Thursday, November 15, 2018

Asbab Wurud al- Hadis

0 comments

PEMBAHASAN


          A.  Pengertian Asbab Wurud al- Hadis

Secara etimologis, asbab al- wurud merupakan susunan idhafah dari kata asbab dan wurud. Kata asbab adalah bentuk jamak taksir dari kata sabab[1] yang berarti “al-habl” berarti tali atau penghubung, yaitu segala sesuatu yang dapat menghubungkan kepada sesuatu yang lain, atau penyebab terjadinya sesuatu. Ada juga yang mendefinisikan dengan : sesuatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa ada pengaruh apapun dalam hukum itu”.[2]
Sedangkan kata wurud merupakan bentuk isim masdar dalam tashrifiyyah kata tersebut berasal dari warada, yuridu, wurudan, yang berarti datang atau tiba atau sampai[3] atau muncul, dan mengalir seperti “air yang memancar atau air yang mengalir”.[4]
Secara termenilogis ada beberapa pendapat, menurut  Hasbi ash-Shiddiqie. Beliau mendefinisikan asbab al-wurud sebagai berikut :

 علم يعرف به السبب الذي ورد لأجله الحديث و الزمان الذي جاء فيه                           
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menurunkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menurunkan itu.”[5]
Imam as-Suyuthi mendefinisikan asbab al-wurud dengan : “Sesuatu yang menjadi thoriq (jalan atau metode) yang menentukan maksud suatu hadis yang bersifat umum atau khusus, mutlaq atau muqoyyad, dan untuk menentukan ada atau tidaknya naskh (penghapusan pemberlakuan) dalam hadis tetentu, dan lain sebagainya”.[6]
Said Husein Aqil al-Munawwar mengomentari definisi as-Suyuthi ini dengan mengatakan, jika definisi itu dicermati, tampaknya lebih mengacu pada fungsi asbab al- wurud yang diantaranya mencakup penentuan ada tidaknya nasikh - mansukh dan lain-lain. Jadi, menurut beliau, kurang tepat jika definisi itu diberikan untuk cabang ilmu hadith asbab al - wurud.[7] Aqil lebih setuju dengan definisi Hasbie As-Shiddiqie.
Sementara itu, ada pula ulama’ yang memberikan definisi asbab al- wurud, agak mirip dengan pengertian asbabun - nuzul, yaitu :
ما ورد الحديث أيام وقوعه
“Sesuatu (baik berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan) yang  terjadi pada waktu hadis itu disampaikan oleh nabi Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam.”[8]
Dari uraian pengertian tersebut, asbab wurud al-hadis dapat diberi pengertian yakni “suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang sebab-sebab Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menuturkan sabdanya dan waktu beliau menuturkannya itu.

      B.  Beberapa Contoh Hadis Yang Terkait Dengan Asbab Wurud al-Hadis
1.       Hadis tentang niat :

حديث : أخرج الأئمة الستة عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله ص.م يقول  انما الأعمال بالنيات و انما لامرئ ما نوى فمن كانت هجرته الى الله و رسوله فهجرته الى الله و                  رسوله و من كانت هجرته الى دنيا يصيبها أو امرأة يتزوجهافهجرته الى ما هاجر اليه

Artinya :
Hadis dikeluarkan oleh Imam yang enam dari sahabat Umar bin Khattab Radhiallahu ‘Anhu berkata : aku telah mendengar Rasulullah bersabda sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya bagi tiap orang apa yang di niatinya, maka Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya, maka Dia telah berhijrah kepada Allah dan RasulNya.[9] Dan Barangsiapa yang berhijrah kepada dunia yang diperolehnya,[10] atau kepada seorang perempuan yang di nikahinya maka dia telah berhijtrah kepada nya.[11]

2.      Hadis tentang thoharoh

                                                                                                                         حديث : أخرجه مالك و الأئمة الستة عن عمر : أن رسول الله ص.م قال : اذا جاء أحدكم الجمعة فليغتسل

Artinya : 
Hadis diriwayatkan oleh Malik dan Imam yang enam[12] dari Umar : sesungguhnya Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : apabila kalian hendak pergi ke jum’atan,[13] maka hendaklah mandi.[14]

3.      Hadis tentang sholat

 حديث : أخرج البخاري و مسلم عن زيد بن ثابت : أن رسول الله  ص.م قال: صلوا أيها الناس في  
بيوتكم فان أفضل صلاة المرء في بيته الا صلاة المكتوبة                                                  

Artinya :
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan imam Muslim dari Zaid bin Tsabit : Sesungguhya Rasulullah SAW. Bersabda : Sholatlah kalian wahai manusia di dalam rumah kalian, sesungguhnya paling baiknya sholat seseorang ialah di rumahnya, kecuali sholat maktubah (sholat fardu).[15]

4.      Hadis tentang puasa

أخرج أحمد و البخاري و مسلم و أبو داود عن أبي هريرة قال : قال رسول الله ص.م : لا تصوم امرأة و بعلها شاهد الا باذنه غير رمضان


Artinya :
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad,Imam Bukhari, Imam Muslim dan Abu Dawud dari Abu Hurairah berkata : Rasulullah SAW bersabda : Seorang Perempuan tidak boleh berpuasa sedang suaminya menyaksikan, kecuali di berikan izin, selain bulan Ramadhan.[16]

5.      Hadis tentang haji

حديث أخرج البخاري و مسلم عن أبي هريرة قال : قال رسول الله ص. م صلاة في مسجدي هذا أفضل من    ألف صلاة في غيره من المساجد الا المسجد الحرام

Artinya :
Hadis di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairoh berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda sholat sekali di masjidku ini, lebih baik dari seribu sholat di masjid-masjid lainnya, kecuali masjidil haram.[17]

6.      Hadis tentang Nikah
                                                                                            
حديث  : أخرج البخاري و مسلم عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي ص.م قال : تنكح المرأةلأربع : لمالها و لحسبها و لجمالها و لدينها فاظفر بذات الدين, تربت يداك

Artinya :
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Dan Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : seorang perempuan dinikahi karena empat perkara karena hartanya, karena nasabnya, karena kecantikannya dan karena agamanya, ambillah karena agamanya maka bahagialah kamu.[18]

7.      Hadis tentang Adab (Akhlak)

حديث : أخرج البخاري و مسلم عن ابن عمر : قال رسول الله ص.م : اليد العليا خير من اليد السفلى
           
Artinya :
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, dari Ibnu Umar RA, berkata : Rasulullah SAW bersabda : Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang dibawah.[19]

    C.  Penafsiran HaditS yang Memiliki Asbab al-Wurud

          1. Hadis tentang niat
Diriwayatkan ketika Nabi hijrah ke Madinah, ada seorang laki-laki yang ikut berhijrah karena ingin menikahi seorang wanita yang juga kaum Muhajirin. Berita tentang tersebut sampai kepada Nabi, kemudian Nabi duduk di atas mimbar dan bersabda : Wahai Manusia, sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya. Maka barangsiapa melakukan hijrah ini dengan tujuan mengharap Ridho Allah dan Rasulnya, maka dia akan memperolehnya. Dan barangsiapa melakukan hijrah ini hanya untuk mencari dunia atau untuk menikahi seorang wanita, maka sesungguhnya dia akan mendapatkan tujuannya, namun tidak akan mendapatkan pahala hijrah.[20]
Dalam asbab wurud al-hadis di atas disebutkan bahwa kronologis munculnya hadith tersebut berkenaan hijrah, namun isi matan hadith yaitu (al-a’mal) bermakna umum, sehingga hadits diatas mengandung makna tentang pentingnya niat dalam segala amal-amal syar’iyah, yaitu dengan niat yang baik. Karena niat lah yang dapat menentukan di terima atau tidaknya suatu amal.

          2.  Hadis tentang thoharoh
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA. Sesungguhnya ada dua orang laki-laki dari Irak datang dan bertanya kepada Beliau tentang kewajiban Mandi pada hari jum’at, apakah mandi jum’at itu wajib atau tidak?. Ibnu Abbas menjawab, Barangsiapa yang mandi itu lebih baik dan lebih suci, dan aku akan menjelaskan kepada kalian berdua tentang mengapa di perintahkannya mandi Jum’at. Kaum muslimin pada masa Rasulullah SAW memakai baju dari kulit/bulu, setiap hari beraktifitas berat, seperti memikul kayu di punggung mereka, dan kondisi masjid pada saat itu sangat sempit dan sesak. Pada hari jum’at Nabi keluar untuk berkhutbah di masjid, mimbarnya pendek, hanya sekitar 3 drajat, kemudian Nabi berkhutbah di depan umat Islam yang baru datang kerja selama setengah hari, umat Islam banyak yang berkeringat dan menebar bau yang tidak sedap, sehingga bau tersebut tercium oleh Nabi ketika beliau berkhutbah. Kemudian Nabi bersabda : Wahai sekalian Manusia, apabila datang kepada kalian hari juim’at maka hendaklah mandi dan pakailah harum-haruman.[21]
Berdasarkan asbab wurud di atas, munculnya hadith tersebut[22][30] disebabkan oleh banyak factor, antara lain cuaca panas yang menyebabkan berkeringat, pakaian wol yang menyimpan bau, kondisi masjid yang sempit dan lain-lain. Jika jama’ah tidak mandi maka akan menimbulkan gangguan dan mengurangi ketenangan didalam masjid. Hadith itu berlaku dan wajib dilaksanakan dalam kondisi demikian.
Ketika keadaan umat islam sudah makmur, masjid-masjid sudah luas dan pakaian mereka terbuat dari kain, maka ada kelonggaran dan kemurahan untuk tidak mandi ketika hendak pergi keshalat jum’at. Sebab hal itu tidak akan menimbulkan adanya gangguan pada jama’ah. Jika diamati, hadith nabi SAW yang menyatakan “siapa saja yang mendatangi shalat jum’at supaya mandi terlebih dahulu ” lahir  karena adanya sebab khusus, yaitu adanya jama’ah yang kehadirannya menimbulkan gangguan berupa bau tidak sedap yang ditimbulkannya dalam ruangan masjid yang sangat sempit, dengan menerapkan kaidah diatas maka hadith itu berlaku pada siapa saja yang kondisinya sama dengan pelaku peristiwa yang menyebabkan munculnya hadth tersebut. Isi hadis tersebut tidak mengikat kepada mereka yang kondisinya berbeda dengan pelaku peristiwa dan dalam suasana yang berbeda pula, hanya saja kalau perintah hadis itu dilaksanakan, maka hukumnya lebih baik bagi yang melakukan. Jika hadis itu dilepaskan dalam kontek asbabul wurudnya, maka disimpulkan bahwa hukum mandi pada hari jum’at adalah wajib. Pendapat semacam ini semata-mata memahami hadith secara tekstual tanpa mempertimbangkan konteks yang menyertainya.

         3.  Hadis tentang Sholat
Diriwayatkan dari Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Zaid bin Tsabit, Bahwasanya Nabi membuat ruangan di dalam masjid, kemudian Nabi sholat beberapa malam di dalamnya, sehingga banyak kaum muslimin yang ikut berkumpul di tempat tersebut dan kehilangan suara Nabi, mereka menyangka Nabi tidur di dalamnya, sehingga mereka berbisik-bisik agar Nabi keluar. Kemudian Nabi bersabda : kalian selalu melakukan perbuatan yang aku khawatirkan hal tersebut akan menjadi kewajiban bagi kalian. Maka sholatlah kalian semua wahai manusia di rumah kalian, sesungguhnya paling baiknya sholat yang dilakukan seseorang adalah sholat yang dikerjakan di rumahnya, kecuali sholat yang wajib.[23]
Hadis di atas mengandung makna anjuran sholat sunnah di rumah, dengan melihat pada asbab wurudnya, maka dapat disimpulkan bahwa anjuran Nabi agar sholat sunnah di rumah itu untuk membedakan dengan sholat wajib yang di anjurkan dilaksanakan di masjid dengan berjama’ah.

         4.  Hadis tentang puasa
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Dawud dan Imam Hakim dari Abi Sa’id berkata, Datang seorang perempuan mengadu kepada Nabi SAW, dan kami disamping beliau. Si perempuan berkata : wahai Rasulullah sesungguhnya suamiku Shofwan bin Muatthol memukulku ketika aku sholat, melarangku berpuasa dan dia selalu sholat subuh ketika matahari sudah terbit. Kemudian Nabi bertanya kepada Shofwan akan hal tersebut, kemudian Shofwan menjawab : Wahai Rasulullah, maksud istriku adalah, ketika istriku sholat aku memarahinya karena dia membaca dua surat, aku melarangnya puasa karena aku masih muda dan aku tidak sabar untuk tidak berhubungan dengannya, dan aku selalu sholat ketika matahari terbit karena aku mempunyai tanggung jawab untuk berjaga-jaga diwaktu malam sehingga hampir aku tidak bisa bangun sampai matahari terbit. Kemudian Nabi bersabda : satu surat dalam sholat sudah cukup, janganlah berpuasa seseorang perempuan di antara kalian tanpa izin dari suaminya (kecuali Ramadhan) dan apabila kamu (Shofwan) telah bangun dari tidurmu segeralah sholat.
Dengan melihat asbab wurud pada hadith di atas, maka kandungan hadith tersebut adalah hendaknya mendahulukan perkara yang wajib dari pada yang sunnah. seorang wanita tidak boleh melaksanakan puasa sunnah, apabila dia meninggalkan kewajiban melayani suami. Maka solusinya adalah dengan meminta izin kepada suami terlebih dahulu ketika hendak melaksanakan puasa sunnah.
          5. Hadis tentang haji
Diriwayatkan dari Atha’ bin Abi Ribah berkata : datang seorang kepada Nabi SAW pada hari kemenangan dan berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya aku bernadzar kalau Allah memberikan kemenangan kepada engkau, maka aku akan sholat di Baitul maqdis. Kemudian Nabi bersabda kepadanya : sholat disini lebih utama, dan Nabi bersabda : Sholat di masjid ini lebih utama dari seratus ribu sholat di masjid-masjid yang lain.[24]
Hadis di atas mengandung makna keutamaan sholat di masjid Nabawi, yang pahalanya lebih besar dari pada sholat di baitul maqdis. Jika melihat pada asbab wurudnya, bisa di tarik kesimpulan, boleh tidak melaksanakan nadzar dengan catatan menggantinya dengan yang lebih baik. Seperti yang dilakukan orang dalam hadis diatas, dia tidak jadi melaksanakan nadzarnya untuk sholat di baitul maqdis karena Nabi menganjurkan untuk sholat di masjid Nabawi.

          6.  Hadis tentang nikah
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah berkata : aku menikah dengan seorang perempuan pada masa Rasulullah SAW, Kemudsian Nabi bersabda : Wahai Jabir! Kamu telah menikah? Aku (Jabir) menjawab ia wahai Rasulullah, (Rasul) : perawan atau janda? (Jabir) : Janda (Rasul) : tidakkah perawan lebih baik? Aku (Jabir) menjawab : Wahai Rasul aku mempunyai banyak saudari dan aku khawatir kalau istriku perawan akan masuk antara aku dan antara mereka. Kemudian Nabi bersabda : sesungguhnya perempuan dinikahi karena agamanya dan kecantikannya, maka pilihlah karena agamanya niscaya kamu akan bahagia.[25]

Hadis ini mengandung anjuran tujuan menikahi seorang perempuan dengan empat alasan, pertama karena hartanya, kedua karena asal usulnya, ketiga karena kecantikannya, keempat karena agamanya. Nabi memberikan jaminan kebahagiaan kepada orang yang memilih menikahi seorang perempuan karena agamanya. Jika melihat pada asbab wurudnya, hadis ini berkenaan dengan pernikahan Jabir dengan seorang janda, Nabi sempat menganjurkan agar menikahi seorang perawan karena lebih baik dari pada seorang janda, akan tetapi Jabir menolak dengan alasan kekhawatirannya terhadap seorang perawan.
Jadi bisa disimpulkan, pertama, perawan lebih baik dari pada seorang janda. Kedua, memilih untuk menikahi seorang janda dari pada seorang perawan lebih baik apabila ada alasan tertentu. Ketiga, dari semua kategori, menikahi seorang perempuan karena agamanya adalah yang paling utama.

         7.  Hadis tentang adab (akhlak)
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Hakim bin Hazm RA, berkata : aku minta-minta kepada Rasulullah SAW, beliau memberi, kemudian aku minta lagi, beliau memberin lagi, aku minta lagi, beliau memberi lagi, kemudian beliau bersabda : Wahai Hakim sesungguhnya harta ini enak dan manis. Barangsiapa yang menggunakannya dengan sekedar kebutuhannya maka akan mendapat berkah, dan barangsiapa yang mempergunakannya dengan boros maka tidak akan mendapat berkah, dan seperti orang yang makan dan tak kunjung kenyang,[26] tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Hakim berkata : Wahai Rasulullah Demi Dzat yang telah mengutus engkau dengan benar, aku tidak akan minta-minta kepada seseorangpun sehingga aku berpisah dengan dunia
Hadis di atas mengandung makna keutamaan memberi dan kejelekan meminta-minta. Jika melihat pada asbab wurud hadithnya, maka dapat disimpulkan bahwa kejelekan meminta-minta apabila terus-terusan meminta-minta. Namun apabila meminta hanya sekedarnya dan karena memang terpaksa, hal itu tidak menjadikannya hina.








[1] Dalam kamus Munawwir berarti sebab atau alasan, lihat almunawwir hal 602
[2] Zainul Arifin, Asbabul Wurud  hadith dalam memahami hadis ahkam.pdf.  hal 186
[3] AW Munawwir, Kamus Al-Munawwir (Surabaya, PustakaProgressif : 1997) hal 1551
[4]Op.cit., hal 186
[5] Muhammad Ahmad- M. Mudzakir, Ulumul Hadis (Bandung, Pustaka Setia : 1998) hal 63
[6]. Op.cit., hal 187
[7] Ibid, hal 187
[8] Ibid, hal 187
[9] http///google.com., contoh makalah asbabul wurud hadith, htm di akses pada tgl 03 oktober 2013
[10] Hijrah dengan  ikhlas karena mengharap Ridho Allah
[11] Hijrah karena ada suatu hal selain Allah
[12] Jalaluddin Abd Rahman Assuyuthi, Alluma’ fi asbabi wurudil hadits  (Jakarta : Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2012) hal 19
[13] Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah (Bulughul Marom hal 1)
[14] Pergi ke masjid untuk sholat jum’at
[15] Assuyuthi, Alluma’ fi asbabi wurudil hadits,  hal 25
[16] Ibid, hal 51
[17] Ibid, hal 54
[18] Ibid, hal 64
[19] Yang dimaksud adalah orang  yang meminta-minta. Assuyuthi, Alluma’ fi asbabi  wurudil hadits, hal 81
[20] Op.cit.,hal 20
[21] Op.cit., hal 25

[23] Op.cit., hal 37
[24] Op.cit., hal 54
[25] Op.cit., hal 64
[26] Rakus/tamak

0 comments:

Post a Comment

Translate

Sponsor

 
Dosen Blogger © 2018