Monday, October 29, 2018

Orientasi Kedhaifan Hadis

0 comments
PENDAHULUAN 

            Hadis merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Hadis itu merupakan perkataan Nabi SAW, perbuatan, takrir dan sifat Nabi SAW.  Ketika Nabi SAW masih hidup, ketika sahabat mendapati sebuah persoalan baik itu merupakan masalah hadis, maka s sahabatpun langsung menemui Nabi dan mempertayakan langsung kepada Nabi SAW.
            Dalam hadis itu sendiri terdapat tingkatan-tingkatan hadis yaitu hadis yang shahih sampai hadis dha’if. Dalam menjadikan hadis sebagai sumber hukum islam kita harus mengetahui tentang tingkatan-tingkatan hadis itu sendiri. Besarnya peranan hadis itu harus disertai dengan cermat dalam memilah dan memilih hadis-hadis yang benar bersumber dari Rasul SAW. Sebab suatu hadis yang dikeragui maka itu bukan dinamakan hadis Rasul SAW.









PEMBAHASAN
Ktitik Matan Orientasi Kedhaifan Hadis
            Kritik matan orientasi hadis dha’if  maksudnya adalah mengkritik matan-matan hadis sehingga dapat dijelaskan kedhaifan berdasarkan hal-hal yang menyebabkan kedhaifan tersebut. Krtik matan orientasi hadits dha’if  yaitu sebagai berikut:
1.        Kritik matan orientasi hadis dha’if tentang hadis mudha’af
Hadis Mudha’af adalah hadis yang tidak disepakati kedha’ifannya. Sebagian ahli hadis menilainya mengandung kedha’ifan baik dalam sanad maupun dalam matannya, dan sebagian lain menilainya kuat. Akan tetapi penilaian dha’ifnya lebih kuat bukan lebih lemah. Atau tidaka ada yang lebih kuat antara penilaian dha’if dan penilaian kuat. Karena tidak ada istilah mudha’af untuk hadis penilaian kuatnya lebih kuat. Dengan demikian hadis mudha’af dianggap sebagai hadis dha’if yang paling tinggi tingkatannya (paling berat kedha’ifan)[1] yang tidak bisa naik tingkatannya menjadi hadis hasan lighairi.
Kritik matan orientasi hadis dha’if tentang hadis mudha’af maksudnya adalah mengkritik matan-matan hadis karena terdapatnya perbedaan ulama dalam menilai hadis tersebut, ada yang menilai dha’if dan ada yang menilainya tidak dha’if, namun penilaian dha’iflah yang paling kuat, kedua pendapat tersebut tidak bisa di tarjih, sehingga mengindikasikan hadis itu menjadi dhaif.
2.        Kritik matan orientasi hadis dha’if tentang hadis mudtharib
Hadis Mudtharib yaitu hadis yang diriwayatkan dengan beberapa bentuk yang saling bertentangan, yang tidak mungkin ditarjihkan sebagian atas sebagian yang lain, baik periwayat yang satu atau lebih. Apabila ditarjih dengan salah satu bentuk tarjih, seperti periwayat lebih hafiz atau lebih sering berkecimbung dengan periwayat sebelumnya (gurunya), maka penilaian diberikan kepada yang rajih itu. Dalam keadaan seperti ini tidak digunakan istilah mudhtharib, baik itu yang rajih ataupun yang marjuh.[2]
Kritik matan orientasi hadis dha’ifan tentang hadits mudhtharib maksudnya adalah mengkritik matan-matan hadis karena saling bertentangan dengan hadis lainnya, dan tidak bisa di tarjih salah satu dari keduanya, sehingga mengindikasikan hadit tersebut menjadi dhaif.
Contoh Kritik matan orientasi hadis dha’ifan tentang hadits mudhtharib:
ما رواه الترمذي عن شريك عن ابي حمزة عن ابي الشبعى عن فاطمة بنت قيس رضي الله عنها قالت سىل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الزكاة فقال ان فى المال لحقا سوى الزكاة
“ Dari syariq dari abi hamzah dari shukbi dari fatimah bin thikois semoga allah swt meridhoinya ia bertanya kepada rasul saw tentang zakat maka rasul menjawab sesungguhnya dalam harta itu ada hak kecuali zakat.”[3]

Dalam riwayat ibnu majah dari bentuk lafaz ini yaitu:
ليس فى المال حق سوى الزكاة
“tidak ada dalam harta itu hak kecuali zakat”
Hadit ini dikatakan hadis Mudhtharib karena kedua hadis ini saling bertentangan dan tidak bisa ditarjih salah satu diantara keduanya dengan bentuk tarjih. 
3.        Kritik matan orientasi hadis dha’if tentang hadis maqlub
Hadis Maqlub adalah suatu hadis yang mengalami pemutar balikan dari diri periwayat mengenai matannya, nama salah satu periwayat dalam sanadnya atau suatu sanad untuk matan hadis lainya.[4]
Kritik matan orientasi kedhaifan hadis tentang hadis maqlub maksudnya adalah mengkritik matan-matan karena terjadinya maqlub karena terjadinya maqlub sehingga mengindikasikan hadits tersebut dhaif.
Contoh pemutarbalikan pada matan adalah hadits dari Abu Hurairah:
سبعة يظلهم الله يوم لا ظل إلا ظله
“ ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah padahari tiada naungan kecuali naungannya”

Di dalam lanjutan hadit itu terdapat:
رجل تصدق بصدقة أخفاها حتى لاتعلم يمينه ما تنفق شمله
”Dan seseorang yang bersedekah dengan suatu sedekah, lalu ia menyembunyikannya sampai tangan kanannya tidak mengetahui apa yang yang di nafkahkan oleh tangan kerinya.”

Hadis yang menyatakan bersedekah dengan tangan kiri adalah hadis maqlub terdapat dalam shahih Muslim, sebenarnya hadisnya yang di bawah ini :
                                                            حتى لاتعلم ثماله ما تنفق يمينه
“sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dinafkahkan oleh tangan kanannya”.

Hadis ini merupakan hadis maqlub karena dapat kita ketahui bahwa tidak mungkin tangan kiri yang bersedekah sedangkan tangan kanan yang bersembunyi namun pada realita haditnya ialah tangan kanan yang bersedekah dan tangan kiri yang disembunyikan.
Kadang-kadang seorang periwayat segaja membalikkan dengan tujuan menunjukkan yang aneh dengan harapan orang-orang akan lebih tertarik meriwayatkan darinya. Ini jelas tidak boleh menurut kesepakan ahli hadis. Sama halnya ketika sebagian pemalsu hadis membalikkan sebagian hadis, dengan cara mengganti seseorang prawi yang masyhur dengan prawi yang lain yang masih dalam tingkatan yang sama atau menemukan sanad yang kuat dengan matan yang lemah sebagian ulama menyebut hal ini dengan sebutan “Al-Murakkab”. Semua yang memilki unsur kesegajaan dari jenis ini tidak diperbolehkan secara mutlak.
Kadang-kadang sebagian ulama segaja membalikkan beberapa hadis denag tujuan megetes orang lain seprti yang mereka lakukan terhadap Imam Bukhari di Bagdad. Yang akhirnya mereka dapat megetahui posisi dan kualitasnya sebab tidak ada yang megetahui hadis maqlub kecuali yang melebihi ilmu luas, hafalan yang kuat dan pemahaman yang mendalam. Jenis ini diperbolehkan, dengan syarat untuk tujuan menguji. Namu sebagian ulama, melarang murid-murid mereka membalikkan hadis dihadapan para guru.
Keterbalikan yang terjadi pada diri sesorang prawi karena lupa, bukan karena tujuan megetes menjadikannya dhaif karena kedhaifan hafalnnya, bila itu hal itu ketahui padanya atau keran seringnya hal itu terjadi pada dirinya. Oleh karena itu munculnya kedhaifan hadis maqlub adalah rendahnya daya hafal prawinya.[5]









PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, Kritik matan orientasi hadis dha’if tentang hadis mudha’af maksudnya adalah mengkritik matan-matan hadis karena terdapatnya perbedaan ulama dalam menilai hadis tersebut, ada yang menilai dha’if dan ada yang menilainya tidak dha’if, namun penilaian dha’iflah yang paling kuat, kedua pendapat tersebut tidak bisa di tarjih, sehingga mengindikasikan hadis itu menjadi dhaif.
Kritik matan orientasi hadis dha’ifan tentang hadits mudhtharib maksudnya adalah mengkritik matan-matan hadis karena saling bertentangan dengan hadis lainnya, dan tidak bisa di tarjih salah satu dari keduanya, sehingga mengindikasikan hadit tersebut menjadi dhaif.
Kritik matan orientasi kedhaifan hadis tentang hadis maqlub maksudnya adalah mengkritik matan-matan karena terjadinya maqlub karena terjadinya maqlub sehingga mengindikasikan hadits tersebut dhaif.
B.       Saran
Kami sebagai pemakalah menyarankan kepada pembaca agar mencari sumber dan referensi lagi agar pembaca dapat pengetahuan dan wawasan yang lebih luas lagi, karna yang kami tulis jauh dari yang terbaik dan banyak kekurangan.









DAFTAR PUSTAKA
Muhammad ‘ajaj Al-Khathib. 2006. Ushul Al-Hadis Ulumuhu Wa Mmuusthlahhahhu. libanon: Dar. Fikr.
Mahmud At-Thahan. 1985. Taisir musthalah Al-hadis. Jadda: Haramain.


[1] Muhammad ‘ajaj Al-Khathib, Ushul Al-Hadis Ulumuhu Wa Mmuusthlahhahhu, (libanon:Dar. Fikr, 2006), hlm. 226
[2] Ibid, hlm. 227
[3]Mahmud At-Thahan, Taisir musthalah Al-hadis, (jadda: haramain,1985), hlm. 113
[4] Op.cit, ajaj Al-Khathib, hlm. 228
[5]Ibid, hlm. 228

0 comments:

Post a Comment

Translate

Sponsor

 
Dosen Blogger © 2018