duduk hendaklah segera berbaring.  Orang yang sedang marah, sunat baginya mengambil wuduk dengan air yang dingin. Hal ini kerana kemarahan itu berpunca dari pada api, manakala api itu tidak bisa dipadamkan melainkan dengan air.







KEPUSTAKAAN

Martin, A.D. Emotional Quality Management: Refleksi, Revisi dan Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi. Jakarta: Penerbit Arga, 2003.
https://umayaika.wordpress.com/2012/05/01/larangan-saling-mendiamkan-melebihi-tiga-hari-klarifikasi-status-tiga-hari/
https://saputra51.wordpress.com/2012/02/24/memaafkan-itu-indah/

0 comments:

Post a Comment

Translate

Sponsor

 
Dosen Blogger © 2018