PEMBAHASAN
A. Pengertian Asbab Wurud al- Hadis
Secara etimologis, asbab al- wurud
merupakan susunan idhafah dari kata asbab dan wurud. Kata asbab
adalah bentuk jamak taksir dari kata sabab[1] yang berarti “al-habl” berarti tali atau penghubung, yaitu segala sesuatu yang dapat
menghubungkan kepada sesuatu yang lain, atau penyebab terjadinya sesuatu. Ada
juga yang mendefinisikan dengan : “sesuatu jalan menuju
terbentuknya suatu hukum tanpa ada pengaruh apapun dalam hukum itu”.[2]
Sedangkan kata wurud
merupakan bentuk isim masdar dalam tashrifiyyah kata tersebut berasal dari warada,
yuridu, wurudan, yang berarti datang atau tiba atau sampai[3] atau
muncul, dan mengalir seperti “air yang memancar atau air yang mengalir”.[4]
Secara termenilogis ada
beberapa pendapat, menurut Hasbi ash-Shiddiqie. Beliau mendefinisikan asbab al-wurud sebagai berikut :
علم يعرف به السبب الذي
ورد لأجله الحديث و الزمان الذي جاء فيه
“Ilmu yang menerangkan sebab-sebab
Nabi menurunkan
sabdanya dan masa-masanya Nabi menurunkan itu.”[5]
Imam as-Suyuthi
mendefinisikan asbab al-wurud dengan : “Sesuatu yang menjadi thoriq (jalan atau
metode) yang menentukan maksud suatu hadis yang bersifat umum atau khusus, mutlaq
atau muqoyyad, dan untuk menentukan ada atau tidaknya naskh (penghapusan
pemberlakuan) dalam hadis tetentu, dan lain sebagainya”.[6]
Said Husein Aqil
al-Munawwar mengomentari definisi as-Suyuthi ini dengan mengatakan, jika
definisi itu dicermati, tampaknya lebih mengacu pada fungsi asbab al- wurud
yang diantaranya mencakup penentuan ada tidaknya nasikh - mansukh dan
lain-lain. Jadi, menurut beliau, kurang tepat jika definisi itu diberikan untuk
cabang ilmu hadith asbab
al - wurud.[7] Aqil
lebih setuju dengan definisi Hasbie As-Shiddiqie.
Sementara itu, ada pula
ulama’ yang memberikan definisi asbab al- wurud, agak mirip dengan pengertian asbabun - nuzul, yaitu :
ما
ورد الحديث أيام وقوعه
“Sesuatu (baik berupa
peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan) yang terjadi pada waktu hadis itu disampaikan oleh nabi Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam.”[8]
Dari uraian pengertian tersebut, asbab wurud al-hadis dapat diberi pengertian yakni “suatu ilmu pengetahuan yang
membicarakan tentang sebab-sebab Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam menuturkan sabdanya dan waktu beliau menuturkannya itu.
B. Beberapa Contoh Hadis Yang Terkait Dengan Asbab Wurud al-Hadis
1.
Hadis tentang niat :
حديث : أخرج الأئمة الستة عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله
ص.م يقول انما الأعمال بالنيات و انما لامرئ ما نوى فمن كانت هجرته الى الله و رسوله
فهجرته الى الله و رسوله و من كانت
هجرته الى دنيا يصيبها أو امرأة يتزوجهافهجرته الى ما هاجر اليه
Artinya :
Hadis
dikeluarkan oleh Imam yang enam dari sahabat Umar bin Khattab Radhiallahu ‘Anhu berkata : aku telah mendengar Rasulullah bersabda sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya
bagi tiap orang apa yang di niatinya, maka Barangsiapa hijrahnya kepada Allah
dan Rasulnya, maka Dia telah berhijrah kepada Allah dan RasulNya.[9] Dan
Barangsiapa yang berhijrah kepada dunia yang diperolehnya,[10] atau
kepada seorang perempuan yang di nikahinya maka dia telah berhijtrah kepada
nya.[11]
2.
Hadis tentang thoharoh
حديث : أخرجه مالك و الأئمة
الستة عن عمر : أن رسول الله ص.م قال : اذا جاء أحدكم الجمعة فليغتسل
Artinya :
Hadis diriwayatkan oleh Malik dan Imam yang enam[12] dari Umar
: sesungguhnya Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : apabila kalian hendak pergi ke jum’atan,[13] maka
hendaklah mandi.[14]
3.
Hadis tentang sholat
حديث : أخرج البخاري و مسلم عن زيد بن ثابت : أن
رسول الله ص.م قال: صلوا أيها الناس في
بيوتكم فان أفضل صلاة المرء في بيته الا صلاة المكتوبة
Artinya :
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan imam Muslim dari Zaid bin Tsabit :
Sesungguhya Rasulullah SAW. Bersabda : Sholatlah kalian wahai manusia di dalam
rumah kalian, sesungguhnya paling baiknya sholat seseorang ialah di rumahnya,
kecuali sholat maktubah (sholat fardu).[15]
4.
Hadis tentang puasa
أخرج أحمد و البخاري و مسلم و أبو داود عن أبي هريرة قال : قال رسول الله ص.م
: لا تصوم امرأة و بعلها شاهد الا باذنه غير رمضان
Artinya :
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad,Imam Bukhari, Imam Muslim dan Abu Dawud dari
Abu Hurairah berkata : Rasulullah SAW bersabda : Seorang Perempuan tidak boleh
berpuasa sedang suaminya menyaksikan, kecuali di berikan izin, selain bulan
Ramadhan.[16]
5.
Hadis tentang haji
حديث أخرج البخاري و مسلم
عن أبي هريرة قال : قال رسول الله ص. م صلاة في مسجدي هذا أفضل من ألف صلاة في
غيره من المساجد الا المسجد الحرام
Artinya :
Hadis di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairoh berkata :
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda sholat sekali di masjidku ini, lebih baik dari seribu sholat di
masjid-masjid lainnya, kecuali masjidil haram.[17]
6.
Hadis tentang Nikah
حديث : أخرج
البخاري و مسلم عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي ص.م قال : تنكح المرأةلأربع :
لمالها و لحسبها و لجمالها و لدينها فاظفر بذات الدين, تربت يداك
Artinya :
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Dan Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu
‘Anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : seorang perempuan
dinikahi karena empat perkara karena hartanya, karena nasabnya, karena
kecantikannya dan karena agamanya, ambillah karena agamanya maka bahagialah
kamu.[18]
7.
Hadis tentang Adab (Akhlak)
حديث : أخرج البخاري و مسلم عن ابن عمر : قال رسول الله ص.م : اليد العليا خير
من اليد السفلى
Artinya :
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari Ibnu Umar RA, berkata
: Rasulullah SAW bersabda : Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang dibawah.[19]
C. Penafsiran HaditS yang Memiliki Asbab al-Wurud
1. Hadis tentang niat
Diriwayatkan ketika Nabi hijrah ke Madinah, ada seorang laki-laki yang ikut berhijrah karena ingin
menikahi seorang wanita yang juga kaum Muhajirin. Berita tentang tersebut
sampai kepada Nabi, kemudian Nabi duduk di atas mimbar dan bersabda : Wahai
Manusia, sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya. Maka
barangsiapa melakukan hijrah ini dengan tujuan mengharap Ridho Allah dan
Rasulnya, maka dia akan memperolehnya. Dan barangsiapa melakukan hijrah ini
hanya untuk mencari dunia atau untuk menikahi seorang wanita, maka sesungguhnya
dia akan mendapatkan tujuannya, namun tidak akan mendapatkan pahala hijrah.[20]
Dalam asbab wurud al-hadis
di atas disebutkan bahwa kronologis munculnya hadith tersebut berkenaan hijrah,
namun isi matan hadith yaitu (al-a’mal) bermakna umum, sehingga hadits
diatas mengandung makna tentang pentingnya niat dalam segala amal-amal
syar’iyah, yaitu dengan niat yang baik. Karena niat lah yang dapat menentukan
di terima atau tidaknya suatu amal.
2. Hadis tentang thoharoh
Diriwayatkan dari Ibnu
Abbas RA. Sesungguhnya ada dua orang laki-laki dari Irak datang dan bertanya
kepada Beliau tentang kewajiban Mandi pada hari jum’at, apakah mandi jum’at itu
wajib atau tidak?. Ibnu Abbas menjawab, Barangsiapa yang mandi itu lebih baik
dan lebih suci, dan aku akan menjelaskan kepada kalian berdua tentang mengapa
di perintahkannya mandi Jum’at. Kaum muslimin pada masa Rasulullah SAW memakai
baju dari kulit/bulu, setiap hari beraktifitas berat, seperti memikul kayu di
punggung mereka, dan kondisi masjid pada saat itu sangat sempit dan sesak. Pada
hari jum’at Nabi keluar untuk berkhutbah di masjid, mimbarnya pendek, hanya
sekitar 3 drajat, kemudian Nabi berkhutbah di depan umat Islam yang baru datang
kerja selama setengah hari, umat Islam banyak yang berkeringat dan menebar bau
yang tidak sedap, sehingga bau tersebut tercium oleh Nabi ketika beliau
berkhutbah. Kemudian Nabi bersabda : Wahai sekalian Manusia, apabila datang
kepada kalian hari juim’at maka hendaklah mandi dan
pakailah harum-haruman.[21]
Berdasarkan asbab wurud di
atas, munculnya hadith tersebut[22][30]
disebabkan oleh banyak factor, antara lain cuaca panas yang menyebabkan
berkeringat, pakaian wol yang menyimpan bau, kondisi masjid yang sempit dan
lain-lain. Jika jama’ah tidak mandi maka akan menimbulkan gangguan dan mengurangi ketenangan didalam
masjid. Hadith itu berlaku dan wajib dilaksanakan dalam kondisi demikian.
Ketika keadaan umat islam sudah
makmur, masjid-masjid sudah luas dan pakaian mereka terbuat dari kain, maka ada
kelonggaran dan kemurahan untuk tidak mandi ketika hendak pergi keshalat
jum’at. Sebab hal itu tidak akan menimbulkan adanya gangguan pada jama’ah.
Jika diamati, hadith nabi SAW
yang menyatakan “siapa saja yang mendatangi shalat jum’at supaya mandi terlebih dahulu ” lahir
karena adanya sebab khusus,
yaitu adanya jama’ah yang
kehadirannya menimbulkan gangguan berupa bau tidak sedap yang
ditimbulkannya dalam ruangan masjid yang sangat sempit,
dengan menerapkan kaidah diatas maka hadith itu berlaku pada siapa saja yang kondisinya sama dengan pelaku peristiwa
yang menyebabkan munculnya hadth tersebut.
Isi hadis tersebut tidak mengikat kepada mereka yang
kondisinya berbeda dengan pelaku peristiwa dan dalam suasana yang
berbeda pula, hanya saja kalau perintah hadis itu dilaksanakan,
maka hukumnya lebih baik bagi yang
melakukan. Jika hadis itu dilepaskan dalam
kontek asbabul wurudnya, maka disimpulkan bahwa hukum mandi pada hari jum’at
adalah wajib. Pendapat semacam ini semata-mata memahami hadith secara tekstual tanpa mempertimbangkan konteks yang
menyertainya.
3. Hadis tentang Sholat
Diriwayatkan dari Imam
Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Zaid bin Tsabit, Bahwasanya Nabi
membuat ruangan di dalam masjid, kemudian
Nabi sholat beberapa malam di dalamnya, sehingga banyak kaum muslimin yang ikut
berkumpul di tempat tersebut dan kehilangan suara Nabi, mereka menyangka Nabi
tidur di dalamnya, sehingga mereka berbisik-bisik agar Nabi keluar. Kemudian
Nabi bersabda : kalian selalu melakukan perbuatan yang aku khawatirkan hal
tersebut akan menjadi kewajiban bagi kalian. Maka sholatlah kalian semua wahai
manusia di rumah kalian, sesungguhnya paling baiknya sholat yang dilakukan
seseorang adalah sholat yang dikerjakan di rumahnya, kecuali sholat yang wajib.[23]
Hadis di atas mengandung
makna anjuran sholat sunnah di rumah, dengan melihat pada asbab wurudnya, maka
dapat disimpulkan bahwa anjuran Nabi agar sholat sunnah di rumah itu untuk
membedakan dengan sholat wajib yang di anjurkan dilaksanakan di masjid dengan
berjama’ah.
4. Hadis tentang puasa
Diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, Imam Abu Dawud dan Imam Hakim dari Abi Sa’id berkata, Datang seorang
perempuan mengadu kepada Nabi SAW, dan kami disamping beliau. Si perempuan
berkata : wahai Rasulullah sesungguhnya suamiku Shofwan bin Muatthol memukulku
ketika aku sholat, melarangku berpuasa dan dia selalu sholat subuh ketika
matahari sudah terbit. Kemudian Nabi bertanya kepada Shofwan akan hal tersebut,
kemudian Shofwan menjawab : Wahai Rasulullah, maksud istriku adalah, ketika
istriku sholat aku memarahinya karena dia membaca dua surat, aku melarangnya
puasa karena aku masih muda dan aku tidak sabar untuk tidak berhubungan
dengannya, dan aku selalu sholat ketika matahari terbit karena aku mempunyai
tanggung jawab untuk berjaga-jaga diwaktu malam sehingga hampir aku tidak bisa
bangun sampai matahari terbit. Kemudian Nabi bersabda : satu surat dalam sholat
sudah cukup, janganlah berpuasa seseorang perempuan di antara kalian tanpa izin
dari suaminya (kecuali Ramadhan) dan apabila kamu (Shofwan) telah bangun dari
tidurmu segeralah sholat.
Dengan melihat asbab wurud
pada hadith di atas, maka kandungan hadith tersebut adalah hendaknya
mendahulukan perkara yang wajib dari pada yang sunnah. seorang wanita tidak
boleh melaksanakan puasa sunnah, apabila dia meninggalkan kewajiban melayani
suami. Maka solusinya adalah dengan meminta izin kepada suami terlebih dahulu
ketika hendak melaksanakan puasa sunnah.
5. Hadis tentang haji
Diriwayatkan dari Atha’
bin Abi Ribah berkata : datang seorang kepada Nabi SAW pada hari kemenangan dan
berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya aku bernadzar kalau Allah memberikan
kemenangan kepada engkau, maka aku akan sholat di Baitul maqdis. Kemudian Nabi
bersabda kepadanya : sholat disini lebih utama, dan Nabi bersabda : Sholat di
masjid ini lebih utama dari seratus ribu sholat di masjid-masjid yang lain.[24]
Hadis di atas mengandung makna keutamaan sholat di masjid Nabawi, yang pahalanya
lebih besar dari pada sholat di baitul maqdis. Jika melihat pada asbab
wurudnya, bisa di tarik kesimpulan, boleh tidak melaksanakan nadzar dengan
catatan menggantinya dengan yang lebih baik. Seperti yang dilakukan orang dalam
hadis diatas, dia tidak jadi melaksanakan nadzarnya untuk sholat di baitul
maqdis karena Nabi menganjurkan untuk sholat di masjid Nabawi.
6. Hadis tentang nikah
Diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah berkata : aku menikah dengan
seorang perempuan pada masa Rasulullah SAW, Kemudsian Nabi bersabda : Wahai
Jabir! Kamu telah menikah? Aku (Jabir) menjawab ia wahai Rasulullah, (Rasul) :
perawan atau janda? (Jabir) : Janda (Rasul) : tidakkah perawan lebih baik? Aku
(Jabir) menjawab : Wahai Rasul aku mempunyai banyak saudari dan aku khawatir
kalau istriku perawan akan masuk antara aku dan antara mereka. Kemudian Nabi
bersabda : sesungguhnya perempuan dinikahi karena agamanya dan kecantikannya,
maka pilihlah karena agamanya niscaya kamu akan bahagia.[25]
Hadis ini mengandung anjuran tujuan menikahi seorang perempuan dengan empat
alasan, pertama karena hartanya, kedua karena asal usulnya, ketiga karena
kecantikannya, keempat karena agamanya. Nabi memberikan jaminan kebahagiaan
kepada orang yang memilih menikahi seorang perempuan karena agamanya. Jika melihat
pada asbab wurudnya, hadis ini berkenaan dengan pernikahan Jabir dengan seorang
janda, Nabi sempat menganjurkan agar menikahi seorang perawan karena lebih baik
dari pada seorang janda, akan tetapi Jabir menolak dengan alasan
kekhawatirannya terhadap seorang perawan.
Jadi bisa disimpulkan,
pertama, perawan lebih baik dari pada seorang janda. Kedua, memilih untuk
menikahi seorang janda dari pada seorang perawan lebih baik apabila ada alasan
tertentu. Ketiga, dari semua kategori, menikahi seorang perempuan karena
agamanya adalah yang paling utama.
7. Hadis tentang adab (akhlak)
Diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Hakim bin Hazm RA, berkata : aku
minta-minta kepada Rasulullah SAW, beliau memberi, kemudian aku minta lagi,
beliau memberin lagi, aku minta lagi, beliau memberi lagi, kemudian beliau
bersabda : Wahai Hakim sesungguhnya harta ini enak dan manis. Barangsiapa yang
menggunakannya dengan sekedar kebutuhannya maka akan mendapat berkah, dan
barangsiapa yang mempergunakannya dengan boros maka tidak akan mendapat berkah,
dan seperti orang yang makan dan tak kunjung kenyang,[26] tangan
yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Hakim berkata : Wahai
Rasulullah Demi Dzat yang telah mengutus engkau dengan benar, aku tidak akan
minta-minta kepada seseorangpun sehingga aku berpisah dengan dunia
Hadis di atas mengandung makna keutamaan memberi dan kejelekan meminta-minta.
Jika melihat pada asbab wurud hadithnya, maka dapat disimpulkan bahwa kejelekan
meminta-minta apabila terus-terusan meminta-minta. Namun apabila meminta hanya
sekedarnya dan karena memang terpaksa, hal itu tidak menjadikannya hina.
[12] Jalaluddin Abd Rahman Assuyuthi, Alluma’ fi
asbabi wurudil hadits (Jakarta : Dar
Al-Kutub Al-Islamiyah, 2012) hal 19
[13] Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, Turmudzi,
An-Nasa’i dan Ibnu Majah (Bulughul Marom hal 1)
[19] Yang dimaksud adalah orang yang meminta-minta. Assuyuthi, Alluma’ fi
asbabi wurudil hadits, hal 81
[21] Op.cit.,
hal 25
[23] Op.cit.,
hal 37
[24] Op.cit.,
hal 54
[25] Op.cit.,
hal 64
0 comments:
Post a Comment