Friday, October 19, 2018

MAKALAH AYAT MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT

0 comments

MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT





Kata Pengantar

Alhamdulillahhirrabbil’alamin, puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam kami ucapkan untuk Nabi Muhammad SAW semoga selalu tercurah untuk beliau. Amin
Terima kasih kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, yang telah mencurahkan ide-ide dan pemikiran yang membangun. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah banyak sekali membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini. Makalah ini membahas tentang Al-muhkam dan Al-mutasyabih.
Kami menyadari makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, hal itu karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Untuk itu, kami memintak kritik dan saran yang membangyn dari pembaca. Semoga malah ini bemanfaat bagi kita semua baik dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Akhir kata kami ucapakan maaf kepada pembaca apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan.

Padang,16 november 2015



             Pemakalah





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih……………………………………..1

       B. Pembagian Ayat-Ayat Mutasyabih………………………………………..4
            1.Mutasyabih dari segi lafazh
            2. Mutasyabih dari segi maknanya
            3. Mutasyabihdari segi lafazh dan maknanya

             C.  Sikap Para Ulama terhadap Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih……….6
             
 D.  Hikmah adanya Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih…………………...10


BAB III PENUTUPAN

DAFTAR PUSTAKA






BABI
PENDAHULUAN 
A.      Latar Belakang
Ayat-ayat dalam yang terkandung dalam Al-quran adakalanya berbentuk lafazd, ungkapan, dan uslup yang berbeda tetapi artinya tetap satu, sudah jelas maksudnya sehingga  tidak menimbulkan kekeliruan bagi orang Yang membacanya. Disamping ayat yang sudah jelas tersebut, ada lagi ayat-ayat Al-quran yang bersifat umum dan samar-samar yang menimbulkan keraguan bagi yang membacanya sehingga ayat yang seperti ini menimbulkan ijtihad bagi para mujtahid untuk dapat mengembalikan ke[ada makna yang jelas dan tegas.
Kelompok ayat pertama, yang telah jelas maksudnya itu disebut dengan muhkam, sedangkan kelompok ayat kedua yang masih samar-samar disebut dengan mutasyabih, kedua macam inilah yang akan menjadi pembahasan pada bagian ini.
Pada sisi lain Al-qathan menyatakan bahwa Al-quran seluruhnya muhkam dan mutasyabih. Pendapat ini karena memandang muhkam dan mutasyabih secara umum. Seluruh Al-quran adalah muhkam jika kata muhkam itu berarti kokoh, kuat dan membedakan antara yang hak dengan yang bathil, yang benar dan salah. Dan Al-quran itu mutsyabih jika kata itu berarti kesempurnaan dan kebaikan. Al-quran satu ayat dengan ayat yang lainnya saling menyempurnakan dan memperbaiki ajaran-ajaran yang salah yang selalu dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

B.       Rumusan Makalah
1.         Apa pengertian muhkam dan mutasyabih ?
2.         Bagaimana cara mengetahui muhkan dan mutasyabih ?
3.         Apa ciri spesifik muhkam dan mutasyabih ?
4.         Bagaiman klasifikasi ayat-ayat dan surat-surat Alquran ?
5.         Apa urgensi pengetahuan tentang muhkam dan mutasyabih ?
C.      Tujuan penulisan
1.         Untuk mengetahui pengertian muhkamah dan mutasyabih
2.         Untuk mengetahui cirri-ciri spesifik muhkamh dan mutasyabih
3.         Untuk mengetahui bagaiman klasifikasi ayat-ayat muhkamah dan mutasyabih
4.         Untuk mengetahui urgensi pengetahuan tentang muhkamah dan mutasyabih.











BAB II
PEMBAHASAN


    A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
Menurut bahasa, muhkamat berasal dari kata-kata احكم-يحكم-احكاما Mengandung arti kekokohan, kesempurnaan, keseksamaan dan pencegahan. Sedangkan musytasyabihat berasal dari kata تشابه-يتشابه-تشابـها yang berarti التما ثيل  kemiripan, keserupaan, kesamaan.[1]
Adapun tentang pengertian muhkam dan mutastabih secara istilah, para ulama mengemukakanpendapat yang bermacam-macam. Hal ini dikarenakan dimensi makna yang dikandung oleh kata muhkam dan mutasyabih itu cukup jelas dan beragam. Penjelasannya adalah seperti uraian berikut ini:
1.         Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gemblang baik melalui takwil (metafora) ataupun tidak. Sedangkan ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui oleh Allah SWT., seperti kedatangan hari kiamat, keluarnya Dajjal, dan huruf-huruf muqata’ah yang terdapat di awal surat-surat tertentu. Defenisi ini dikemukakan oleh kelompok ahlus sunnah.
2.         Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maknanya jelas, sedangkan ayat-ayat mutasyabih sebaliknya.
3.         Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang tidak memunculkan kemungkinan sisi lain, sedangkan ayat-ayat mutasyabih mempunyai kemungkinan sisi arti banyak. Defenisi ini dikemukakan oleh Ibnu Abbas.
4.         Ayat-ayat muhkam adalah yang maknanya dapat dipahami akal, seperti bilangan rakaat sholat, kekhusukan bulan Ramadhan untuk pelaksanaan puasa wajib, sedangkan ayat-ayat mutasyabih sebaliknya. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam al-Mawardi.
5.         Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang dapat berdiri sendiri (dalam pemaknannya), sedangkan ayat-ayat mutasyabih bergantung pada ayat lain.
6.         Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya segera dapat diketahui tanpa pentakwilan, sesangkan ayat mutasyabih memerlukan pentakwilan untuk mengetahui maksudnya.
7.         Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang lafazh-lafazhnya tidak berulang-ulang, sedangkan ayat mutasyabih sebaliknya.
8.         Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang berbicara tentang kewajiban-kewajiban, ancaman, dan janji, sedangkan ayat muitasyabih berbicara tentang kisah-kisah dan perumpamaan-perumpamaan.
9.         Ibnu Abi Hatim mengeluarkan sebuah riwayat dari Ali bin Abi Thalib dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang menghapus (nasikh), berbicara tentang halal-haram, ketentuan-ketentuan (hudud), kewajiban-kewajiban, serta hal-hal yang harus diimani dan diamalkan. Adapun ayat mutaysabih adalah yang berkenaan dengan perumpamaan-perumpamaan (amtsal), sumpah (qasam), dan hal-hal yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.
10.     Abdullah bin Hamid mengluarkan sebuah riwayat dari adh-Dhahak bin al-Muzahim yang mengatakan bahwa ayat-ayat mukam adalah ayat-ayat yang menghapus (nasikh), sedangkan ayat-ayat mutaysabih yang dihapus (mansukh).
11.     Ibnu Abi Hatim mengeluarkan sebuah riwayat dari Muqathil bin Hayyan yang menyatakan bahwa ayat-ayat mutasyabih adalah huruf-huruf pembuka surat (fawathih as-suwar) seperti alif lam mim, alif lam ra, dan alif lam mim ra.
12.     Ibnu Abi Hatim menyatakan bahwa ‘Ikrimah, Qatadah bin Di’amah, dan lainnya menyatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang harus diimani saja dan tidak harus diamalkan.[2]
13.     As-suyuthi muhkam adalah sesuatu yang sudah jelas artinya, sedangkan muhtasyabih sebaliknya
14.     Imam Ar-Razi muhkam adalah ayat yang dalalahnya kuat baik maksud maupun lafaznya, sedangkan muhtasyabih adalah ayat yang dalalahnya lemah, masih bersifat mujmal, memerlukan takwil, dan sulit dipahami
15.     Manna’ Al Qaththan muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan mustasyabih tidak seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain.

Dari pendapat – pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ayat muhkamat adalah ayat yang sudah jelas baik, lafaz maupun maksudnya sehingga tidak menimbulkan keraguan dan kekeliruan bagi orang yang yang memahaminya[3].  Yang termasuk kedalam kategori muhkam adalah nash(kata yang menunjukkan sesuatu yang dimaksud dengan terang dan tegas, dan memang untuk makna itu ia disebutkan) dan zhahir(makna lahir).
Sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat- ayat yang kurang jelas atau samar-samar maknanya sehingga sulit mengetahui maksudnya secara pasti. Yang termaksuk dalam kategori mutasyabih adalah kata-kata yang bersifat mujmal (global), mu’awwal (harus ditakwil), musykil (ambigu), dan mubham(samar).[4]
  
         B. Pembagian ayat-ayat mutasyabih
1.      Mutasyabih dari segi lafazh
a.       Yang dikembalikan kepada lafazh yang sulit pemaknanannya, seperti الأبّ dan يزفون . Dan yang dilihat dari segi gandanya lafazh itu dalam pemakaian, seprti lafazh اليد dan العين .
b.      Lafazh yang dikembalikan kepada bilangan susuna kalimatnya, yang seperti ini ada tiga macam.
1)      Mutasyabih karena ringkasan kalimat, seperti firman Allah:
و ان خفتم ألا تقسطوا في اليتامى
Yang dimaksdu dengan اليتامى di sini adalah juga mencakup اليتيمات.
2)      Mutasyabih karena luasnya kalimat, seperti firman Allah:
ليس كمثله شىء niscaya akan lebih mudah dipahami jika diungkapkan dengan kalimatليس مثله شيىء  
3)      Mutasyabih karena susunan  kalimatnya, seperti firman Allah:
انزل على عبده الكتاب و لم يجعل له عوجا قيّما akan mudah dipahami bila diungkapkan dengan:
انزل على عبده الكتاب قيما يجعل له عوجا
2.      Mutasyabih dari segi maknanya
Mutasyabih ini adalah menyangkut sifat-sifat Allah, sifat hari kiamat, bagaimana dan kapan terjadinya. Semua sifat yang demikian
tidak dapat digambarkan secara konkret karena kejadiannya belum pernah dialami oleh siapapun.
3.      Mutasyabih dari segi lafazh dan maknanya
Mutasyabihat dari segi maknanya ini menurut as-suyuti ada lima macam, yaitu;
a)        Mutasyabihat dari segi kadarnya, seperti lafaz yang umum       dan khusus.
b)        Mutsyabihat dari segi cara, seperti perintah wajib dan sunnah
c)        Mutasyabihat dari segi waktu, seperti nasakh dan mansukh.
d)       Mutasyabihat dari segi tempat dan suasananya dimana ayat itu di turunkan.
e)        Mutasyabihat dari segi syarat-syarat, sehingga suatu amalan itu  tergantung dengan atau tidaknya syarat dibutuhkan, misalnya ibadah shalat dan nikah tidak dapat dilaksanakan jika tidak cukup syarat.[5]

      C.  Sikap Para Ulama terhadap ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih
Para ulama berbeda pendapat tentang ayat mutasyabih dapat diketahui oleh manusia atau hanya Allah saja yang mengetahuinya. Perbedaan pendapat bermuara pada cara menjelaskan struktur kalimat ayat berikut:
3 
Artinya :“….Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat,…“(Q.S.Ali-Imran:7)

 Ungkapan wa Al-rasikhuna vi Al-‘ilm di-athaf-kan pada lafaz Allah sementara lafaz yaquluna sebagai hal. Artinya bahwa ayat mutasyabih diketahui orang yang mendalam ilmunya. Ungkapan  wa Al-rasikhuna vi Al-‘ilm sebagai mubtada’, sedangkan lafaz yaquluna sebagai khabar. Artinya ayat mutasyabih hanya diketahui oleh Allah sedangkan orang yang mendalam ilmunya hanya mengimaninya.
          Sebagian besar sahabat, tabi’in dan generasi sesudahnya, terutama kalangan Ahlussunnah, berpihak pada penjelasan gramatikal. Merupakan riwayat yang paling shahih dari Ibn Abbas.
          As-Suyuthi mengatakan bahwa pendapat ini diperkuat oleh riwayat berikut ini:
1.      Riwayat ‘Abd Ar-Razzaq dalam tafsirnya dan Al-Hakim dalam Mustadrak-nya dari Ibn Abbas. Ketika membaca surat ali-Imran;7, Ibn ‘Abbas memperlihatkan bahwa huruf wawu  pada ungkapan wa ar-rasikhuna berfungsi sebagai isti’naf (tanda kalimat baru).
2.      Ibn Abu Daud, dalam Al-Mashahif mengeluarkan sebuah riwayat dari Al-A’masy. Menyebutkan bahwa diantara qiraah Ibn Mas’ud disebutkan:
“ Sesungguhnya penakwilan ayat-ayat mutasyabih bnayak milik Allah semata, sedangkan orang-orang yang mendalami ilmunya berkata, “Kami beriman kepada ayat yang mutasyabih.”
3.      Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya mengeluarkan sebuah riwayat dari Aisyah yang mengtakan bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda ketika mengomentari surat Ali-Imran:7 sebagai berikut,
“ jika engkau menyaksikan orang-orang yang mengikuti ayat mutasyabih untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, orang itulah yang dicela Allah maka berhati-hatilah menghadap mereka.”
4.      Ath-Thabrani, dalam Al-Kabir mengeluarkan sebuah riwayat dari Abu Malik Al-Asyu’ari. Ia mendengar Rasulullah bersabda:
“Ada 3 hal yang aku khawatirkan dari umatku, yaitu pertama, menumpuk harta sehingga memunculkan sifat hasad dan menyebabkan terjadinya pembunuhan. Kedua, mencari takwil ayat mutasyabih, padahal hanya Allah-lah yang mengetahuinya…”
5.      Ibn Al-Hatim mengeluarkan riwayat dari Aisyah yang dimaksud dengan kedalaman ilmu pada surat Ali-imran:7 adalah mengimani ayat mutasyabih, bukan berusaha untuk mengetahuinya.
6.      Ad-Darimi dalam Musnad-nya, mengeluarkan sebuah riwayat dari Sulaiman bin Yassar mengatakan bahwa seorang pria bernama Shabigh tiba dimadinah. kemudian, ia bertyanya tentang takwil ayat mutasyabih. Ia diperintahkan menemui ‘Umar. Umar sedang memasang tangga kepohon kurma ketika orang itu menemuinya. “Siapakah engkau?” tanya ‘Umar.
 “ Saya adalah ‘Abdullah bin Shabigh.” ‘Umar memukul orang itu dengan beberapa kayu dari tangga sehingga kepala orang itu berdarah.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ‘Umar itu memukul dengan cambuk sehingga meninggalkan bekas pada punggungnya.
Ar-Raghib Al-Asfahani membagi ayat-ayat mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahui maknanya pada 3 bagian :  
1. Bagian yang tidak ada jalan sama sekali untuk mengetahuinya, seperti saat terjadinya hari kiamat, keluar binatang dari bumi, dan sejenisnya. 
2. Bagian yang menyebabkan manusia dapat menemukan jalan untuk mengetahuinya, seperti kata-kata asing didalam Alquran
3. Bagian yang terletak diantara keduanya, yakni yang hanya dapat diketahui orang-orang yang mendalami ilmunya.
      Sikap para ulam terhadap ayat mutasyabih terbagi kedalam 2 kelompok :
1.      Madzhab salaf, yaitu para ulama ynag mempercayai dan mengimanai ayat mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah sendiri (Tafwidhilallah). Ibn Ash-Shalah menjelaskan bahwa mazhab salaf ini dianut oleh generasi dan  para pemuka umat islam pertama. Kepada mazhab ini para imam dan pemuka hadist mengajak para pengikutnya. Tidak seorang pun para teolog dari kalanagan kami yang menolak mazhab ini.
2.      Mazhab Khalaf, yaitu para ulama yang berpendapat perlunya penakwilan ayat mutasyabih yang menyangkut sifat Allah yang melahirkan arti yang sesuai dengan keluhuran Allah. Umumnya berasal dari kalangan ulama muta’akhirin. Dalam Ar-Risalah An-Nizhamiyyah, ia menuturkan bahwa prinsip yang di pegang dalam beragama dalah mengikuti mazhab salaf sebab mereka memperoleh drajat dengan cara tidak menyinggung ayat-ayat mutashabih.[6]

D.      Hikmah Adanya Ayat-Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat
Para ulama menyebutkan beberapa hikmah ayat mutasyabihat, empat diantaranya disebutkan oleh As-Suyuthi dalam kitabnya Al-Itqan, yaitu :
1.      Mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkapkan maksudnya, dengan akan menambah pahala.
2.      Seandainya Alquran semuanya muhkamat, niscaya hanya ada mazhab.
3.      Apabila Alquran mengandung ayat mutasyabihat, maka untuk memahaminya diperlukan cara penafsiran dan tarjih antara yang satu dan lainnya, hal ini memerlukan ilmu bahasa, gramatika, ma’ani, bayan, ushul fiqh dan lainnya.
4.      Alquran berisi dakwah kepada orang-orang tertentu dan umum.[7]










BAB I11
PENUTUP

KESIMPULAN
Ayat-ayat muhkam merupakan ayat yang mempunyai makna yang jelas, sehingga tidak perlu mencari maksud tertentu lainnya. Ayat ini dapat diketahui oleh semua orang dan tidak ada keraguan dalam mengamalkannya. Ayat-ayat muhkam merupakan ayat yang mempunyai tujuan yang terarah, walaupun masih ada penafsiran lagi, namun maknanya tidak ada keraguan lagi.
Ayat mutasyabuihat merupakan ayat yang masih mempunytai maksud dan makna yang dikeragui, dibutuhkan penakwilan dan sebetulnya hanya allah yang mengetahui maksudnya. Namun bagi orang yang menakwilkan hanya tidak ada kecenderungan kepada kesesatan, lebih baik maksud dari ayat mutasyabihat ditujukan kepada allah semata yang Maha Mengetahui








DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Abu, Ulumul Qur’an: Sebuah Pengantar, Pekanbaru, Amzah, 2012.
Anwar, Rosihon, Ulum Al-Quran, Bandung, CV Pustaka Setia, 2012
Tasman, Sutrrisno Hadi, Khazanah Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Padang, Hadin Publishing,
Zaini, Hasan & Radhiatul Hasnah, ‘Ulum Al-Qur’an, Batusangkar, STAIN Batusangkar Press, 2011








[1] Hasan Zaini dan Radhiatul Hasna, Ulum Al-Qur’an, (Batu sangkar: STAIN Batusangkar Press, 2010), h. 115
[2]  Sutrrisno Hadi Tasman, Khazanah Ilmu-Ilmu Al-Qur’an,(Padang;Hadin Publishing), h.123-125
[3]  Abu Anwar, op. Cit, h. 78
[4]  Sutrisno Hadi Tasman,ibid , h.125
[5] Abu Anwar, op. Cit, h.78-81
[6] Rosihon Anwar, ulum alquran, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), h. 122-128
[7] Hasan Zaini dan Radhiatul Hasna, op.Cit, h.121-122
Read more...

Translate

Sponsor

 
Dosen Blogger © 2018