KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrhim
Puji syukur
penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan dan
ketabahan dari hamba-Nya. Serta memberikan ilmu pengetahuan yang banyak agar
kita tidak merasa kesulitan. Shalawat serta salam tidak lupa penulis sanjungkan
kepada nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan wahyu kepada hamba-Nya yang
setia sampai akhir zaman.
Makalah ini
berjudul “Munasabah Al-Qur’an”
ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Ulumul Qur’an. Dalam
penyusunan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan sumbangan
pemikiran, serta dorongan dari berbagai pihak, tetapi tidak luput dari kendala
yang begitu banyak. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua terutama bagi penulis, amin ya robbal ‘alamiin.
Padang,
29 Maret 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai umat islam yang berpedoman
pada Al-Qur’an haruslah mengerti tentang isi kandungan di dalam Al-Qur’an.
Karena dengan mempelajari isi kandungannya kita akan memahami dan mengetahui
hukum-hukum dan juga syari’at islam. Dalam mempelajari Al-Qur’an ada sebuah
ilmu yang namanya ilmu munasabah. Ilmu munasabah adalah ilmu yang mempelajari
tentang keserasian makna, kesesuaian/korelasi antara ayat yang satu dengan ayat
yang lain di dalam Al-Qur’an. Karena itu ilmu munasabah sangatlah penting untuk
memperdalam pengetahuan kita tentang isi kandungan Al-Qur’an. Dengan
mempelajari ilmu munasabah kita dapat mengetahui keindahan sastra yang ada di
dalam Al-Qur’an. Sehingga akan
memperkuat iman kita terhadap Allah SWT.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
munasabah Al-Qur’an
2.
Macam- macam dan
contoh munasabah Al-Qur’an
3.
Urgensi ilmu
munasabah
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Munasabah
Secara etimologi, munasabah semakna dengan musyakalah
dan muqarabah, yang berarti serupa
dan berdekatan. Secara istilah, munasabah
berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara ayat- ayat Al-qur’an.
Pendapat
ulama tentang pengertian munasabah diantaranya:
- Menurut bahasa, Al-Munasabah berarti keserasian.[1] Quraish Shihab menyatakan ( menggarisbawahi As-suyuti) bahwa munasabah adalah adanya keserupaan dan kedekatan di antara berbagai ayat, surah, dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan.
- Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh Imam As-Sayuti, mendefinisikan munasabah itu kepada “kerterkaitan ayat-ayat Al-Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga ia terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapi dan sistematis.”[2]
- Menurut Manna’ Al-Qaththan, munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat, atau antar surat di dalam Al-Qur’an.[3]
- Menurut Al-Biqai, munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat.[4]
Jadi Al-Munasabah adalah
ilmu yang mempelajari tentang hubungan yang mencakup keterkaitan antara satu
ayat dengan ayat yang lain, antara surah dengan surah, antara kalimat-kalimat
yang terdapat dalam setiap ayat di dalam Al-Qur’an.
B. Macam-Macam dan Contoh Munasabah
1.
Munasabah
Antara Surah dengan Surah yang Lainnya
a.
Munasabah
antar surat dengan surat sebelumnya
As-suyuti menyimpulkan bahwa
munasabah antar satu surah dengan surah lainya berfungsi
menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya. Sebagai
contoh, dalam surat Al-Fatihah [1] ayat 1 ada ungkapan alhamdulillah. Ungkapan ini berkorelasi dengan surat Al-Baqarah [2]
ayat 152
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
152. Karena itu, ingatlah
kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah
kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ
الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي
لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
186. Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku
adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran
Ungkapan “rabb al-alamin”dalam
surah Al-Fatihah [1] berkorelasi dengan surat Al-baqarah[2] ayat 21-22:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
21. Hai manusia,
sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar
kamu bertakwa,
22. Dialah yang
menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu
segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah[30], Padahal kamu mengetahui.
Di dalam surat Al-Baqarah [2]
ditegaskan ungkapan “dzalik Al-kitab la raiba fih”. Ungkapan ini
berkorelasi dengan surat Ali imran [3] ayat 3:
نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ
3.
Dia menurunkan Al kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan
kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.
Demikian pula,
apa yang oleh surat Al-Baqarah [2] diungkapkan secara global, yaitu ungkapan “wa
ma unzila min qablik”, dirinci lebih jauh oleh surat Ali imran [3] ayat 3:
Dia menurunkan Al kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.
Dia menurunkan Al kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.
b.
Munasabah
antara surah dalam bentuk tema sentral
Munasabah dapat
membentuk tema sentral yang ada dalam berbagai surah. Misalnya dalam surah
Al-Fatihah tema sentralnya adalah ikrar ketuhanan. Dan dalam surah Al-Baqarah
tema sentralnya adalah kaidah-kaidah agama. Sedangkan dalam surah Ali-Imran
tema sentralnya adalah dasar-dasar agama. Kesemuanya itu merupakan pondasi bagi
umat islam dalam beramal, baik amal dalam makna sempit maupun amal dalam makna
luas.
c.
Munasabah
antara ayat terakhir dalam suatu surah dengan ayat pertama dalam surah berikutnya.
Contoh dari
munasabah model ini antara lain ayat terakhir dari Surah Al-Ahqaf dengan ayat
pertama dari Surah Muhammad. Dalam ayat terakhir [35] Surah Al-Ahqaf
disebutkan:..wÇÌÎÈ
..... pada hari mereka melihat
azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di
dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (inilah) suatu pelajaran yang cukup,
Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.
Dan dalam ayat pertama (1) Surah
Muhammad difirmankan:
الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ أَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ
1. Orang-orang yang kafir
dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menyesatkan
perbuatan-perbuatan mereka.
Dalam ayat
terakhir Surah Al-Ahqaf tersebut dijelaskan tentang ancaman siksa bagi
orang-orang fasiq. Selanjutnya penjelasan siapa sebenarnya orang-orang fasiq
itu, ada pada ayat pertama Surah Muhammad, yaitu orang-orang kafir dan
orang-orang yang menghalangi manusia dari berbuat kebaikan. Contoh tersebut menunjukkan
bahwa untuk memahami secara jelas makna yang ada pada ayat terakhir Surah
Al-Ahqaf harus dimunasabahkan dengan ayat pertama Surah Muhammad. Dengan kata
lain apabila suatu ayat belum jelas maknanya, maka pasti ada penjelasan itu
pada surah lain.
2. Munasabah dalam Satu Surah
a.
Munasabah
kalimat dengan kalimat
Munasabah antara kalimat dalam
Al-Qur’an adakalanya memakai huruf athof, dan adakalanya tidak memakai huruf
athof. Yang memakai huruf athof biasanya mengambil bentuk berlawanan, misalnya
penggunaan “waw” dan “am” dalam ayat:
Sedang munasabah yang tidak memakai
huruf athof sandaranya adalah qorinah ma’nawiyah. Aspek ini dapat
mengambil bentuk:
1)
At-Tanzir yaitu
membandingkan dua hal yang sebanding, menurut kebiasaan orang yang berakal.
Misalnya:
Sebagaimana
Tuhanmu menyuruhmu pergi dan rumahmu dengan kebenaran[596], Padahal
Sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.
Sedangkan
ayat sebelumnya (QS. Al-Anfal:4) berbunyi:
أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
4.
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh
beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat)
yang mulia.
Di sini ada dua keadaan yang
sebanding, yaitu mereka yang mengikuti perintah Tuhannya akan mendapat imbalan sesuai dengan kerjanya.
Imbalan tersebut adalah kebaikan dunia dalam bentuk materi dari harta rampasan,
dan imbalan akhirat adalah pahala yang berlipat ganda serta keampunan dan
pemberi perintah (Allah).
2)
Al- Istihrad artinya
peralihan kepada penjelasan lain.
3)
At-Takhollus (peralihan).
Peralihan disini adalah peralihan terus menerus dan tidak lagi pada pembicaraan
pertama.
b.
Munasabah
antara ayat dengan ayat dalam satu surah
Munasabah dalam
bentuk ini secara jelas dapat dilihat dalam surah-surah pendek. Misalnya Surah
Al-ikhlas masing-masing ayat dalam surah tersebut saling menguatkan tema
pokoknya, yaitu tentang keesaan Tuhan.
Contoh lain
dari model ini dapat dilihat dalam surah Al Baqarah ayat 255 dan ayat 256. Dengan
disebutkannya keesaan Tuhan secara sempurna (dalam ayat 255), maka selanjutnya
dalam ayat 256 ditegaskan bahwa tidak perlu adanya paksaan dalam memeluk agama
untuk mempercayai adanya Tuhan
c.
Munasabah
antara penutup ayat dengan isi ayat dalam satu surah
Munasabah
di sini dapat bertujuan:
1)
Tamkin (memperkukuh).
Misalnya surah Al-Ahzab ayat 25 yang artinya “Allah menghindarkan orang-orang
mukmin. Dan Allahlah Maha kuat lagi Maha perkasa.”
Dari
ayat ini dapat dipahami bahwa Tuhan menghindarkan orang-orang mukmin dari
perang disebabkan kelemahan mereka (orang-orang kafir), karena angin kencang
atau malaikat yang dikirim Allah. Pemahaman yang kurang lurus ini diluruskan
dengan fashilah artinya Allah berkuasa memisahkan antara dua golongan dalam
perang tersebut (perang badar). Kejadian ini menguatkan orang-orang beriman
agar mereka merasa bahwa merekalah yang menang.
2)
Ighal (penjelasan
tambahan untuk mempertajam makna)
Misalnya
surat An-Naml ayat 80 yang artinya “ sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan
orang-orang itu mendengar dan (tidak
pula) jadikan orang-orang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah
berpaling membelakang”. (Q.S An-Naml : 80)
Kandungan
ayat ini sebenarnya sudah jelas dipahami, jadi “ wallaw mudbiriin” sekedar penjelasan makna.
d.
Munasabah
antara uraian awal ayat dengan ayat akhir dalam satu surah
Munasabah ini
dapat dijumpai, misalnya dalam surah Al-Qashash. Permulaan surah ini (ayat
1-32) menjelaskan perjuangan Nabi Musa, sementara diakhir surah (ayat 83-88)
memberikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad yang menghadapi tekanan dari
kaumnya, dan akan mengembalikannya ke Mekkah (diawal surah tidak menolong
orang-orang yang berdosa. Dan diakhir surah, Muhammad dilarang menolong
orang-orang kafir). Munasabah terletak pada kesamaan situasi yang dihadapi, dan
sama-sama mendapat jaminan dari Allah.
3.
Munasabah Antara Nama Surah
dengan Isi yang Dikandungnya
Misalnya
surah Al-Baqarah, isinya banyak memceritakan lembu. Conto lain dalam surah
Al-Fatihah yang mempunyai dua nama :
pertama disebut Al-Fatihah, karena posisinya diawal Al-Qur’an. kedua disebut Ummul Kitab, karena
isinya memuat berbagaitujuan Al-Qur’an dan seterusnya.
C.
URGENSI MEMPELAJARI ILMU MUNASABAH
Sebagaimana asbabun nuzul, munasabah sangat berperan dalam memahami
Al-Qur’an. Muhammad ‘Abdullah Darraz berkata: sekalipun
permasalahan-permasalahan yang diungkapkan oleh surat-surat itu banyak,
semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya berkaitan.
Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surat semestinyalah ia
memperhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memperhatikan segala
permasalahannya.
Lebih jauh lagi, kegunaan mempelajari ilmu munasabah dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Dapat
mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan
relevansi antara satu bagian dan bagian yang lainnya.
2.
Mengetahui
persambungan atau hubungan antara bagian Al-Qur’an, baik antara kalimat atau
antara ayat maupun antar surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan
pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan
dan kemukjizatannya.
3.
Dapat
diketahui mutu dan tingkat ke-balaghah-an bahasa Al-Qur’an dan konteks
kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta persesuaian ayat atau
surat yang satu dari yang lain.
4.
Dapat
membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah diketahui hubungan suatu
kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain
Selain dari
kegunaan diatas, terdapat pula manfaat ilmu munasabah lainnya bagi mufassir,
yaitu dapat memperluas pemahaman terhadap ayat yang sedang ditafsirkan. Hal ini
dapat dilihat dalam munasabah dalam suatu ayat dengan berbagai ayat lainnya
yang terdapat dalam berbagai surah, dimana ayat-ayat itu memperbincangkan
permasalahan yang sama. Maka penafsiran yang menggunakan metode tematik
mempunyai kaitan yang erat dengan ilmu munasabah. Mustafa Muslim menegaskan,
“terdapat hubungan yang kuat antara ilmu munasabah dengan tafsir tematik,
terutama tematik suatu surah.
Sebab, kita
mengamati dan mempelajari ayat atau kumpulan ayat yang turun dengan latar
belakang atau peristiwa yang berbeda kemudian diletakkan dalam suatu surat.
[1]M. Quraish Shihab, Wawasan AlQur’an, (Bandung: Mizan cet.
IV, 1996), hlm.319.
[2] As-Sayuti. Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an, jilid II, Beirut: Al-Maktabah
As-Saqafiyyah, tt., hlm. 108.
[3]Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘ulum Al-Qur’an, Mansyurat
Al-‘ashr Al-Hadits, ttp., 1973, hlm. 97.
[4]Burhanuddin Al-Biqa’i, Nazhm Ad-durar fi Tanasub Al-Ayat wa As-Suwar,
Jilid I, Majlis Da’irah Al-Ma’arif An-
Nu’maniyah bi haiderab, India, !969, hlm. 6.
0 comments:
Post a Comment