KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala puji dan
syukur bagi Allah swt yang dengan ridho-Nya kita dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan lancar. Sholawat dan salam tetap kami haturkan
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw dan untuk para keluarga,
sahabat dan pengikut-pengikutnya yang setia mendampingi beliau. Terima
kasih kepada keluarga teman-teman dan yang terlibat dalam pembuatan makalah
ini yang dengan do'a dan bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan
dengan lancar.
Dalam makalah ini, kami menguraikan tentang ”Musnad Ahmad bin Hanbal” yang
kami ambil dari berbagai sumber, diantaranya buku dan internet. Makalah ini
diharapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari.
Kami berharap bisa dimafaatkan semaksimal mugkin.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun tetap kami
nantikan dan kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu hal yang unik dalam penyusunan hadis adalah diantara para ulama
hadis ada yang tidak menggunakan metode klasifikasi hadis, melainkan
berdasarkan nama para sahabat Nabi SAW. yang meriwayatkan hadis itu.metode
ini disebud musnad. Sehingga orang yang merujuk kepada kitab musnad dan ia
mau mencari hadis yang berkaitan dengan bab shalat misalnya, ia tidak akan
mendapatkan hasil apa-apa. Sebab dalam kitab musnad tidak akan ditemukanbab
shalat, zakat dan sebagainya, yang ada hanyalah bab tentang nama-nama
sahabat Nabi berikut hadis-hadis yang diriwayatkan mereka.
Jumlah kitab musnad banyak sekali. Akan tetapi dalam makalah ini kami akan
membahas mengenai Musnad Ahmad bin Hanbal. Kitab ini adalah salah
satu kodifikasi hadis yang sangat diperlukan, oleh umat islam.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi dari Ahmad bin Hanbal?
2. Apa yang melatarbelakangi Ahmad bin Hanbal menulis kitab Musnad?
3. Bagaimana metode penyusunan kitab Ahmad bin Hanbal?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari kitab Musnad itu?
5. Bagaimana penilaian ulama terhadap kitab Musnad Ahmad bin Hanbal?
C.
Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui biografi dari Ahmad bin Hanbal.
2. Untuk mengetahui latar belakang Ahmad bin Hanbal menulis kitab Musnad.
3. Untuk mengetahui bagaimana metode penyusunan kitab Musnad Ahmad bin
Hanbal.
4. Untuk mengetahui apa saja kelebihan kekurangan kitab Musnad itu.
5. Untuk mengetahui penilaian ulama terhadap kitab Musnad Ahmad bin Hanbal.
BAB II
PEMBAHASAN
Nama lengkap Imam Ahmad bin Hanbal adalah Imam Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah
bin Anas bin Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa’labah
bin Ukabah Sha’b bin Ali bin Bakar bin Wa’il, Imam Abu Abdillah
Asy-Syaibani.[1] Ahmad bin
Hanbal dilahirkan di Baghdad, tepatnya di daerah Maru pada bulan Rabi’ul
awal tahun 164 H atau November 780 M. [2]
Ahmad bin Hanbal adalah keturunan Syaiban bin Dzuhal bin Tsa’’labah. Dzuhal
bi Tsa’labah ini adalah paman Dzuhal bin Syaiban.
Garis keturunan Ahmad ini bertemu dengan garis keturunan Rasulullah SAW
pada Nizar, sebab Rasulullah SAW adalah keturunan Mudhar, yakni Mudhar bin
Nizar, sedangkan Ahmad bin Hanbal adalah keturunan Rabi’ah, yakni Rabi’ah
bin Nizar, saudara Mudhar bin Nizar.
Ibunya Ahmad adalah keturunan Syaiban juga, bernama Shafiah binti Maimunah
binti Abdul Malik Asy-Syaibani, dari Bani Amir. Bapak Ahmad tinggal bersama
mereka (Bani Amir) dan menikah dengan putri mereka. Bapak Ahmad yang
berasal dari Basrah adalah seorang tentara. Dia meninggal dunia pada umur
tiga puluh tahun, saat Ahmad masih kecil.
Ahmad tumbuh dewasa di Baghdad dan sejak kecil dia sudah sangat antusias
terhadap buku.[3] Di usianya
yang masih kecil, ia sudah dapat menghafal Al-Qur’an. Ahmad belajar hadis
pertama kalinya kepada Abu Yusuf, seorang ahli Ra’yi dan sahabat Abu
Hanifah. Abu Yusuf adalah seorang hakim agung pada pemerintah Bani
Abbasyiah.[4]
Pertama kali Ahmad bin Hanbal mencari riwayat hadis adalah pada tahun 179
H, saat ia berusia enam belas tahun. [5] Pada tahun 183 H Ahmad
bin Hanbal mulai pergi ke beberapa kota untuk mencari ilmu. Pada mulanya,
ia pergi ke Khuffah pada tahun 183 H, kemudian ke Bashrah pada tahun 186 H,
ke Mekkah pada tahun 187 H, dilanjutkan ke Madinah dan Yaman pada tahun 197
H, dan terakhir ke Mesopotamia. Banyak hadis yang ia dapatkan, diantaranya
dari Hasyim, Sufyan bin Uyainah, Ibrahim bin Sa’ad, Jarir bin Abdullah
Hamid, Yahya al-Qatthan, dan Waqi.
Kecintaan pada ilmu begitu besar. Karenanya, setiap kali mendengar ada
ulama terkenal disuatu tempat, ia rela menempuh perjalanan jauh dan waktu
lama hanya untuk menimba ilmu dari ulama tersebut. Karena itu pula Ahmad
bin Hanbal tidak ingin menikah pada usia muda. Ia baru menikah setelah usia
40 tahun. Ahmad bin Hanbal dikenal sebagai ulama yang memberikan perhatian
besar kepada ilmu Hadis. Kegigihan dan kesungguhan dalam mengajarkan hadis
kepada murid- muridnya telah menjadikan mereka tumbuh sebagai ulama dan
perawi hadis kenamaan, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Abu Daud.
Karya-karya mereka seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan Sunan Abu Daud. Merupakan kitab
hadis yang dijadikan rujukan pokok oleh umat Islam diseluruh dunia. [6]
Di antaranya lagi adalah kedua putra Imam Ahmad, yaitu Shalih dan Abdullah.
Diantaranya lagi adalah teman-teman Imam Ahmad, yaitu Ali bin Al-Madini,
Yahya bin Ma’in, Duhaim Asy-Syami, Ahmad bin Abil Hawari, Ahmad bin Shalih
Al-Mishri.
Di antaranya lagi adalah para ulama angkatan terdahulu, seperti Muhammad bi
Yahya adz-Dzuhali, Abbas ad-Dauri, Abu Hatim, Baqi’ bin Makhlad, Ibrahim
al-Harbi, Abu Bakar al-Atsram, Abu Bakar al-Marruzi, Harb al-Kirmani, Musa
bin Harun, Muthin, Abu al-Qasim al-Baghawi, dan masih banyak lagi. [7]
Keahlian Ahmad bin Hanbal dalam ilmu hadis tidak diragukan lagi. Menurut
pengakuan putra sulungnya, Abdullah bin Hanbal, Imam Ahmad hafal hingga
700.000 hadis. Tidak hanya itu, Imam Ahmad juga dikenal sebagai ahli ibadah
dan ahli dermawan. Imam Ahmad tergolong seorang ilmuwan yang produktif. Ia
banyak menulis kitab, diantaranya adalah:
1. Kitab al-‘Ilal
2. At-Tafsir
3. An-Nasikh wa Mansukh
4. Kitab az-Zuhb
5. Al-Masail
6. Kitab Fada’il as-Sahabah
7. Kitab al-Fara’id
8. Al-Manasikh
9. Kitab al-Iman
10. Kitab al-Asyribah
11. Ta’at ar-Rasul
12. Kita bar-Rad ‘ala al-Jahmiyyah, dan
13. Musnad Ahmad.
Dari sejumlah karyanya, kitab terakhir inilah yang paling masyhur, sehingga
membuat nama Imam Ahmad berkibar di jagad keilmuan Islam. [8]
Ahmad bin Hanbal meninggal dunia pada hari Jum’at, Rabi’ul Awal 241 H,
dalam usia 77 tahun.[9]
B.
Latar Belakang Menulis Kitab Musnad
Sebuah kitab dinamakan musnad apabila penulis kitab tersebut
memasukkan semua hadis yang pernah ia terima, tanpa berusaha menyaring dan
menerangkan derajat hadis-hadisnya. [10]
Kitab Musnad Ahmad merupakan salah satu karya monumentalnya Imam
Ahmad dibidang hadis yang masih menjadi rujukan dalam berbagai persoalan
umat hingga saat ini. Kitab ini ditulis pada permulaan abad III H,
sebagaimana disebutkan dalam sejarah, bahwa awal abad III H memang sudah
dimulai adanya usaha untuk membersihkan hadis-hadis dan fatwa-fatwa ulama
yang tidak termasuk hadis. [11]
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku berkata kepada Bapakku, ‘Kenapa
Bapak tidak membuat beberapa buku lain, padahal Bapak sudah menyelesaikan
penyusunan Al-Musnad’?”
Dia menjawab, “Aku menyusun Al-Musnad agar Al-Musnad menjadi Imam. Apabila
seseorang berbeda tentang sebuah sunnah dari Rasulullah SAW, maka dia dapat
merujuk kepadanya.”
Perkataan ini menimbulkan kritikan dari sebagian orang. Mereka berkata,
“bagaiman Imam Ahmad bisa mengatakan hal itu, padahal kami menemukan
hadis-hadis shahih yang tidak terdapat dalam Al-Musnad.
Kritikan ini dijawab bahwa ketika mulai mengumpulkan Al-Musnad dan
baru menulisnya di lembaran-lembaran yang masih terpisah-pisah, Imam Ahmad
merasakan kematian akan menjemputnya sebelum terwujud cita-citanya. Diapun
segera memperdengarkannya kepada anak-anak juga keluarganya, dan dia
meninggal dunia sebelum sempat menyaring juga menyusunnya.
Kemudian putranya Abdullah meneruskan apa yang telah direncanakan bapaknya
dan memasukkan riwayat-riwayat yang pernah didengarnya yang mirip atau
serupa dengan apa yang diperdengarkan bapaknya.
Sedangkan al-Qathi’i hanya memasukkan apa yang didengarnya dari bacaan
sebagian tulisan Ahmad bin Hanbal yang didapatnya dan masih banyak lagi
hadis-hadis lain yang terdapat dalam tulisan yang tidak ia dapatkan. Oleh
karena itu kenapa ada sebagian hadis shahih yang tidak terdapat dalam Al-Musnad.[12]
C.
Metode Penyusunan Musnad Imam Ahmad
Musnad Ahmad adalah salah satu kitab hadis, yang lebih banyak mengumpulkan
hadis yang ditakdirkan Allah SWT. Terpelihara dengan baik, yang terbesar
yang sudah terkenal dikalangan umat Islam dan sampai sekarang.
Metode penyusunan kitab Musnad Ahmad jelas berbeda dengan metode
penusunan kitab lainnya. Kalau kitab sunan dan shahih misalnya, mengurutkan
pembahasannya dengan mengacu pada sistematika fikih, yaitu dimulai dengan
bab ibadah, pernikahan, muamalah, dan seterusnya, musnad tidak demikian.
Hadis-hadis dalam kitab Musnad disusun berdasarkan riwayat para
perawi. Artinya, seluruh hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi
ditampilkan dalam satu bagian, sedangkan bagian selanjutnya memaparkan
himpunan hadis yang diriwayatkan perawi lain.
Berdasarkan versi yang terhimpun dalam Maktabah al-Syamilah, kitab Musnad Ahmad, berisi 14 bagian, yaitu:
1. Musnad al-‘Asyrah al-Mubasyyirin bi al-Jannah (musnad sepuluh
sahabat yang mendapatkan jaminan masuk surga).
2. Musnad as-Sahabah ba’da al-‘’Asyrah (musnad sahabat yang selain
sepuluh sahabat diatas).
3. Musnad Ahli al-Bait (musnad sahabat yang tergolong Ahli Bait).
4. Musnad Bani Hasyim (musnad sahabat yang berasal dari Bani
Hasyim).
5. Musnad al-Muksirin min as-Sahabah (musnad sahabat yang banyak
meriwayatkan hadis).
6. Baqi Musnad al-Muksirin (musnad sahabat yang juga banyak
meriwayatkan hadis).
7. Musnad al-Makkiyin (musnad sahabat yang berasal dari Mekah).
8. Musnad al-Madaniyyin (musnad sahabat yang berasal dari
Madinah).
9. Musnad al-Kufiyyin (musnad sahabat yang berasal dari Kufah).
10. Musnad asy-Syamiyyin (musnad sahabat yang berasal dari Syam).
11. Musnad al-Basriyyin (musnad sahabat yang berasal dari
Bashrah).
12. Musnad al-Ansar (musnad sahabat Ansar).
13. Baqi Musnad al-Ansar (musnad yang juga berasal dari sahabat
Ansar).
14. Musnad al-Qabail (musnad dari berbagai kabilah atau suku). [13]
Dalam kaitan ini dapat dikatakan bahwa salah satu hal yang unik dalam
penyusunan kitab Musnad yaitu menyusun hadis berdasarkan nama para
sahabat Nabi SAW. Yang meriwayatkan hadis itu. Untuk mempergunakan kitab
ini seseorang harus menetapkan dulu hadis riwayat siapa yang ia kehendaki. [14]
D.
Kelebihan dan Kekurangan Musnad Imam Ahmad
1. Kelebihan
a. Hadis-hadis dalam Musnad Ahmad semuanya bisa dijadikan hujjah,
hal tersebut dijelaskan sendiri oleh beliau dalam kitabnya.
b. Memudahkan bagi seseorang yang mencari hadis fikih seorang sahabat, maka
ia cukup merujuk pada musnad sahabat tersebut.
2. Kekurangan
a. Menyulitkan bagi seseorang yang mencari sebuah hadis yang hanya
mengetahui matannya, tanpa mengetahui sahabat yang meriwayatkan hadis
tersebut.
b. Dalam kitab musnad tidak menyebutkan kualitas hadis tersebut shahih, hasan, atau dho’if.
c. Menyulitkan seseorang ketika mencari hadis-hadis yang menyangkut tentang
hukum-hukum syara’. Sebab hadis tidak terkumpul dalam satu tema. [15]
E.
Penilaian Ulama Terhadap Musnad Imam Ahmad
Penilaian yang dilakukan oleh Ahmad ibn Syakir terhadap Musnad
ini, bahwa banyak hadis shahih yang tidak ditemukan dalam kutub al-Sittah.
Keshahihan hadisnya adalah menurut pernyataan Ahmad bin Hanbal, “kitab ini
kuhimpun dan kupilih dari lebih 750.000 hadis, jika muslimin berselisih
tentang sebuah hadis Nabi maka jadikanlah kitabku ini sebagai rujukan, jika
kamu menemukan yang dicari disana, itu sudah cukup sebagai hujjah. Kalau
tidak maka hadis yang diperselisihkan itu bukanlah hujjah.
Menurut penelitian as-Sa’ati, bahwa hadis-hadis yang termuat dalam Musnad
Ahmad bin Hanbal tidak seluruhnya riwayat Ahmad bin Hanbal tapi merupakan
tambahan dari anaknya yaitu Abdullah. Selain itu juga dilakukan oleh
al-Qathi’i yang meriwayatkan musnad itu dari Abdullah. Terkait dengan
terdapatnya tanbahan hadis selain riwayat Ahmad bin Hanbal, ulama berbeda
pendapat dalam hal status dan kualitas hadis-hadis yang terdapat didalam
kitab Musnad tersebut. Menurut Nawir Yuslem, setidaknya ada tiga
pendapat yang berbeda dalam menentukan kualitas hadis-hadis itu:
Pertama, bahwa hadis-hadis yang terdapat dalam musnad tersebut dapat
dijadikan hujjah, pendapat ini didukung oleh Abu Musa al-Madani, ia
menyatakan bahwa Ahmad bin Hanbal sangat hati-hati dalam menerima kebenaran
sanad dan matan hadis.
Kedua, bahwa di dalam kitab Musnad tersebut terdapat hadis shahih,
hasan, dan maudhu’. Di dalam al-Mawdhuat, ibn al-Jauwzi menyatakan terdapat
19 hadis maudhu’, sedangkan al-Hafidz al-Iraqi menambahkan 9 hadis maudhu’.
Ketiga, bahwa di dalam musnad tersebut terdapat hadis shahih dan hadis
dhaif yang dekat pada derajat hadis hasan. Pendapat ini oleh Abu Abdullah
al-Dzahabi, ibn Hajar al-Asqalani, ibn Taymiyah dan al-Suyuthi.
Namun demikian, kedudukan Musnad Ahmad bin Hanbal termasuk kedalam kelompok
kitab hadis yang diakui kehujjahannya sebagai sumber ajaran Islam. Jika
dilihat dari segi peringkatnya, Musnad ini menempati peringkat kedua,
disederajatkan dengan kitab sunan yang empat. [16]
BAB III
PENUTUP
Nama lengkap Imam Ahmad bin Hanbal adalah Imam Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah
bin Anas bin Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Ta’labah
bin Ukabah Sha’b bin Ali bin Bakar bin Wa’il, Imam Abu Abdillah
Asy-Syaibani. Ahmad bin Hanbal dilahirkan di Baghdad, tepatnya di daerah
Maru pada bulan Rabi’ul awal tahun 164 H atau November 780 M, dan meninggal
dunia pada hari Jum’at, Rabi’ul Awal 241 H, dalam usia 77 tahun.
Kitab Musnad Ahmad merupakan salah satu karya monumentalnya Imam
Ahmad dibidang hadis yang masih menjadi rujukan dalam berbagai persoalan
umat hingga saat ini. Kitab ini ditulis pada permulaan abad III H,
sebagaimana disebutkan dalam sejarah, bahwa awal abad III H memang sudah
dimulai adanya usaha untuk membersihkan hadis-hadis dan fatwa-fatwa ulama
yang tidak termasuk hadis.
Hadis-hadis dalam kitab Musnad disusun berdasarkan riwayat para
perawi. Artinya, seluruh hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi
ditampilkan dalam satu bagian, sedangkan bagian selanjutnya memaparkan
himpunan hadis yang diriwayatkan perawi lain.
Kelebihan kitab ini, yaitu hadis-hadis dalam Musnad Ahmad semuanya
bisa dijadikan hujjah, hal tersebut dijelaskan sendiri oleh beliau dalam
kitabnya, dan Memudahkan bagi seseorang yang mencari hadis fikih seorang
sahabat, maka ia cukup merujuk pada musnad sahabat tersebut.
Sedangkan kekurangannya, yaitu Menyulitkan bagi seseorang yang mencari
sebuah hadis yang hanya mengetahui matannya, tanpa mengetahui sahabat yang
meriwayatkan hadis tersebut, Dalam kitab musnad tidak menyebutkan
kualitas hadis tersebut shahih, hasan, atau dho’if, dan
Menyulitkan seseorang ketika mencari hadis-hadis yang menyangkut tentang
hukum-hukum syara’. Sebab hadis tidak terkumpul dalam satu tema.
Menurut penilaian ulama kedudukan Musnad Ahmad bin Hanbal termasuk kedalam
kelompok kitab hadis yang diakui kehujjahannya sebagai sumber ajaran Islam.
Jika dilihat dari segi peringkatnya, Musnad ini menempati peringkat kedua,
disederajatkan dengan kitab sunan yang empat.
B.
Saran
Makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu pemakalah mengharapkan agar
pembaca dapat mencari pembahasan “Musnad Ahmad bin Hanbal” ini dari
sumber-sumber lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abd Wahid, Khazanah kitab Hadis….,
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Imam. Musnad Imam Ahmad. 2006.
Syarah:Ahmad Muhammad Syakir.Jakarta: Pustaka Azzam.
Az-Zahrani, Muhammad bin Mathar. Ensiklopedia Kitab-kitab Rujukan Hadis.
2012. Jakarta: Darul Haq.
Dzulmani. Mengenal kitab-kitab Hadis. 2008.Yogyakarta:Insan
Madani.
Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis. 2006. Jakarta:Hijri
Pustaka Utama.
Sa’id Mursi, Muhammad. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. 2007.
Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
Syarah:Ahmad Muhammad Syakir. Jakarta: Pustaka Azzam.
http://blogspot
. Co.id., Bahthul al-Kutub KitabMusnad Ahmad. html
[1]
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad,
Syarah:Ahmad Muhammad Syakir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), h.
70.
[2]
Dzulmani, Mengenal kitab-kitab Hadis, (Yogyakarta:Insan
Madani, 2008), h. 140.
[3]
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, op. cit., h. 43-44.
[4]
Dzulmani, loc.cit.
[5]
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad,
Syarah:Ahmad Muhammad Syakir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), h.
44.
[6]
Dzulmani, Mengenal kitab-kitab Hadis, (Yogyakarta:Insan
Madani, 2008), h. 141.
[7]
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad,
Syarah:Ahmad Muhammad Syakir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), h.
72.
[8]
Dzulmani, Mengenal kitab-kitab Hadis, (Yogyakarta:Insan
Madani, 2008), h. 141-143.
[9]
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, op.cit., h.45.
[10]
Dzulmani, Mengenal kitab-kitab Hadis, (Yogyakarta:Insan
Madani, 2008), h. 143.
[11]
Abd Wahid, Khazanah kitab Hadis…., h. 101.
[12]
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad,
Syarah:Ahmad Muhammad Syakir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), h.
35-36.
[13]
Dzulmani, Mengenal kitab-kitab Hadis, (Yogyakarta:Insan
Madani, 2008), h. 146.
[14]
Ibid.
[15]
http://blogspot
. Co.id., Bahthul al-Kutub KitabMusnad Ahmad. html
[16]
Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis…., h. 41.
0 comments:
Post a Comment