Friday, November 2, 2018

Adab-Adab Wanita Pergi ke Mesjid untuk Shalat Jama’ah

1 comments
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Shalat menempati kedudukan tinggi dalam Islam. Adalah rukun kedua dan berfungsi sebagai tiang agama. Sholat adalah salah satu sendi dari ajaran Islam yang banyak disebut dalam Al-Qur’an dan juga Hadits Nabi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya arti dari ibadah sholat sebagai media untuk mewujudkan komunikasi antara seorang hamba dengan Sang Pencipta.
Keutamaan dan manfaat shalat ini sangat banyak, apalagi kalau shalat jama’ah karena shalat jama’ah ini mengandung banyak manfaat yang karenanya ia disyariatkan. shalat jama’ah ini sangat dianjurkan bagi kaum laki-laki, kenapa karena lelaki tidak banyak mendatangkan mudharat apabila dia keluar rumah. Berbeda dengan kaum wanita harus banyak pertimbangan apabila beliau keluar dari rumah untuk pergi ke mesjid.
Shalat jama’ah merupakan perkara yang lazim, namun sesungguhnya Islam telah mengatur hal-hal khusus bagi wanita. Shalat wanita di mesjid menjadi perselisihan di kalangan ulama, karena ada hadis tertentu yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.
Untuk itu dalam makalah ini penulis akan membahas tentang Hadis shalat wanita di mesjid dan hal-hal yang menyangkut masalah itu.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa Hadis yang berkaitan tentang dengan wanita shalat di mesjid?
2.      Bagaimana adab-adab wanita shalat di mesjid
3.      Bagaimana hukum dan pendapat para ulama tentang Hadits-Hadits shalat wanita di mesjid?



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Hadis Tentang Shalat Wanita di Mesjid
Sejak zaman Nubuwah, kehadiran wanita shalat di mesjid, bukanlah sesuatu yang asing. Hal ini kita ketahui dari hadits Rasulullah SAW diantaranya adalah:
عَنْ زَيْنَبَ الثَّقَفِيَّةِ كَانَتْ تَحْدِثُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم؛ أَنَّهُ قَالَ:
“إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ الْعِشَاءَ، فَلاَ تَطَيَّبْ تِلْكَ اللَّيْلَةَ”.
Artinya: Dari Zainab Ats-Tsaqafiyyah Radiyallahu’anha, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda kepada kami,’Apabila salah seorang dari kamu (kaum wanita) turut berjama’ah ke masjid, janganlah memakai wangi-wangian. (HR Muslim 2/33).[1]
Dari ‘Aisyah Radiyallahu’anha, di berkata, “Mereka wanita-wanita mukminah menghadiri shalat Shubuh bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka berselimut dengan kain-kain mereka. Kemudian para wanita itu kembali ke rumah-rumah mereka seselesainya dari shalat tanpa ada seorang pun yang mengenali mereka karena masih gelap.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 578 dan Muslim no. 645)
Dari Ummu Salamah Radiyallahu’anha, menceritakan: “Di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, para wanita yang ikut hadir dalam shalat berjamaah, selesai salam segera bangkit meninggalkan masjid pulang kembali ke rumah mereka. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan jamaah laki-laki tetap diam di tempat mereka sekedar waktu yang diinginkan Allah. Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit, bangkit pula kaum laki-laki tersebut.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 866, 870)
Qatadah Al-Anshari Radiyallahu’anhu berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Aku berdiri untuk menunaikan shalat dan tadinya aku berniat untuk memanjangkannya. Namun kemudian aku mendengar tangisan bayi, maka aku pun memendekkan shalatku karena aku tidak suka memberatkan ibunya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 868).
B.       Adab-Adab Wanita Pergi ke Mesjid untuk Shalat Jama’ah
Jika wanita keluar untuk shalat ke mesjid hendaknya ia melakukan hal-hal di bawah ini:
1.      Wanita hendaknya menutup diri dengan pakaian dan hijab.
Aisyah r.a. berkata: "Adalah wanita melakukan shalat bersama Rasulullah Saw., kemudian mereka pulang sambil menyelimuti diri mereka dengan kain lebar mereka. Mereka tidak dikenali karena Subuh itu sangat pagi sekali." 

2.      Jangan keluar dengan berdandan atau pakaian indah atau perhiasan.
Aisyah Ummul mu'minin berkata: "Seandainya Rasulullah Saw. melihat dari wanita kini apa yang kami lihat, pasti beliau melarang mereka pergi ke masjid, sebagaimana Bani Israil melarang wanita mereka menuju tempat ibadah mereka".
As-Syaukani, dalam Nailul Authar, mengomentari kata-kata 'Aisyah, "Seandainya beliau melihat dari wanita apa yang kami lihat" : Maksudnya ialah: pakaian-pakaian indah, aroma mewangi dan perhiasan yang mereka kenakan dan penampilan mereka dengan dandanan kecantikan mereka. Padahal wanita dahulu di zaman Nabi Saw., mereka keluar dengan mengenakan kain-kain lebar, busana-busana dan selimut-selimut tebal.

3.      Jangan keluar dengan memakai wewangian
Rasulullah bersabda: "Janganlah kamu melarang wanita menuju masjid-masjid Allah. Hendaklah mereka keluar tanpa mengenakan wangi-wangian".

Imam Muslim meriwayatkan dari hadits Zainab, isteri Ibn Mas'ud ia berkata: "Jika salah seorang di antara kamu hadir berjama'ah di masjid, maka janganlah ia menyentuh (mengenakan) wangi-wangian". Hadits ini menunjukkan bahwa keluarnya wanita ke masjid, hanya dibolehkan jika tidak ada unsur fitnah (mengganggu hati) atau yang menggerakkan ke arah fitnah itu, seperti wangi-wangian dari asap kayu cendana atau semacamnya, selain itu bahwa izin dari suami untuk keluarnya para isteri ke masjid adalah jika keluarnya mereka tidak mengandung unsur yang berdampak adanya fitnah (gangguan hati), seperti minyak wangi atau perhiasan yang tampak lainnya.

4.      Pada saat dalam masjid
Saat di dalam masjid, jika wanita itu sendirian, maka hendaknya berbaris sendiri di belakang shaf lelaki, berdasarkan hadits Anas saat shalat bermakmum kepada Rasulullah Saw., Anas berkata: "Aku dan anak lelaki kecil (yatim) berdiri di belakang beliau. Sedang wanita tua (ibuku) berdiri di belakang kami". Selain itu dari hadits Anas, ia berkata: "Aku dan anak lelaki kecil (yatim) shalat di rumah kami bermakmum kepada Rasulullah Saw., Sedang-kan Ibuku Ummu Sulaim berdiri di belakang kami." Jika jama'ah wanita itu banyak, lebih dari satu, maka hendaknya mereka berbaris satu shaf, atau beberapa shaf di belakang shaf jama'ah lelaki. Hal ini berdasarkan hadits:
“Bahwasanya Rasulullah Saw., menata shaf lelaki dewasa di depan anak-anak lelaki, dan menata shaf anak-anak lelaki di belakang shaf lelaki dewasa. Sedangkan shaf wanita di belakang shaf anak- anak lelaki."

Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda: "Shaf terbaik bagi lelaki adalah yang paling depan, sedang yang terburuk adalah yang paling belakang. Shaf terbaik wanita adalah yang paling belakang, sedang yang terburuk adalah yang paling depan”.

 Dua hadits di atas menunjukkan, bahwa hendak-nya wanita berbaris beberapa shaf di belakang shaf lelaki. Janganlah mereka shalat terpencar-pencar, jika mereka shalat di belakang shaf lelaki, baik itu dalam shalat fardhu maupun dalam shalat tarawih.

5.      Dalam shalat jama’ah
Jika Imam lupa dalam shalatnya, maka wanita menegurnya dengan menepukkan telapak tangan kanannya ke telapak tangan kirinya , berdasarkan hadits:
Rasulullah bersabda: "Jika terjadi suatu hal (kelupaan) pada kamu dalam shalat, hendaklah makmum lelaki mengucap tasbih, dan hendaknya makmum wanita menepukkan tangan ".

Ini adalah izin pembolehan bagi wanita menepukkan telapak tangannya jika terjadi sesuatu hal dalam shalat, di antaranya lupanya imam. Hal itu karena suara halus wanita mengandung fitnah (gangguan di hati) bagi lelaki. Karenanya, ia diperintahkan menepukkan telapak tangannya tanpa berucap kata. 

6.      Dianjurkan wanita keluar ketika shalat Id
Dari Ummu 'Athiyyah ia berkata : "Rasulullah Saw., memerintah kami untuk membawa keluar wanita untuk shalat 'Idul Fitri dan shalat 'Idul Adha, yaitu gadis-gadis yang sudah atau hampir baligh, wanita-wanita yang sedang haid dan gadis-gadis yang dalam pingitan. Adapun wanita-wanita yang sedang haid, mereka mengambil tempat terpisah dari area shalat dan turut menghadiri keutamaan shalat dan seruan do'a ummat Islam."

Hadits ini dan hadits-hadits lain yang semakna memastikan disyari'atkannya wanita keluar untuk shalat id, tanpa membedakan antara perawan, janda, gadis, wanita tua, wanita haid dan lainnya, selagi ia tidak dalam masa 'iddah, atau sekiranya keluarnya menimbulkan fitnah (gangguan ke arah maksiat), atau ia mempunyai udzur. 
Dari nukilan-nukilan di atas, kiranya kita ketahui bahwa wanita keluar rumah untuk shalat 'id diizinkan syari'at dengan syarat-syarat. Yaitu: kesenantiasaan berpegang pada norma Islam, kuatnya rasa malu, bertujuan mendekatkan diri kepada Allah, turut serta bersama ummat Islam dalam berdo'a, dan untuk meninggikan syi'ar Islam. Bukan tujuannya untuk memamerkan perhiasan dan menggulirkan diri dalam kancah fitnah dan kemadharatan yang lainnya.

7.      Apabila Imam telah selesai salam
Apabila imam telah salam maka hendaknya wanita bersegera keluar dari masjid, sedang jama'ah lelaki tetap duduk, agar wanita yang telah keluar itu tidak terkejar oleh lelaki. Ini berdasarkan hadits Salamah:
"Sesungguhnya wanita (dahulu), jika usai salam dari shalat fardhu, mereka bangkit, sedang Rasulullah Saw., dan jama'ah lelaki menetap beberapa saat, kemudian jika Rasulullah Saw., bangkit, jama'ah lelaki pun bangkit"
                       
Hadits ini menunjukkan, bahwasanya disunnahkan bagi Imam memberi perhatian penuh kepada para makmumnya dan berhati-hati untuk menghindari hal-hal yang boleh jadi menggiring kepada sesuatu yang dilarang Agama dan menghindari hal-hal yang dapat mengundang prasangka buruk.[2] 

C.      Hukum dan Pendapat Ulama Tentang Wanita Shalat Di Mesjid
Shalat jama’ah tidaklah wajib bagi wanita berdasarkan kesepakatan mayoritas para ulama. Ada beberapa pendapat ulama di bawah ini:
a.       Makhruh bagi wanita muda shalat berjama’ah ke mesjid
Abu Hanifah dan dua orang sahabatnya mengatakan bahwa makruh bagi seorang wanita yang masih muda menghadiri shalat berjama’ah (di masjid) secara mutlak karena dikhawatirkan adanya fitnah. Abu Hanifah mengatakan bahwa tidak mengapa bagi seorang wanita yang sudah tua pergi ke masjid untuk shalat shubuh, maghrib dan isya karena nafsu syahwat bisa menimbulkan fitnah di waktu-waktu selain itu. Orang-orang fasiq tidur pada waktu shubuh dan isya kemudian mereka disibukan dengan makanan pada waktu maghrib. Sedangkan kedua orang sahabatnya membolehkan bagi seorang wanita yang sudah tua pergi ke masjid untuk melakukan semua shalat karena tidak ada fitnah didalamnya dikarenakan kecilnya keinginan (syahwat) seseorang terhadapnya.
Dan madzhab dikalangan para ulama belakangan adalah memakruhkan wanita menghadiri shalat jama’ah walaupun shalat jum’at secara mutlak meskipun ia seorang wanita tua pada malam hari dikarenakan sudah rusaknya zaman dan tampaknya berbagai kefasikan.
b.      Di bolehkan bagi wanita shalat ke mesjid ketika shalat id
Para ulama Maliki mengatakan bahwa dibolehkan bagi seorang wanita dengan penuh kesucian dan tidak memikat kaum laki-laki untuk pergi ke masjid melakukan shalat berjama’ah, id, jenazah, istisqo (shalat meminta hujan), kusuf (shalat gerhana) sebagaimana dibolehkan bagi seorang wanita muda yang tidak menimbulkan fitnah pergi ke masjid (shalat berjama’ah) atau shalat jenazah kerabatnya. Adapun apabila dikhawatirkan terjadinya fitnah maka tidak diperbolehkan baginya untuk pergi ke masjid secara mutlak.
c.       Makhruh bagi wanita cantik shalat di mesjid
Para ulama Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa makruh bagi para wanita yang cantik atau memiliki daya tarik baik ia adalah seorang wanita muda atau tua untuk pergi ke masjid shalat berjama’ah bersama kaum laki-laki karena hal itu merupakan sumber fitnah dan hendaklah ia shalat di rumahnya. Dan dibolehkan bagi para wanita yang tidak menarik untuk pergi ke masjid jika ia tidak mengenakan wangi-wangian dan atas izin suaminya meskipun sesungguhnya rumahnya lebih baik baginya, berdasarkan sabda Rasulullah saw,”Janganlah engkau melarang para wanita itu pergi ke masjid meskipun rumah mereka lebih baik bagi mereka.” Didalam lafazh lainnya disebutkan,”Apabila para wanita kalian meminta izin kepada kalian pada waktu malam hari untuk ke masjid maka izinkanlah mereka.” (HR. Jama’ah kecuali Ibnu Majah) yaitu jika aman dari kerusakan (fitnah). Juga sabdanya saw,”Janganlah kamu melarang para wanita pergi ke masjid, hendaklah mereka keluar tanpa memakai wangi-wangian.” (HR. Ahmad, Abu daud dari Abu Hurairoh) dan dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah saw bersabda,”Sebaik-baik masjid bagi kaum wanita adalah didalam rumahnya.” (HR. Ahmad). Intinya adalah bahwa tidak dibolehkan bagi seorang wanita cantik (menarik) untuk pergi ke masjid dan dibolehkan bagi wanita yang sudah tua. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz II hal 1172 – 1173).[3]









BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Shalat jama’ah merupakan perkara yang lazim, namun sesungguhnya Islam telah mengatur hal-hal khusus bagi wanita. Shalat wanita di mesjid menjadi perselisihan di kalangan ulama, karena ada hadis tertentu yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.
Sebagaimana dalam hadis Dari Ummu Salamah Radiyallahu’anha, menceritakan: “Di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, para wanita yang ikut hadir dalam shalat berjamaah, selesai salam segera bangkit meninggalkan masjid pulang kembali ke rumah mereka. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan jamaah laki-laki tetap diam di tempat mereka sekedar waktu yang diinginkan Allah. Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit, bangkit pula kaum laki-laki tersebut.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 866, 870).
Dalam masalah wanita shalat ke mesjid menjadi perbedaan, tapi shalat jama’ah bagi wanita ke mesjid itu tidak di wajibkan, namun ada hal-hal yang harus dilakukan oleh wanita jika pergi shalat berjama’ah ke mesjid.
B.       Saran
Kami sebagai pemakalah menyarankan kepada pembaca agar mencari sumber dan referensi lagi agar pembaca dapat pengetahuan dan wawasan yang lebih luas lagi, karna yang kami tulis jauh dari yang terbaik dan banyak kekurangan.



DAFTAR PUSTAKA
Nashiruddin Al-Albani, Muhammad, Ringkasan Shahih Muslim Jilid 1, penerjemah KMCP Imron Rosadi, Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2013






































[1] Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim Jilid 1, penerjemah KMCP Imron Rosadi (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2013), cet ke-2, h. 197.

1 comments:

Post a Comment

Translate

Sponsor

 
Dosen Blogger © 2018