Saturday, October 6, 2018

JUAL BELI DAN RIBA

0 comments
MAKALAH
tentang
JUAL BELI DAN RIBA


Disusun Oleh:
Kelompok XI
Yulia Fitri Yanti        : 1515030030
Fani Ledyka Ananta : 1515030031
Randa Alamsah         : 1515030040
Fauzan                       : 1515030046

Dosen Pengampu:
Johari Jamal, S.Thi., M.Ag.




JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
1439 H/2018 M










BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah mahluk yang tidak dapat hidup sendiri yakni membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satunya yaitu dalam bermuamalah. Mu’amalah sesama manusia senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan sesuai kemajuan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu aturan Allah yang terdapat dalam al-Qur’an tidak mungkin menjangkau seluruh segi pergaulan yang berubah itu. Itulah sebabnya ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan hal ini hanya bersifat prinsip dalam mu’amalat dan dalam bentuk umum yang mengatur secara garis besar. Aturan yang lebih khusus datang dari Nabi. Hubungan manusia satu dengan manusia berkaitan dengan harta diatur agama islam salah satunya dalam jual beli.
Jual beli yang didalamnya terdapat aturan-aturan yang seharusnya kita mengerti dan kita pahami. Jual beli seperti apakah yang dibenarkan oleh syara’ dan jual beli manakah yang tidak diperbolehkan. Jangan sampai kita terjerumus kedalam jurang riba.
Oleh karena itu, pada makalah ini penulis akan membahas mengenai jual beli dan riba yang terdapat dalam Qs. Al-Baqarah [2]: 275-280.





BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli dan Riba
Secara bahasa jual beli berasal dari kata bai’ yang berarti pertukaran secara mutlak. Jual beli dalam syariat Islam adalah pertukaran harta dengan harta dengan saling meridhoi, atau pemindahan kepemilikan dengan penukar dalam bentuk yang diizinkan.[1]
Sedangkan riba menurut bahasa memiliki beberapa pengertian, yaitu:
1.         Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.
2.         Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.
3.         Berlebihan.
Riba secara istilah menurut Al-Mali adalah akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya.
Syeikh Muhammad Abduh berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba adalah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada uang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.[2]


        B.  Ayat tentang Jual Beli dan Riba
šالَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ  ﴿البقرة:٢٧٥﴾ يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ  ﴿البقرة:٢٧٦﴾ إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ  ﴿البقرة:٢٧٧﴾ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ    ﴿البقرة:٢٧٨﴾ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ   ﴿البقرة:٢٧٩﴾ وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ   ﴿البقرة:٢٨۰﴾  
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
276. Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
280. dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.(QS. Al-Baqarah [2]: 275-280)

   C.  Tafsiran Ayat tentang Jual Beli dan Riba
1.      Tafsiran Qs. Al-Baqarah [2]: 275
Cara perolehan harta yang dilarang oleh ayat ini adalah riba. Riba adalah mengambil kelebihan atas modal dari yang butuh dengan mengeksploitasi kebutuhannya. Para pemakan riba itulah yang dikecam oleh ayat ini.
Sebenarnya,persoalan riba telah dibicarakan al-Qur’an sebelum ayat ini. Kata riba ditemukan dalam empat surah, yaitu al-Baqarah, Ali Imran, an-Nisa’, dan ar-Rum. Dan surat al-Baqarah ayat 275-280 inilah yang dinilai sebagai ayat hukum terakhir dan ayat terakhir yang diterima oleh Rasulullah Saw. Karena ayat ini telah didahului oleh ayat-ayat lain yang berbicara tentang riba, tidak heran jika kandungannya bukan saja melarang praktik riba, tetapi juga sangat mencela pelakunya, bahkan mengancam mereka.
Orang-orang yang makan, yakni bertransaksi dengan riba, baik dalam bentuk memberi ataupun mengambil, tidak dapat berdiri, yakni melakukan aktivitas, melainkan seperti berdirinya orang yang dibingungkan oleh setan sehingga ia tak tahu arah disebabkan oleh sentuhan (nya).
Mereka yang melakukan praktik riba, hidup dalam situasi gelisah, tidak tentram, selalu bingung, dan berada dalam ketidakpastian disebabkan fikiran mereka yang tertuju kepada materi dan penambahannya.
Ayat ini juga menyampaikan ucapan kaum musyrikin yang menyatakan, “ jual beli tidak lain kecuali sama dengan riba.” Dari segi redaksi, ucapan mereka saja sudah menunjukkan bagaimana kerancuan berfikir dan berucap. “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Antara keduanya memiliki substansi yang sangat berbeda. Jual beli adalah transaksi yang menguntungkan kedua belah pihak, sedangkan riba merugikan salah satu pihak.
Betapapun, Allah telah mengharamkan riba dan memberikan sekian banyak peringatan sebelum ini. “Maka, barang siapa yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya, lalu berhenti (dari praktik riba)....”
Kata dari Tuhannya memberikan kesan bahwa yang dinasehatkan itu pastilah benar dan bermanfaat  sehingga seorang mukmin yang benar-benar percaya kepada-Nya pasti akan mengindahkan peringatan itu.
Yang memperkenankan peringatan Allah lalu berhenti melakukan praktik riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu sebelum datang larangan, dan urusannya kembali kepada Allah. Mereka yang terlanjur melaukan praktik riba pada masa-masa lalu, hasil yang diperolehna dari praktik itu tidak harus dibuang. Pasti ada rencana mereka untuk menggunakannya. Ayat ini membolehkan menggunakan hasil yang telah mereka peroleh, tetapi itu adalah yang terakhir. Buku riba harus ditutup, praktik-praktiknya sejak turunnya ayat ini harus dihentikan.
Adapun yang kembali bertransaksi riba setelah peringatan itu datang, maka orang itu adalah penghuni-penhuni neraka, mereka kekal di dalamnya.[3]
2.      Tafsiran Qs. al-Baqarah [2]:276
Kata yamhaq yang diterjemahkan dengan memusnahkan, dipahami oleh pakar-pakar bahasa dalam arti mengurangi sedikit demi sedikit hingga habis.
Penganiayaan yang ditimbulkan karena praktik riba menimbulkan kedengkian dikalangan masyarakat, khususnya kaum lemah. Kedengkian tersebut sedikit demi sedikit bertambah sehingga pada akhirnya menimbulkan bencana yang membinasakan. Jangan menduga bahwa kebinasaan dan keburukan  riba hanya tercermin pada praktik-praktik amoral yang dilakukan oleh para lintah darat, tetapi kebinasaan itu juga menimpa bidang ekonomi pada tingkat individu dan masyarakat. Demikianlah Allah memusnahkan riba sedikit demi sedikit, tidak terasa oleh pelakunya, kecuali setelah nasi menjadi bubur.
Lawan riba adalah sedekah, tidak heran jika Allah menyuburkan sedekah. Penyuburan disini bukan hanya dari sisi spiritual atau kejiwaan saja, tetapi juga dari segi material. Betapa tidak, seseorang yang bersedekah tulus akan merasakan kelezatan dan kenikmatan membantu, dan ini melahirkan ketenangan dan ketentraman jiwa yang dapat mendorongnya untuk lebih berkonsentrasi dalam usahanya. Disisi lain, penerima sedekah dan infak, dengan bantuan yang diterimanya akan mampu mendorong terciptanya daya beli dan penambahan produksi. Itu sedikit dari fungsi sedekah dan infak dalam pengembangan harta.
Allah tidak menyukai, yakni tidak mencurahkan rahmat, kepada setiap orang yang berulang-ulang melakukan kekufuran dan selalu berbuat banyak dosa.
Ayat ini sekali lagi mengisyaratkan kekufuran orang-orang ynag mempraktikkan riba, bahkan kekufuran berganda sebagaimana dipahami dengan penggunaan kata kaffar bukan kafir. Kekufuran berganda ituadalah sekali ketika mereka mempersamakan riba dengan jual beli sambil menolak ketetapan Allah, dikali kedua ketika mempraktikkan riba, dan kali ketiga ketika tidak mensyukuri nikmat kelebihan yang mereka miliki, bahkan menggunakannya untuk menindas dan menganiaya. Orang yang melakukan selalu berbuat banyak dosa arena penganiayaan yang dilakukannya bukan hanya menimpa satu orang, tetapi menimpa banyak orang.[4]
3.      Tafsiran Qs.al-Baqarah [2]:277
Dalam ayat ini dikemukakan janji bagi mereka yang beriman dan baramal saleh serta melaksanakan shalat secara beresinambungan dan menunaikan zakat dengan sempurna.
Ganjaran buat mereka (terpelihara) dari sisi Tuhan mereka, jika demikian, ganjaran tersebut tidak akan hilang atau berkurang, bahkan akan terpelihara dan bertambah. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, kapan dan dari siapa pun, karena mereka berada dalam lindungan Allah, dan tidak pula mereka bersedih hati menyangkut apapun karena apa yang mereka peroleh jauh lebih baik dari apa yang bisa jadi hilang.[5]
4.      Tafsiran Qs.al-Baqarah [2]:278
Ayat ini mengundang orang-orang yang beriman yang selama ini masih memiliki keteraitan dengan praktik riba agar segera meninggalkannya sambil mengancam mereka yang enggan.
Bertaqwalah kepada Allah, yakni hindarilah siksa Allah atau hindari jatuhnya sanksi dari Allah, antara lain dengan menghindari praktik riba, bahkan meninggalkan sisa-sisanya.
Tinggalkan sisa riba, yakni yang belum dipungut. Ayat ini melarang mengambil sisa riba yang belum dipungut dan membolehkan mengambil modalnya saja. Ini jika kamu beriman. Penutup ayat ini mengisyaratkan bahwa riba tidak menyatu dengan iman dalam diri seseorang. Jiika seseorang melakukan praktik riba, itu bermana ia tidak percaya kepad Allah dan janji-janji-Nya. Dan, bila demikian, perang tidak dapat dielakkan.[6]
5.      Tafsiran Qs.al-Baqarah [2]:279
Jika kamu tidak melaksanakan apa yang diperintahkan ini sehingga kamu memungut sisa riba yang belum kamu pungut, maka ketahuilah akan terjadi perang dahsyat dari Allah dan Rasul-Nya. Kata dahsyat dipahami dari bentuk nakirah, pada kata harb. Sulit dibayangkan betapa dahsyatnya perang itu. Perang yang dimasud tidak harus dalam bentu mengangkat senjata, tetapi segala upaya untuk memberantas dan menghentikan praktik riba.
Jika kamu bertaubat, yakni tidak lagi melakukan transaksi riba dan melaksanakan tuntunan ilahi ini dengan tidak mengambil sisa riba yang belum diambil, perang tidak akan berlanjut, bahkan kamu boleh mengambil kembali pokok hartamu dari mereka. Dengan demikian, kamu tidak menganiaya mereka dengan membebani mereka pembayaran hutang yang melebihi apa yang mereka terima, dan tidak pula dianiaya oleh mereka karena mereka harus membayar penuh sebesar jumlah hutang yang mereka terima.[7]
6.      Tafsiran Qs.al-Baqarah [2]:280
Apabila ada seseorang dalam situasi sulit, atau akan terjerumus dalam kesulitan bila membayar  utangnya, tangguhkan penagihan sampai dia lapang. Jangan menagihya jika kamu mengetahui dia sempit, apalagi memaksana membayar dengan sesuatu ang amat dibutuhkan.[8]

D.    Macam-macam Jual Beli dan Riba
1.      Macam-macam jual beli
a.       Menjual barang yang bisa dilihat: Hukumnya boleh/sah jika barang yang dijual suci, bermanfaat dan memenuhi rukun jual beli.
b.      Menjual barang yang disifati (memesan barang): Hukumnya boleh/sah jika barang yang dijual sesuai dengan sifatnya (sesuai promo).
c.       Menjual barang yang tidak kelihatan: Hukumnya tidak boleh/tidak sah. Boleh/sah menjual sesuatu yang suci dan bermanfaat dan tidak diperbolehkan/tidak sah menjual sesuatu yang najis dan tidak bermanfaat.[9]
2.      Macam-macam riba
Riba terdiri dari dua macam, yaitu:
a.    Riba nasi’ah, yaitu tambahan yang disyaratkan dan diambil oleh kreditor dari debitor sebagai kompensasi penangguhan.[10] Atau dapat juga dikatakan riba yang pembayarannya atau penukarannya berlipat ganda karena waktunya diundur.[11] Riba jenis ini diharamkan berdasarkan al-Qur’an, as-sunnah, dan ijma’ para imam.
b.    Riba fadhl, yaitu jual beli uang dengan uang atau makanan dengan makanan disertai dengan tambahan. Ini haram berdasarkan as-sunnah dan ijma’ karena merupakan sarana menuju riba nasi’ah. Dan, kata riba digunakan untuk menunjukannya sebagai majaz, sebagaimana penyebab digunakan untuk menunjuk akibat.[12]

     D. Hikmah Jual Beli dan Riba
1.      Hikmah Jual Beli
a.       Menjauhi riba
b.      Mencari dan mendapatkan karunia Allah
c.       Menegakkan keadilan dan keseimbangan dalam ekonomi
d.      Menjaga kehalalan rezeki
e.       Produktifitas dan perputaran ekonomi
f.       Silahturahmi dan memperbanyak jejaring[13]
2.      Hikmah diharamkannya riba
a.       Riba menimbulkan permusuhan dan menghancurkan sikap tolong menolong diantara manusia.
b.      Riba mengakibatkan terciptanya orang-orang yang malas bekerja, sebagaimana mengakibatkan  penumpukan harta ditangan mereka tanpa ada usaha yang mereka kerahkan.
c.       Riba menjadi sarana imperialisme (yang berkuasa memegang kendali).[14]





PENUTUP
Maka dapat disimpulkan bahwa Allah Swt. memperbolehkan kepada umatnya untuk melakukan praktik jual beli. Karena pada dasarnya manusia itu takkan bisa hidup sendiri, ia membutuhkan orang lain untuk bisa bertahan hidup. Namun, disisi lain Allah melarang praktik jual beli yang membawa kejalan riba. Allah mengharamkan riba. Karena disana terdapat banyak kemudharatan yang dirasakan, salah satunya aniaya terhadap salah satu pihak yang melakukan riba. Maka lakukanlah jual beli, namun jangan sampai kita terjerumus kedalam riba.




DAFTAR PUSTAKA
Sabiq, Sayyid. 2015. Fiqih Sunnah. terj. Ahmad Dzulfikar dan M.Khoyrurrijal. Depok: Keira Publising.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Suhendi, Hendi. 2010. Fiqh Muamalah. cet. 5. Jakarta: Rajawali Pers.
http://www.anekamakalah.com/2013/03/jual-beli-dalam-islam.html








[1] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, terj. Ahmad Dzulfikar dan M.Khoyrurrijal, (Depok: Keira Publising, 2015), h. 84.
[2] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, cet. 5, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 59.
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 715-722.
[4] Ibid., h. 723-724.
[5] Ibid., h. 724-725.
[6] Ibid., h. 725-729.
[7] Ibid., h. 726-727.
[8] Ibid., h. 727.
[9] http://www.anekamakalah.com/2013/03/jual-beli-dalam-islam.html
[10] Sayyid Sabiq, op.cit., h. 86.
[11] Hendi Suhendi, op.cit., h. 279.
[12] Sayyid Sabiq, Loc.cit.
[13] https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/hikmah-jual-beli
[14] Loc.cit.

0 comments:

Post a Comment

Translate

Sponsor

 
Dosen Blogger © 2018