MAKALAH
TAFSIR MAUDHU’I III
Tentang
MEMELIHARA ANAK YATIM
Oleh :
Fauzan
Dosen Pengampu :
Dr. Syafruddin, M.Ag
JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
1439H/2017M
PENDAHULUAN
Anak yatim adalah anak yang ditinggalkan mati ayahnya selagi ia belum
mencapai umur balig. Dalam Islam, anak yatim memiliki kedudukan tersendiri.
Mereka mendapat perhatian khusus dari Rasulullah saw. Ini tiada lain demi untuk
menjaga kelangsungan hidupnya agar jangan sampai telantar hingga menjadi orang
yang tidak bertanggung jawab. Anak
yang ditinggal mati oleh ibunya ketika ia masih kecil bukanlah termasuk anak
yatim. Sebab bila kita lihat arti kata yatim sendiri ialah kehilangan induknya
yang menanggung nafkah. Di dalam Islam yang menjadi penanggung jawab urusan
nafkah ini ialah ayah, bukan ibu. Alquran telah menjelaskan adanya larangan
memakan harta anak yatim dengan cara zalim sebagaimana firman Allah :
نَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara
zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk
ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (Q.S. An-Nisa’Ayat 10)
Oleh karena
itu, banyak sekali hadis yang menyatakan betapa mulianya orang yang mau
memelihara anak yatim atau menyantuninya. Sayang, anjuran Beliau itu sampai
kini belum begitu mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat. Hanya
sebagian kecil saja umat Islam yang mau memperhatikan anjuran itu. Hal ini
semestinya tidak layak dilakukan umat Islam yang inti ajarannya banyak
menganjurkan saling tolong sesama umat Islam dan bahkan selain umat Islam.
Dalam makalah ini saya mencoba membahas mengenai penafsiran
ayat-ayat tentang anak yatim, bagaimana memperlakukan dan memelihara anak
yatim.
PEMBAHASAN
A.
Surat
Al-Baqarah Ayat 220
فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَىٰ قُلْ
إِصْلَاحٌ لَهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ
يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ
لَأَعْنَتَكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ﴿البقرة:٢٢۰﴾
Artinya
: “Tentang dunia dan akhirat. dan mereka bertanya kepadamu tentang anak
yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan
jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu; dan Allah
mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. dan
Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Asbabunnuzul
Ayat
Diriwayatkan oleh Abu Dawud,
An-Nasai, Al-Hakim dan lain-lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas: Bahwa ketika
turun ayat “Wala taqrabu malal yatimi illa billati hiya
ahsanu” (Al-An’am : 152) dan ayat “Innalladzina ya’kuluna amwalal yatama dhulman”,
sampai akhir ayat (An-Nisa : 10), orang yang memelihara anak yatim memisahkan
makanan dan minumannya dari makanan dan minuman anak-anak yatim itu. Begitu
juga sisanya dibiarkan membusuk kalau tidak dihabiskan oleh anak-anak yatim
itu. Hal tersebut memberatk an mereka. Lalu mereka menghadap Rasulullah Saw
untuk menceritakan hal itu. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Al-Baqarah :
220) yang membenarkan menggunakan cara lain yang lebih baik.[1]
Penafsiran
Ayat
فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ, tentang dunia
dan akhirat inilah yang harus menjadi bahan renungan, jika hanya berfikir
tentang dunia tentu anak yatim dan orang lemah tidak akan terbantu, karna tidak
ada imbalan duniawi yang akan diperoleh dari mereka. Tetapi jika berfikir
tentang akhirat pasti anak yatim akan dipikirkan nasibnya dan diperhatikan
keadaannya, karena Allah menjanjikan balasan yang berlipat ganda di akhirat
bagi orang-orang yang memelihara anak yatim.[2]
الْيَتَامَى adalah bentuk jamak dari al-yatiim, yang berarti anak yatim. Yatim
secara bahasa diartikan dengan yang ditinggal oleh bapaknya baik sebelum atau
sesudah baligh. Tetapi menurut pengertian syara’, yatim adalah anak yang belum
baligh dan ditinggal mati oleh bapaknya. Yatim berlaku untuk anak lelaki atau
perempuan. Dan juga telah dijelaskan pada bab pendahuluan.
قُلْ إِصْلاحٌ لَهُمْ خَيْرٌ. Makna yang dimaksud adalah Allah
mewajibkan kaum muslimin untuk berbuat baik kepada anak yatim dengan
memperbaiki keadaan mereka baik secara ekonomi maupun pendidikan, dan tidak
mengucilkan dan mengabaikan urusan-urusan mereka.
وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ. Artinya, mereka diajak bergaul
layaknya saudara sendiri dan memperlakukan mereka seperti anak kita sendiri, jangan
mengucilkan mereka artinya mereka berhak mendapatkan perlakuan seperti halnya
anak-anak yang lain. Bila kamu mencampurkan makananmu dengan makanan mereka,
begitu pula minumanmu dengan minuman mereka, tidaklah mengapa kamu
melakukannya, sebab mereka adalah saudara-saudara seagama kalian. Karena itulah
dalam firman berikutnya disebutkan: وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ Maksudnya Allah
mengetahui tujuan dan niat yang sebenarnya, apakah hendak membuat kerusakan
atau perbaikan.
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لأعْنَتَكُمْ إِنَّ اللَّهَ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ. Yaitu
seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia akan mempersulit kalian dan
mempersempit kalian. Tetapi ternyata Dia meluaskan kalian dan meringankan beban
kalian, serta memperbolehkan kalian bergaul dan bercampur dengan mereka
(anak-anak yatim) dengan cara yang lebih baik. Allah Swt. telah berfirman: وَلا تَقْرَبُوا مالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ Dan
janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat. (Al-An'am: 152). Bahkan Allah memperbolehkan bagi
orang yang miskin memakan sebagian dari harta anak yatim dengan cara yang
makruf, yaitu adakalanya dengan jaminan akan menggantinya bagi orang yang mudah
untuk menggantinya atau secara gratis. Seperti yang akan dijelaskan
keterangannya dalam tafsir surat An-Nisa nanti.
B.
An-Nisa’Ayat
2, 6 dan 8
وَآتُوا الْيَتَامَىٰ أَمْوَالَهُمْ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ
بِالطَّيِّبِ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَىٰ أَمْوَالِكُمْ
إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا ﴿النساء:٢
Artinya
: “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka,
jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta
mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan)
itu, adalah dosa yang besar”.
Asbabun Nuzul Surat
Mujahid mengatakan, bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan kebanyakan orang yang menyalah gunakan harta anak yatim yang
berada dalam tanggungan mereka sejak zaman Jahiliyah. Mereka terbiasa mengambil
kambing yang gemuk milik anak yatim, kemudian mereka menggantinya dengan
kambing yang kurus.[3]
وَآتُوا
الْيَتَامَىٰ أَمْوَالَهُمْ “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta
mereka”. yang dimaksud dengan berikanlah di sini bukan untuk dipasrahkan kepada mereka, karena mereka masih kecil,
belum bisa menggunakan harta mereka sendiri dengan benar. Yang dimaksud dengan
pemberian di sini adalah menjaga dan merawat harta mereka supaya tidak habis
sehingga bisa diberikan kepada mereka bila sudah tiba waktunya nanti. Allah melarang memakan harta anak yatim serta menggabungkannya dengan
harta yang lainnya. Karena itulah Allah Swt. ber-firman: وَلا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ Sa'id ibnu Jubair
mengatakan, "Janganlah kalian menukar harta halal milik kalian dengan
harta haram milik orang lain." Yakni janganlah kalian menukarkan harta
kalian yang halal, lalu kalian makan harta mereka yang haram bagi kalian.Sa'id
ibnul Musayyab dan Az-Zuhri mengatakan, "Janganlah kamu memberi kambing
yang kurus dan mengambil kambing yang gemuk".Ibrahim An-Nakha'i dan
Ad-Dahhak mengatakan, "Janganlah kamu memberi yang palsu dan mengambil
yang baik." As-Saddi mengatakan, "Seseorang di antara mereka
mengambil kambing yang gemuk dari ternak kambing milik anak yatim, lalu
menggantikannya dengan kambing yang kurus, kemudian kamu katakan, 'Kambing
dengan kambing. Janganlah kamu mengambil dirham yang baik, lalu menggantikannya
dengan dirham yang palsu, kemudian kamu katakan, 'Dirham ditukar dengan dirham
lagi'." [4]
Firman Allah Swt.: وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ibnu Sirin, Muqatil ibnu
Hayyan, As-Saddi, dan Sufyan Ibnu Husain mengatakan bahwa makna yang dimaksud
ialah 'janganlah kalian mencampuradukkan harta kalian dengan harta anak-anak
yatim, lalu kalian memakannya secara bersamaan (yakni tidak dipisahkan).
Firman Allah Swt.: إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا. Menurut Ibnu Abbas,
yang dimaksud dengan huban ialah dosa, yakni dosa yang besar.[5]
Maka bilamana kalian makan harta kalian yang dicampur dengan harta mereka
(anak-anak yatim). hal itu adalah dosa yang besar dan merupakan kesalahan yang
parah; maka jauhilah perbuatan tersebut.
وَابْتَلُوا الْيَتَامَىٰ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ
آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلَا
تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا
فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ
فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ
وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا ﴿النساء:٦﴾
Artinya
: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian
jika menurut pendapatmu mereka Telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu makan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa
(membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara
itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu)
dan barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang
patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah
kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah
Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)”.(An-Nisa’ Ayat 6)
Firman Allah SWT. وَابْتَلُوا الْيَتَامَى “Dan ujilah anak yatim itu”. Maksudnya, mengadakan penyelidikan terhadap mereka tentang keagamaan,
usaha-usaha mereka, kelakuan dan lain-lain sampai diketahui bahwa anak itu
dapat dipercayai.
Ibnu Abbas,
Mujahid, Al-Hasan, As-Saddi. dan Muqatil mengatakan bahwa makna yang dimaksud
ialah perintah untuk melakukan ujian terhadap anak-anak yatim (oleh para
walinya).
حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ
Menurut Mujahid, yang dimaksud dengan nikah dalam ayat ini ialah mencapai
usia balig. Jumhur ulama mengatakan bahwa alamat usia balig pada anak remaja
adakalanya dengan mengeluarkan air mani, yaitu dia bermimpi dalam
tidurnya melihat sesuatu atau mengalami sesuatu yang membuatnya
mengeluarkan air mani. Air mani ialah air yang memancar yang merupakan cikal
bakal terjadinya anak.[6]
وَلا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ
يَكْبَرُوا ,artinya Allah
Swt. melarang memakan harta anak yatim tanpa adanya keperluan yang mendesak.Yang
dimaksud dengan istilah israfan wa bidaran ialah tergesa-gesa membelanjakannya
sebelum anak-anak yatim itu dewasa. Kemudian Allah Swt. berfirman: وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ. Yang
dimaksud dengan falyasta'fif ialah memelihara diri dari harta anak yatim
dan janganlah memakannya barang sedikit pun. Asy-Sya’bi mengatakan bahwa harta
anak yatim baginya (orang yang mampu) sama halnya dengan bangkai dan darah
(yakni haram dimakan).
وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ. Ibnu Abu Hatim mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari ayahnya,
dari Siti Aisyah sehubungan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan harta
anak yatim. Telah menceritakan kepada kami Al-Asyaj serta Harun ibnu Ishaq.
Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdah ibnu Sulaiman, dari
Hisyam, dari ayahnya, dari Siti Aisyah sehubungan dengan firman-Nya: dan
barang siapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan wali anak yatim yang memeliharanya dan
berbuat kemaslahatan untuknya, bilamana keperluan mendesak memakan sebagian
dari harta anak yatim yang ada dalam pemeliharaanya.
فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ
“Kemudian
apabila kalian menyerahkan harta kepada mereka”. Sesudah
mereka mencapai usia balig dan dewasa, menurut pendapat kalian mereka telah
cerdas dan pandai memelihara harta, maka saat itulah kalian harus menyerahkan
kepada mereka harta mereka yang ada di tangan kalian. فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ Hal ini merupakan perintah dari Allah Swt.. ditujukan
kepada para wali anak-anak yatim. Perintah ini menyatakan bahwa hendaknya
mereka mengadakan saksi-saksi sehubungan dengan anak-anak yatim mereka, bila
anak-anak yatim mereka telah mencapai usia dewasa dan harta mereka diserahkan
kepadanya. Dimaksudkan agar tidak terjadi sebagian dari mereka adanya
pengingkaran dan bantahan terhadap apa yang telah diserahterimakannya. Kemudian
Allah Swt. berfirman: وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا Dan cukuplah
Allah sebagai Pengawas (atas persaksian
itu). Yakni cukuplah Allah sebagai Penghitung, Saksi, dan Pengawas terhadap
para wali sehubungan penilaian mereka terhadap anak yatimnya dan di saat mereka
menyerahkan harta kepada anak-anak yatim. Dengan kata lain, apakah harta itu
dalam keadaan lengkap lagi utuh, ataukah kurang perhitungannya serta perkaranya
dipalsukan, semuanya Allah mengetahui dan mengawasi akan hal tersebut.
وَإِذَا
حَضَرَ ٱلْقِسْمَةَ أُو۟لُوا۟ ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينُ
فَٱرْزُقُوهُم مِّنْهُ وَقُولُوا۟ لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
Artinya
: “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang
miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang baik”.(An-Nisa Ayat 8)
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ Menurut suatu pendapat makna yang dimaksud ialah apabila di saat pembagian
warisan dihadiri oleh kaum kerabat yang bukan dari kalangan ahli waris.
أُولُو الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ
مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ makna yang dimaksud ialah hendaklah mereka
(anak yatim dan orang miskin ) diberi bagian sekadarnya sebagai persen.
Makna yang dimaksud ialah apabila dalam pembagian tersebut hadir
orang-orang fakir dari kerabat si mayat, yaitu mereka yang tidak mempunyai hak
waris, serta hadir pula orang-orane miskin, anak-anak yatim, sedangkan harta
peninggalan yang ditinggalkan melimpah jumlahnya. Maka akan timbul keinginan
untuk mendapatkan sesuatu dari harta tersebut. Bila mereka melihat yang ini
menerima dan yang itu menerima warisan, sedangkan mereka tidak mempunyai
harapan untuk mendapatkan seperti apa yang mereka terima. Maka Allah Swt. Yang
Maha Pengasih dan Penyayang memerintahkan agar diberikan kepada mereka.
Suatu pemberian dari harta warisan tersebut dalam jumlah yang sekadamya,
sebagai sedekah buat mereka, dan sebagai kebaikan serta silaturahmi kepada
mereka, sekaligus untuk menghapuskan ketidakberdayaan mereka.
Dalam ayat ini memberikat isyarat bahwa tidak ada salahnya kita
mengundang fakir miskin atau orang yang membutuhkan untuk kita berikan kepada
mereka sebagian dari rizki kita. Walaupun dhohir ayat ini menjelaskan bahwa
pembagian sebagian rizki itu dilakukan ketika mereka mendatangi saat pembagian
harta warisan. Karena tujuan utama ayat ini adalah berbagi kepada sesama dan
mengurangi kemugkinan adanya ketegangan
sosial seperti iri dengki antara kelompok masyarakat. Dan menurut penulis,
langkah mengundang mereka lebih baik dari pada menunggu mereka datang dan jauh
lebih baik lagi kalau kita yang mendatangi mereka untuk membagikan sebagian
dari rizki kita.
C.
Al-An’am
Ayat 152
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ
يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۖ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ
لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا
وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۖ وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ۚ ذَٰلِكُمْ
وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya
: “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil. kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan
sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku
adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu, dan penuhilah janji Allah. yang demikian
itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat”.
وَلاَ تَقْرَبُواْ مَالَ الْيَتِيمِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Maknanya
memakannya atau menukarnya dengan maksud memperoleh keuntungan pribadi atau mengambil
tanpa sebab. Ayat ini menunjukkan tidak bolehnya mendekati harta anak yatim
atau mengolahnya dengan pengolahan yang merugikan anak yatim. حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّه
hingga sampai ia dewasa. Menurut Asy-Sya'bi dan Imam
Malik serta lain-lain mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hingga si anak
yatim mencapai usia balig. Menurut As-Saddi, hingga si anak yatim mencapai usia
tiga puluh tahun.
Firman Allah
Swt.: وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ,makna yang
dimaksud bahwa Allah Swt. memerintahkan agar keadilan ditegakkan dalam menerima
dan memberi (membeli dan menjual).[7]
وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain oleh
firman-Nya: يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ
hai orang-orang yang beriman,
hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. (Al-Maidah: 8). Hal yang sama disebutkan
pula dalam surat An-Nisa, Allah memerintahkan berbuat adil dalam semua
tindak-tanduk dan ucapan, baik terhadap kaum kerabat yang dekat maupun yang
jauh. Allah selalu memerintahkan berbuat adil terhadap setiap orang dan di
setiap waktu dan keadaan, keadilan tetap harus ditegakkan.
Firman Allah
Swt.: وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا “dan penuhilah janji
Allah” maksudnya
penuhilah segala perintah-perintah-Nya. Ibnu Jarir
mengatakan, yang dimaksud dengan wasiat (perintah) Allah yang telah
diwasiatkan-Nya kepada kalian ialah hendaknya kalian taat kepada-Nya dalam
semua yang diperintahkan-Nya kepada kalian dan semua yang dilarang-Nya bagi
kalian, kemudian kalian harus mengamalkan Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya. Yang
demikian itulah pengertian menunaikan janji Allah. ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Yakni inilah yang diwasiatkan, diperintahkan dan dikukuhkan oleh-Nya
terhadap kalian untuk kalian amalkan.
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ Maksudnya,
agar kalian mengambil pelajaran darinya dan menghentikan apa yang pernah kalian
lakukan sebelum ini. Sebagian ulama membacanya dengan tazzakkaruna, dan
sebagian yang lain membacanya dengan tazkuruna.[8]
PENUTUP
Demikian makalah kami paparkan semoga bisa memberi manfaat dan
menambah wawasan kita tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan memelihara anak
yatim, dan kami harapkan kepada pembaca untuk mencari sumber yang lain untuk
menambah dan memperdalam pengetahuan tentang pembahasan ini. Sebagai pemakalah,
kami ucapkan terima kasih.
KEPUSTAKAAN
Bahrun Abu Bakar, DKK, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, (Bandung
: Sinar Baru Algensindo, 2008.
M. Quraish Shihab, Tafsir al- Misbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian al-Qur’an, Jakarta : Lentera Hati, 2002.
[1] https://alquran-asbabunnuzul.blogspot.co.id/2011/12/al-baqarah-ayat-220.html, diakses pada 8 november 2017.
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir al- Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur’an (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hal. 470
[3] http://www.qori-indonesia.com/2017/10/asbabun-nuzul-surat-nisa-ayat-2.html, di akses pada tanggal 15 november 2017
[4] Bahrun Abu Bakar, DKK, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4
Surah ali-Imran 92- An-Nisa’ 23, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2008),
hal. 431
[5] Bahrun Abu Bakar, DKK, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, hal. 431
[7] Bahrun Abu Bakar, DKK, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, Juz 8
surat al-An’am 111- al-A’raf 87 , (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2010),
Cet. 3, hal. 157
0 comments:
Post a Comment