BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Shalat menempati kedudukan tinggi dalam Islam. Adalah rukun kedua
dan berfungsi sebagai tiang agama. Sholat adalah salah satu sendi dari ajaran
Islam yang banyak disebut dalam Al-Qur’an dan juga Hadits Nabi. Hal ini menunjukkan
betapa pentingnya arti dari ibadah sholat sebagai media untuk mewujudkan
komunikasi antara seorang hamba dengan Sang Pencipta.
Keutamaan dan manfaat shalat ini sangat banyak, apalagi kalau
shalat jama’ah karena shalat jama’ah ini mengandung banyak manfaat yang
karenanya ia disyariatkan. shalat jama’ah ini sangat dianjurkan bagi kaum
laki-laki, kenapa karena lelaki tidak banyak mendatangkan mudharat apabila dia
keluar rumah. Berbeda dengan kaum wanita harus banyak pertimbangan apabila
beliau keluar dari rumah untuk pergi ke mesjid.
Shalat jama’ah merupakan perkara yang lazim, namun sesungguhnya
Islam telah mengatur hal-hal khusus bagi wanita. Shalat wanita di mesjid
menjadi perselisihan di kalangan ulama, karena ada hadis tertentu yang
membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.
Untuk itu dalam makalah ini penulis akan membahas tentang Hadis
shalat wanita di mesjid dan hal-hal yang menyangkut masalah itu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Hadis yang berkaitan tentang dengan wanita shalat di mesjid?
2.
Bagaimana adab-adab wanita shalat di mesjid
3.
Bagaimana hukum dan pendapat para ulama tentang Hadits-Hadits
shalat wanita di mesjid?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hadis Tentang Shalat Wanita di
Mesjid
Sejak zaman Nubuwah, kehadiran wanita shalat di mesjid, bukanlah
sesuatu yang asing. Hal ini kita ketahui dari hadits Rasulullah SAW diantaranya
adalah:
عَنْ زَيْنَبَ الثَّقَفِيَّةِ
كَانَتْ تَحْدِثُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم؛ أَنَّهُ قَالَ:
“إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ
الْعِشَاءَ، فَلاَ تَطَيَّبْ تِلْكَ اللَّيْلَةَ”.
Artinya: Dari Zainab Ats-Tsaqafiyyah Radiyallahu’anha, dia berkata,
“Rasulullah SAW bersabda kepada kami,’Apabila salah seorang dari kamu (kaum
wanita) turut berjama’ah ke masjid, janganlah memakai wangi-wangian. (HR Muslim
2/33).[1]
Dari ‘Aisyah Radiyallahu’anha, di berkata, “Mereka wanita-wanita mukminah menghadiri shalat Shubuh bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka berselimut dengan kain-kain mereka.
Kemudian para wanita itu kembali ke rumah-rumah mereka seselesainya dari shalat
tanpa ada seorang pun yang mengenali mereka karena masih gelap.” (Shahih, HR.
Al-Bukhari no. 578 dan Muslim no. 645)
Dari Ummu Salamah Radiyallahu’anha, menceritakan: “Di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, para wanita yang ikut
hadir dalam shalat berjamaah, selesai salam segera bangkit meninggalkan masjid
pulang kembali ke rumah mereka. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dan jamaah laki-laki tetap diam di tempat mereka sekedar waktu yang
diinginkan Allah. Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit,
bangkit pula kaum laki-laki tersebut.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 866, 870)
Qatadah Al-Anshari Radiyallahu’anhu berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Aku
berdiri untuk menunaikan shalat dan tadinya aku berniat untuk memanjangkannya.
Namun kemudian aku mendengar tangisan bayi, maka aku pun memendekkan shalatku
karena aku tidak suka memberatkan ibunya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 868).
B. Adab-Adab Wanita Pergi ke Mesjid untuk Shalat Jama’ah
Jika wanita keluar
untuk shalat ke mesjid hendaknya ia melakukan hal-hal di bawah ini:
1. Wanita hendaknya
menutup diri dengan pakaian dan hijab.
Aisyah r.a. berkata: "Adalah
wanita melakukan shalat bersama Rasulullah Saw., kemudian mereka pulang sambil
menyelimuti diri mereka dengan kain lebar mereka. Mereka tidak dikenali karena
Subuh itu sangat pagi sekali."
2. Jangan keluar dengan
berdandan atau pakaian indah atau perhiasan.
Aisyah Ummul mu'minin berkata: "Seandainya
Rasulullah Saw. melihat dari wanita kini apa yang kami lihat, pasti beliau
melarang mereka pergi ke masjid, sebagaimana Bani Israil melarang wanita mereka
menuju tempat ibadah mereka".
As-Syaukani, dalam
Nailul Authar, mengomentari kata-kata 'Aisyah, "Seandainya beliau
melihat dari wanita apa yang kami lihat" : Maksudnya ialah:
pakaian-pakaian indah, aroma mewangi dan perhiasan yang mereka kenakan dan
penampilan mereka dengan dandanan kecantikan mereka. Padahal wanita dahulu di
zaman Nabi Saw., mereka keluar dengan mengenakan kain-kain lebar, busana-busana
dan selimut-selimut tebal.
3. Jangan keluar dengan
memakai wewangian
Rasulullah bersabda: "Janganlah
kamu melarang wanita menuju masjid-masjid Allah. Hendaklah mereka keluar tanpa
mengenakan wangi-wangian".
Imam Muslim
meriwayatkan dari hadits Zainab, isteri Ibn Mas'ud ia berkata: "Jika
salah seorang di antara kamu hadir berjama'ah di masjid, maka janganlah ia
menyentuh (mengenakan) wangi-wangian". Hadits ini menunjukkan bahwa
keluarnya wanita ke masjid, hanya dibolehkan jika tidak ada unsur fitnah (mengganggu
hati) atau yang menggerakkan ke arah fitnah itu, seperti wangi-wangian dari
asap kayu cendana atau semacamnya, selain itu bahwa izin dari suami untuk
keluarnya para isteri ke masjid adalah jika keluarnya mereka tidak mengandung
unsur yang berdampak adanya fitnah (gangguan hati), seperti minyak wangi
atau perhiasan yang tampak lainnya.
4. Pada saat dalam masjid
Saat di dalam masjid, jika wanita itu sendirian, maka hendaknya berbaris
sendiri di belakang shaf lelaki, berdasarkan hadits Anas saat shalat
bermakmum kepada Rasulullah Saw., Anas berkata: "Aku dan anak lelaki
kecil (yatim) berdiri di belakang beliau. Sedang wanita tua (ibuku) berdiri di
belakang kami". Selain itu dari hadits Anas, ia berkata: "Aku
dan anak lelaki kecil (yatim) shalat di rumah kami bermakmum kepada Rasulullah
Saw., Sedang-kan Ibuku Ummu Sulaim berdiri di belakang kami." Jika
jama'ah wanita itu banyak, lebih dari satu, maka hendaknya mereka berbaris satu
shaf, atau beberapa shaf di belakang shaf jama'ah lelaki. Hal ini
berdasarkan hadits:
“Bahwasanya Rasulullah
Saw., menata shaf lelaki dewasa di depan anak-anak lelaki, dan menata shaf
anak-anak lelaki di belakang shaf lelaki dewasa. Sedangkan shaf wanita di
belakang shaf anak- anak lelaki."
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda: "Shaf terbaik
bagi lelaki adalah yang paling depan, sedang yang terburuk adalah yang paling
belakang. Shaf terbaik wanita adalah yang paling belakang, sedang yang terburuk
adalah yang paling depan”.
Dua hadits di atas menunjukkan,
bahwa hendak-nya wanita berbaris beberapa shaf di belakang shaf lelaki.
Janganlah mereka shalat terpencar-pencar, jika mereka shalat di belakang shaf
lelaki, baik itu dalam shalat fardhu maupun dalam shalat tarawih.
5. Dalam shalat jama’ah
Jika Imam lupa dalam shalatnya, maka wanita menegurnya dengan menepukkan
telapak tangan kanannya ke telapak tangan kirinya , berdasarkan hadits:
Rasulullah bersabda: "Jika terjadi suatu hal (kelupaan) pada kamu
dalam shalat, hendaklah makmum lelaki mengucap tasbih, dan hendaknya makmum
wanita menepukkan tangan ".
Ini adalah izin
pembolehan bagi wanita menepukkan telapak tangannya jika terjadi sesuatu hal
dalam shalat, di antaranya lupanya imam. Hal itu karena suara halus wanita
mengandung fitnah (gangguan di hati) bagi lelaki. Karenanya, ia diperintahkan
menepukkan telapak tangannya tanpa berucap kata.
6. Dianjurkan wanita
keluar ketika shalat Id
Dari Ummu 'Athiyyah ia
berkata : "Rasulullah Saw., memerintah kami untuk membawa keluar wanita
untuk shalat 'Idul Fitri dan shalat 'Idul Adha, yaitu gadis-gadis yang sudah
atau hampir baligh, wanita-wanita yang sedang haid dan gadis-gadis yang dalam
pingitan. Adapun wanita-wanita yang sedang haid, mereka mengambil tempat
terpisah dari area shalat dan turut menghadiri keutamaan shalat dan seruan do'a
ummat Islam."
Hadits ini dan
hadits-hadits lain yang semakna memastikan disyari'atkannya wanita keluar untuk
shalat id, tanpa membedakan antara perawan, janda, gadis, wanita tua,
wanita haid dan lainnya, selagi ia tidak dalam masa 'iddah, atau
sekiranya keluarnya menimbulkan fitnah (gangguan ke arah maksiat), atau
ia mempunyai udzur.
Dari nukilan-nukilan di
atas, kiranya kita ketahui bahwa wanita keluar rumah untuk shalat 'id
diizinkan syari'at dengan syarat-syarat. Yaitu: kesenantiasaan berpegang
pada norma Islam, kuatnya rasa malu, bertujuan mendekatkan diri kepada Allah,
turut serta bersama ummat Islam dalam berdo'a, dan untuk meninggikan syi'ar
Islam. Bukan tujuannya untuk memamerkan perhiasan dan menggulirkan diri
dalam kancah fitnah dan kemadharatan yang lainnya.
7. Apabila Imam telah
selesai salam
Apabila imam telah salam maka hendaknya wanita bersegera keluar dari masjid,
sedang jama'ah lelaki tetap duduk, agar wanita yang telah keluar itu tidak
terkejar oleh lelaki. Ini berdasarkan hadits Salamah:
"Sesungguhnya wanita (dahulu), jika usai salam dari shalat fardhu,
mereka bangkit, sedang Rasulullah Saw., dan jama'ah lelaki menetap beberapa
saat, kemudian jika Rasulullah Saw., bangkit, jama'ah lelaki pun bangkit"
Hadits ini menunjukkan,
bahwasanya disunnahkan bagi Imam memberi perhatian penuh kepada para makmumnya
dan berhati-hati untuk menghindari hal-hal yang boleh jadi menggiring kepada
sesuatu yang dilarang Agama dan menghindari hal-hal yang dapat mengundang
prasangka buruk.[2]
C. Hukum dan Pendapat Ulama Tentang Wanita Shalat Di Mesjid
Shalat jama’ah tidaklah
wajib bagi wanita berdasarkan kesepakatan mayoritas para ulama. Ada beberapa
pendapat ulama di bawah ini:
a. Makhruh bagi wanita
muda shalat berjama’ah ke mesjid
Abu
Hanifah dan dua orang sahabatnya mengatakan bahwa makruh bagi seorang wanita
yang masih muda menghadiri shalat berjama’ah (di masjid) secara mutlak karena
dikhawatirkan adanya fitnah. Abu Hanifah mengatakan bahwa tidak mengapa bagi
seorang wanita yang sudah tua pergi ke masjid untuk shalat shubuh, maghrib dan
isya karena nafsu syahwat bisa menimbulkan fitnah di waktu-waktu selain itu.
Orang-orang fasiq tidur pada waktu shubuh dan isya kemudian mereka disibukan
dengan makanan pada waktu maghrib. Sedangkan kedua orang sahabatnya membolehkan
bagi seorang wanita yang sudah tua pergi ke masjid untuk melakukan semua shalat
karena tidak ada fitnah didalamnya dikarenakan kecilnya keinginan (syahwat)
seseorang terhadapnya.
Dan
madzhab dikalangan para ulama belakangan adalah memakruhkan wanita menghadiri
shalat jama’ah walaupun shalat jum’at secara mutlak meskipun ia seorang wanita
tua pada malam hari dikarenakan sudah rusaknya zaman dan tampaknya berbagai
kefasikan.
b.
Di bolehkan bagi wanita shalat ke mesjid ketika shalat id
Para ulama Maliki mengatakan bahwa dibolehkan bagi seorang wanita
dengan penuh kesucian dan tidak memikat kaum laki-laki untuk pergi ke masjid
melakukan shalat berjama’ah, id, jenazah, istisqo (shalat meminta hujan), kusuf
(shalat gerhana) sebagaimana dibolehkan bagi seorang wanita muda yang tidak
menimbulkan fitnah pergi ke masjid (shalat berjama’ah) atau shalat jenazah
kerabatnya. Adapun apabila dikhawatirkan terjadinya fitnah maka tidak
diperbolehkan baginya untuk pergi ke masjid secara mutlak.
c.
Makhruh bagi wanita cantik shalat di mesjid
Para ulama Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa makruh bagi para
wanita yang cantik atau memiliki daya tarik baik ia adalah seorang wanita muda
atau tua untuk pergi ke masjid shalat berjama’ah bersama kaum laki-laki karena
hal itu merupakan sumber fitnah dan hendaklah ia shalat di rumahnya. Dan
dibolehkan bagi para wanita yang tidak menarik untuk pergi ke masjid jika ia
tidak mengenakan wangi-wangian dan atas izin suaminya meskipun sesungguhnya
rumahnya lebih baik baginya, berdasarkan sabda Rasulullah saw,”Janganlah engkau
melarang para wanita itu pergi ke masjid meskipun rumah mereka lebih baik bagi
mereka.” Didalam lafazh lainnya disebutkan,”Apabila para wanita kalian meminta
izin kepada kalian pada waktu malam hari untuk ke masjid maka izinkanlah
mereka.” (HR. Jama’ah kecuali Ibnu Majah) yaitu jika aman dari kerusakan
(fitnah). Juga sabdanya saw,”Janganlah kamu melarang para wanita pergi ke
masjid, hendaklah mereka keluar tanpa memakai wangi-wangian.” (HR. Ahmad, Abu
daud dari Abu Hurairoh) dan dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah saw
bersabda,”Sebaik-baik masjid bagi kaum wanita adalah didalam rumahnya.” (HR. Ahmad).
Intinya adalah bahwa tidak dibolehkan bagi seorang wanita cantik (menarik)
untuk pergi ke masjid dan dibolehkan bagi wanita yang sudah tua. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz II
hal 1172 – 1173).[3]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Shalat jama’ah merupakan perkara yang lazim, namun sesungguhnya
Islam telah mengatur hal-hal khusus bagi wanita. Shalat wanita di mesjid
menjadi perselisihan di kalangan ulama, karena ada hadis tertentu yang
membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.
Sebagaimana dalam hadis Dari Ummu Salamah Radiyallahu’anha,
menceritakan: “Di masa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wasallam, para wanita yang ikut hadir dalam shalat
berjamaah, selesai salam segera bangkit meninggalkan masjid pulang kembali ke
rumah mereka. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan jamaah
laki-laki tetap diam di tempat mereka sekedar waktu yang diinginkan Allah.
Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit, bangkit pula kaum
laki-laki tersebut.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 866, 870).
Dalam masalah wanita shalat ke mesjid menjadi perbedaan, tapi shalat
jama’ah bagi wanita ke mesjid itu tidak di wajibkan, namun ada hal-hal yang
harus dilakukan oleh wanita jika pergi shalat berjama’ah ke mesjid.
B. Saran
Kami sebagai pemakalah
menyarankan kepada pembaca agar mencari sumber dan referensi lagi agar pembaca
dapat pengetahuan dan wawasan yang lebih luas lagi, karna yang kami tulis jauh
dari yang terbaik dan banyak kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA
Nashiruddin Al-Albani, Muhammad, Ringkasan Shahih Muslim Jilid 1, penerjemah KMCP Imron Rosadi, Jakarta
Selatan: Pustaka Azzam, 2013
[1] Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih
Muslim Jilid 1, penerjemah KMCP Imron Rosadi (Jakarta Selatan: Pustaka
Azzam, 2013), cet ke-2, h. 197.
1 comments:
👍 bagus
Post a Comment