Segala puji dan syukur kami
atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan limpahan rahmatNyalah maka
kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis
mempersembahkan sebuah makalah dengan judul " Ajaran pokok dan Cabang
Dalam Islam", yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang
besar bagi kita untuk mempelajarinya.
Makalah ini disusun untuk
memyelesaikan tugas pada mata kuliah Metodologi
Studi Islam pada program strata
satu di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang. Maka
harapan penulis kiranya makalah ini, sesuai dengan harapan Dosen pada mata
kuliah yang dimaksud.
Melalui kata pengantar ini
penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah
ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung
perasaan pembaca.
Penulis menyadari bahwa
sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan sehingga hanya
yang demikian saja yang dapat penulis berikan. Penulis juga sangat mengaharapkan
kritikan dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun, sehingga penulis
dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah selanjutnya.
Dengan ini kami
mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT
memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Padang, Desember
2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ................................................................................................ i
Daftar Isi ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang .............................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah ......................................................................... 1
C.
Tujuan.............................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Dasar-Dasar Pembagian ajaran pokok dan
cabang dalam Islam .. 2
B.
Pembagian Ajaran Pokok dan Cabang .......................................... 3
C. Hukum sebab (kausalitas) dan mu’jizat ........................................ 9
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.................................................................................... 12
B.
Saran............................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam merupakan agama samawi yang memiliki ajaran yang sangat sempurna.
Semua masalah diatur dalam Islam, sehingga tidak ada satu pun masalah yang
tidak ada ketentuannya dalam Islam. Kesempurnaan Islam ini ditunjang oleh
ketiga sumber ajarannya, yakni al-Quran dan Sunnah sebagai sumber ajaran
pokoknya serta ijtihad sebagai sumber pelengkapnya. Untuk memahami ajaran Islam
secara keseluruhan memang dibutuhkan Waktu yang tidak sebentar. Tidak banyak
umat Islam yang mengetahui ajaran Islam secara menyeluruh, bahkan masih banyak
umat Islam yang hanya menganut Islam secara formal saja dan sama sekali tidak
mengetahui ajaran Islam.
Untuk mendasari pemahaman Islam yang lebih luas, perlu dipahami dulu
dasar-dasar Islam atau yang sering disebut kerangka dasar ajaran Islam. Dengan
memahami kerangka dasar ini, seseorang dapat memahami gambaran ajaran Islam
secara keseluruhan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa-apa yang dimaksud dasar-dasar pokok Islam
?
2.
Apa saja pembagian dari dasar-dasar pokok
Islam ?
3. Apa saja hukum sebab (kausalitas) dan Mu’jizat ?
C.
Tujuan
Tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.
Dasar-dasar ajaran pokok dan cabang dalam Islam.
2.
Bentuk ajaran pokok Islam.
3.
Hukum sebab (kausalitas) dan Mu’jizat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar-dasar Pembagian Ajaran Pokok dan Cabang Islam
Konsep yang pokok dalam Islam ialah bahwasanya
seluruh alam ini, Tuhanlah yang telah menjadikan, menguasai dan mengawasinya,
bahwasanya Dia adalah Maha Tunggal, tidak ada yang menyertai dalam
kesucian-Nya. Dia telah menciptakan manusia dan menentukan ajalnya, dan bahwasanya
Allah SWT. telah menyediakan untuk seluruh alam jalan hidup yang lurus,
sekaligus memberikan kebebasan mutlak kepada hamba-Nya untuk mengikuti atau
mengingkarinya.
Bagian ini memberikan konsep Tauhid (ke-Esaan Tuhan), dan
kesaksian atas kerasulan Muhammad SAW. Tauhid adalah akidah revolusioner yang
menjiwai seluruh ajaran Islam akidah yang meyakinkan bahwasanya seluruh alam
ini kepunyaan Tuhan Yang Maha Esa dan seluruhnya berada dibawah kekuasaan-Nya,
Dzat yang Azaly, tiada permulaan dalam wujudnya, tidak dibatasi tempat dan
waktu, mengatur seluruh dunia dengan segenap manusia yang ada diatasnya. Semua
itu memberikan kesimpulan bahwa dibalik alam ini ada satu Kekuatan yang terus
menerus aktif menciptakan perkembangan alam tanpa pengumuman. Bintang-bintang
yang memenuhi angkasa luas dan pemandangan alam yang memikat hati perputaran
matahari dan bulan yang menakjubkan, pergantian musim, pergantian siang dan
malam, sumber-sumber air yang tak kunjung kering,
bunga-bunga yang halus dan cahaya bintang bintang yang gemerlapan. Allah
berfirman:
ياايهاالناس
اعبدواربكم الذي خلقكم والذين من قبلكم لعلكم تتقون () الذي جعل لكم الارض فراشاوالسماء بناء وانزلمن
السماءماء فاخرج به من الثمرت رزقلكم فلاتجعلوالله انداداونتم تعلمون()
“Hai sekalian manusia, Sembahlah Tuhan kamu
yang telah menjadikan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, supaya kamu dapat
menjaga diri. Tuhan yang telah menjadikan buat kamu, bumi yang menghampar dan
langit yang memayung, dan Dia telah menurunkan air dari langit, lalu dengan air
itu Dia mengeluarkan buah-buahan sebagai rizqi buat kamu. Maka oleh karena itu,
janganlah kamu menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu
mengetahui.”. (Al-Baqarah 21-22).
Bukankah semua itu menunjukkan adanya Dzat Yang Maha
Kuasa yang telah menjadikannya dan menguasai segala keadaan. Kalau kita
perhatikan alam ini secara keseluruhan, ternyatalah kepada kita adanya
tata-cara yang teratur
B.
Bentuk Ajaran Pokok dan Cabang dalam Islam
1. Akidah
Itulah
akidah asasi (kepercayaan pokok) yang diserukan oleh Muhammad SAW. kepada
seluruh ummat manusia, supaya menjadi pegangan hidupnya. Akidah ini logis dan
menyeluruh, dapat memecahkan segala persoalan alam, dan menunjukkan bahwa alam
ini tunduk dibawah satu hukum kekuasaan tertinggi. Akidah ini memberikan
gambaran umum yang sesuai dengan kenyataan bahwa seluruh isi alam ini satu sama
lain saling melengkapi; berbeda sepenuhnya dengan pandangan yang sepotong-potong
dari ilmuwan dan para filsuf, dan dapat menyingkap tabir rahasia/hakikat yang
sebenarnya.
Setelah berabad-abad lamanya manusia berada dalam kegelapan, mulailah
sekarang manusia dapat menemukan hakikat itu sedikit demi sedikit berdasarkan
konsep akidah ini, dan pikiran ilmiah modern pun terus bergerak kearah ini.
Akidah ini bukan sekedar konsep metaphysic atau kumpulan kata-kata yang tidak
berarti. Akidah ini adalah suatu kepercayaan yang dynamis dan doktrin yang
revolusioner. Akidah ini mengandung pengertian bahwa semua manusia adalah
ciptaan Allah dan semua mereka adalah sama.
Islam telah memberikan konsep revolusioner tentang kesatuan ummat manusia.
Dan kebangkitan Rasulullah s.a.w. itu tidak lain hanya untuk
mempersatukanseluruh alam di bawah kalimat Allah, dan untuk membangkitkan
kehidupan baru didunia yang sudah mati.
Firman Allah SWT “Berpegang
teguhlah kamu sekalian kepada agama Allah dan janganlah kamu bercerai-berai,
dan ingatlah nikmat Allah kepada kamu, tatkala kamu bermusuhmusuhan,lalu Allah
melembutkan hati kamu semua sehingga atas karunia-Nya kamu menjadi bersaudara.”
(AliImran103)
a.
Berserah Diri Kepada
Allah Dengan Merealisasikan Tauhid
Yaitu kerendahan diri dan tunduk kepada Allah dengan
tauhid, yakni mengesakan Allah dalam setiap peribadahan kita. Tidak boleh
menujukan satu saja dari jenis ibadah kita kepada selain-Nya. Karena memang
hanya Dia yang berhak untuk diibadahi. Dia lah yang telah menciptakan kita,
memberi rizki kita dan mengatur alam semesta ini. Semua yang disembah selain
Allah tidak mampu memberikan pertolongan bahkan terhadap diri mereka sendiri
sekali pun. Allah berfirman:
“Apakah mereka mempersekutukan dengan berhala-berhala
yang tak dapat menciptakan sesuatu
pun? Sedang berhala-berhala itu sendiri yang diciptakan. Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi
pertolongan kepada para penyembahnya, bahkan
kepada diri meraka sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.” (Al -A’rof: 191-192)
Semua yang disembah selain Allah tidak memiliki
sedikitpun kekuasaan di alam semesta ini.Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang kamu seru selain Alloh tiada
mempunyai apa-apa walaupun setipis
kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak
dapat memperkenankan permintaanmu, dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari
kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberi
keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (Fathir: 13-14)
b.
Tunduk dan Patuh
Kepada Allah Dengan Sepenuh Ketaatan
Pokok Islam adalah adanya ketundukan dan kepatuhan yang
mutlak kepada Allah. Dan inilah sebenarnya yang merupakan bukti kebenaran
pengakuan imannya. Penyerahan dan perendahan semata tidak cukup apabila tidak
disertai ketundukan terhadap perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi
apa-apa yang dilarang, semata-mata hanya karena taat kepada Alloh dan hanya
mengharap wajah-Nya semata, berharap dengan balasan yang ada di sisi-Nya serta
takut akan adzab-Nya.
Kita tidak dibiarkan mengatakan sudah beriman lantas
tidak ada ujian yang membuktikan kebenaran pengakuan tersebut. Allah
berfirman,
ولقد فتنا الذين من قبلهم فليعلمن الله الذين صدقوا
وليعلمن الكذبين ()
لم حسب الذين يعملون السيات ان
يسبقونا ساءما يحكمون ()
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan: “Kami telah
beriman”,sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhny Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” ( Al-Ankabut: 2-3)
Orang yang
beriman tidak boleh memiliki pilihan lain apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan keputusan.
Allah berfirman, “Dan tidaklah patut bagi
laki-laki yang beriman dan tidak pula perempuan yang beriman, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan
tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka
sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (Al Ahzab: 36)
Konsekuensi dari benarnya keimanannya maka ia
juga harus berlepas diri dan membenci perbuatan syirik dan pelakunya. Karena ia
belum dikatakan beriman dengan sebenar-benarnya sebelum ia mencintai apa yang
dicintai Allah dan membenci apa yang dibenci Allah. Padahal syirik adalah
sesuatu yang paling dibenci oleh Allah. Karena syirik adalah Orang yang beriman
tidak membantah ketetapan Allah dan Rasul-Nya akan tetapi mereka mentaatinya
lahir maupun batin
c.
Memusuhi dan
Membenci Syirik dan Pelakunya
Seorang muslim yang tunduk dan patuh terhadap perintah
dan larangan Allah, maka dosa yang paling besar, kedzaliman yang paling dzalim
dan sikap kurang ajar yang paling bejat terhadap Allah, padahal Allahlah Rabb
yang telah menciptakan, memelihara dan mencurahkan kasih sayang-Nya kepada kita
semua. Allah telah memberikan teladan kepadai kita yakni pada diri Nabiyullah
Ibrohim. Allah berfirman:
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu
pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata
kepada kaum mereka:‘alaihis salam agar berlepas diri dan memusuhi para pelaku
syirik dan kesyirikan. Allah “Sesungguhnya
kami berlepas diri daripada kamu dari pada apa yang kamu sembah selain Allah,
kami mengingkari kamu dan telah nyata antarakami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai
kamu beriman kepada Allah saja”. (Al-Mumtahanah: 4)
Jadi ajaran Nabi Ibrohim ‘alaihis salam bukan
mengajak kepada persatuan agama-agama sebagaimana yang didakwakan oleh
tokoh-tokoh Islam Liberal, akan tetapi dakwah beliau ialah memerangi syirik dan
para pemujanya. Inilah millah Ibrohim yang lurus! Demikian pula Nabi
Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam senantiasa mengobarkan peperangan
terhadap segala bentuk kesyirikan dan memusuhi para pemujanya. Inilah tiga
pokok ajaran Islam yang harus kita ketahui dan pahami bersama untuk dapat
menjawab pertanyaan di atas dengan jawaban yang yakin dan pasti. Dan di atas
ketiga pokok inilah aqidah dan syari’ah ini dibangun.
2. Syariah
Secara etimologis, syariah berarti jalan ke
sumber air atau jalan yang harus diikuti, yakni jalan ke arah sumber pokok bagi
kehidupan. Orang-orang Arab menerapkan istilah ini khususnya pada jalan setapak
menuju palung air yang tetap dan diberi tanda yang jelas terlihat mata (Ahmad
Hasan, 1984: 7). Adapun secara terminologis syariah berarti semua peraturan
agama yang ditetapkan oleh Allah untuk kaum Muslim baik yang ditetapkan dengan
al-Quran maupun Sunnah Rasul (Muhammad Yusuf Musa, 1988: 131).
Mahmud Syaltut mendefinisikan syariah sebagai aturan-aturan yang
disyariatkan oleh Allah atau disayariatkan pokok-pokoknya agar manusia itu
sendiri menggunakannya dalam berhubungan dengan Tuhannya, dengan saudaranya
sesama Muslim, dengan saudaranya sesama manusia, dan alam semesta, serta dengan
kehidupan (Syaltut, 1966: 12).
Syaltut menambahkan bahwa syariah merupakan
cabang dari aqidah yang merupakan pokoknya. Keduanya mempunyai hubungan yang
sangat erat yang tidak dapat dipisahkan. Aqidah merupakan fondasi yang dapat
membentengi syariah, sementara syariah merupakan perwujudan dari fungsi kalbu
dalam beraqidah (Syaltut, 1966: 13).
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa
kajian syariah tertumpu pada masalah aturan Allah dan Rasul-Nya atau masalah
hukum. Aturan atau hukum ini mengatur manusia dalam berhubungan dengan Tuhannya
(hablun minallah) dan dalam berhubungan dengan sesamanya (hablun
minannas). Kedua hubunganmanusia inilah yang merupakan ruang lingkup dari syariah
Islam. Hubungan yang pertama itu kemudian disebut dengan ibadah, dan hubungan
yang kedua disebut muamalah. Ibadah mengatur bagaimana manusia bisa berhubungan
dengan Allah. Dalam arti yang khusus (ibadah mahdlah), ibadah terwujud
dalam rukun Islam yang lima, yaitu mengucapkan dua kalimah syahadah
(persaksian), mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan,
dan pergi haji bagi yang mampu. Sedangkan
muamalah bisa dilakukan dalam berbagai bentuk aktivitas manusia dalam
berhubungan dengan sesamanya. Bentuk-bentuk hubungan itu bisa berupa hubungan
perkawinan (munakahat), pembagian warisan (mawaris), ekonomi (muamalah),
pidana (jinayah), politik (khilafah), hubungan internasional (siyar),
dan peradilan (murafa’at). Dengan demikian, jelaslah bahwa kajian
syariah lebih tertumpu pada pengamalan konsep dasar Islam yang termuat dalam
aqidah.
3. Akhlak
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk
menefenisikan akhlaq, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan
terminologik (peristilarihan). Dari sudut kebahasaan, akhlaq berasal dari
bahasa arab yang bearti perangai, tabiat (kelakuan), kebiasaan atau kelaziman,
dan peraban yang baik. Adapun pengertian akhlaq menurut istilah seperti yang
diungkapkan oleh Al-Ghazali, adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah tampa memerlukan pertimbangan
dan pemikiran.
Akhlak merupakan dimensi nilai dari syariat
islam. Kualitas keberagamaan justru ditentukan oleh nilai akhlaq. Jika syariat
berbicara tentang syarat rukun, sah atau tidak sah, akhlak menekankan pada
kualiatas dari perbuatan, misalnya beramal dilihat dari konsistensinya dengan
perbuatan, harta dilihat dari aspek dari mana dan untuk apa, jabatan, dilihat
dari ukuran apa yang telah diberikan, bukan apa yang diterima.
Karena akhlak juga merupakan subsistem dari
sistem ajaran islam, pembidangan akhlak . Ada akhlak manusia kepada Tuhan,
akhlak manusia kepada sesama manusia, akhlak manusia kepada diri sendiri, dan
akhlak manusia kepada alam hewan dan tumbuhan. Definisi akhlak adalah keadaan
batin yang menjadi sumber lahirnya perbuatan dan perbuatan itu lahir secara
spontan tanpa berpikir untung rugi. Kajian mendalam tentang akhlak dilakukan
oleh ilmu yang disebut ilmu tasawuf.
C.
Hukum Sebab ( Kausalitas ) dan Mu’jizat
Menurut al-Ghazâlî, hukum
kausalitas tidak merupakan hukum yang pasti, tetapi hukum kemungkinan belaka.
Seseorang tidak dapat memastikan hukum kausalitas karena alam penuh dengan
misteri. Hanya sebagian kecil saja yang baru terungkap, sedangkan yang lain
belum. Karena itu, al-Ghazâlî
berprinsip bahwa peristiwa-peristiwa yang ada di alam ini hanya terjadi secara
kebetulan dan berjalan berurutan karena kebiasaan, bukan atas dasar kemestian.
Al-Ghazâlî mengungkapkan lebih lanjut,
فَإِنَّ اقْتِرَانَهَا
لَمَّا سَبَقَ مِنْ تَقْدِيْرِ اللهِ سُبْحَانَهُ بِخَلْقِهَا عَلَى التَّسَاوُقِ
لاَ لِكَوْنِهِ ضَرُوْرِيًّا فِي نَفْسـِهِ غَيْرُ قَابِلٍ لِلْفَوْتِ بَلْ فِي
اْلمَقْدُوْرِ خَلْقُ الشَّبْعِ دُوْنَ اْلأَكْلِ وَأَنْكَرَ اْلفَلاَسِفَةُ
إِمْكَانَهُ وَادَّعُوْا اسْتِحَالَتَهُ.
"Sesungguhnya
hubungan terjadinya karena Allah swt. telah menentukan penciptaannya secara
berurutan, bukan karena mesti pada dirinya, tanpa menerima pengecualian.
Bahkan, Tuhan mampu menciptakan kenyang tanpa makan. Filosof mengingkari
kemungkinan itu dan menyatakan kemustahilannya.
Menurut al-Ghazâlî,
hubungan itu tidaklah menjadi suatu yang penting sebab hal itu bukan merupakan
jaminan untuk terwujudnya suatu akibat. Dengan demikian, api itu tidak selalu
membakar, begitu juga makan tidak selalu mengenyangkan dan potong leher belum
tentu mengakibatkan kematian. Semuanya itu dianggap sebagai hukum kebiasaan
saja, sebab Allah swt. berkuasa untuk mengubah semuanya itu. "Wujud di sisi sesuatu bukan berarti
diwujudkan karenanya."
Untuk mempertegas argumen
ini, al-Ghazâlî memberikan sebuah contoh, "Jika orang buta yang tertutup
plasma matanya dan dia belum pernah mendengar informasi tentang perbedaan siang
dan malam. Ketika plasma matanya terbuka pada siang hari, sehingga dia dapat
melihat berbagai warna, maka dia menganggap bahwa pelaku penglihatan adalah
terbukanya plasma mata. Namun, ketika matahari tenggelam dan dia tidak mampu
lagi melihat bermacam-macam warna, maka saat itu baru dia tahu bahwa cahaya
matahari yang menjadi pelakunya untuk melihat beragam warna." Dari sini
jelaslah, kata al-Ghazâlî, bahwa hubungan yang terjadi ketika adanya
peristiwa-peristiwa datang dari Pemberi bentuk, baik langsung dari Tuhan maupun
melalui malaikat. Adapun warna, terbitnya matahari, dan sebagainya adalah
potensi-potensi yang siap setiap saat menerima bentuk-bentuk dari Pemberi
bentuk. Atas dasar ini, kata al-Ghazâlî, batallah bahwa api adalah pelaku
kebakaran, roti penyebab kenyang, dan obat sebagai sebab kesembuhan. Dalam persoalan hukum kausalitas Ibn Rusyd
sependapat dengan Ibn Sînâ, yakni peristiwa di alam memiliki hubungan sebab
akibat yang pasti. Sebab, dengan adanya kepastian itu akal dapat menangkap
esensi suatu benda dan memberikan definisi. Karena itu, Ibn Rusyd mengatakan
bahwa barang siapa yang menolak adanya sebab, berarti dia menolak akal.
Adapun pendapat yang
mengingkari kepastian hubungan sebab akibat adalah pendapat sofistis. Benda tidak dapat didefinisikan kalau tidak
memiliki ciri khusus yang melekat pada benda tersebut. Api dinamakan api
karena memiliki ciri membakar, sedangkan air dinamakan air karena memiliki ciri
membasahi. Kalau api tidak memiliki ciri membakar atau api sama dengan air
dalam cirinya, maka api tidak dapat didefinisikan. Adapun api tidak membakar
pada benda tertentu atau pada keadaan tertentu, maka tidak menghilangkan sifat
membakar api. Sebab, api dinamakan api karena membakar. Kalau tidak ada satu
ciri khusus bagi suatu benda, maka tentu tidak ada nama dan definisi yang dapat
diberikan padanya.
Dalam hal persoalan kaitan
hukum kausalitas dan mukjizat, seperti Nabi Ibrahim tidak terbakar oleh api,
Ibn Rusyd secara tegas mengatakan bahwa hal itu adalah ajaran pokok agama, yang
mesti diikuti dan diyakini. Lebih lanjut Ibn Rusyd mengatakan bahwa barang
siapa yang menolak mukjizat adalah zindik dan wajib dibunuh Sebab, para
filosof tidak pernah memperdebatkan persoalan pokok-pokok ajaran agama. Bahkan,
mereka menganjurkan untuk selalu berpegang pada ajaran agama. Adapun pendapat
sebagian filosof yang mengadakan takwil tentang persoalan ini, tidak perlu
dibantah karena takwil mereka khusus untuk mereka dan tidak boleh disebarkan di
kalangan awam.
Persoalan mukjizat ini
muncul dalam filsafat Islam ketika dihadapkan dengan teori sebab akibat.
Mukjizat pada dasarnya adalah salah satu prinsip agama, sedangkan sebab akibat
adalah salah satu tonggak ilmu. Artinya, dari satu sisi mukjizat adalah
memperkuat keimanan dan di sisi lain hukum kausalitas kelihatannya menentang
mukjizat. Persoalan inilah yang dianalisis oleh para filosof muslim. Mukjizat
berasal dari kata `ajaza yang berarti lemah, yakni para penentang nabi lemah
untuk mendatangkan seumpama yang dibuat oleh nabi.
Al-Juwaynî memberikan
syarat-syarat sebuah mukjizat yaitu:
1.
Mukjizat itu perbuatan bagi Allah swt. tidak boleh
mukjizat bersifat kadim.
2.
Mukjizat itu menyalahi hukum alam (adat kebiasaan), tanpa
ini tidak bisa dibedakan mana yang dikatakan nabi dan yang tidak nabi.
3.
Mukjizat itu sesuai dengan kebenaran dakwah yang dibawanya.
Definisi yang diberikan
oleh kaum Asy`ariyah juga tidak berbeda dengan hal di atas, bahwa mukjizat itu
merupakan perbuatan Allah langsung, merupakan bukti kenabian dan hal itu harus
dibuktikan dengan sesuatu yang di luar hukum alam. Contohnya, api tidak
membakar Nabi Ibrahim, tongkat jadi ular, dan menghidupkan orang mati.
Berdasarkan adanya
peristiwâperistiwa yang keluar dari hukum alam itu, kaum Asy`ariyah, terutama
al-Ghazâlî, menolak hukum keharusan dalam hubungan sebab dan akibat. Semuanya
itu hanya kebetulan saja, bukan hukum akal yang pasti, tetapi hukum kebiasaan
yang sewaktûwaktu bisa berubah Bukti perubahan itu telah jelas dalam diri para
nabi yang mampu mengubah hukum alam yang ada.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kerangka dasar ajaran Islam adalah cetak biru ajaran
Allah SWT kepada utusan Allah. Dimana di dalam kerangka dasar ajaran terdapat
tiga bagian utama yang saling berkaitan, yaitu: Akidah, Syariah, dan Akhlak.
Akidah merupakan akar (dasar) dari setiap perbuatan manusia. Sedangkan Syariah
adalah perbuatan- perbuatan yang merupakan wujud dari aqidah. Dari
penetapan aqidah dan perwujudannya berupa Syariah muncullah buah berupa
kebermanfaatannya baik bagi diri sendiri maupun orang lain yang disebut
dengan akhlak.
B. Saran
Saran dari penulis adalah
marilah kita memahami pokok-pokok ajaran Islam untuk lebih memperkuat keimanan
kita, serta dapat menuntun kita menjadi hamba yang lebih baik, dan membawa kita
kepada kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihin. 2009. Pengantar Studi Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Mahjuddin. 1991. Kuliah Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia.
Nasirudin. 2009. Tasawuf. Semarang: Rasail Media Group.