PENDAHULUAN
Berdakwah
merupakan kewajiban setiap muslim, namun ironisnya kita kebanyakan hanya
berdakwah terhadap sesama muslim sahja, sangatlah jarang kita melakukan dakwah
kepada saudara kita yang berbeda keyakinan, kita tahu bahwa banyak
diantara ahlul kitab yang menghina agama, nabi bahkan Allah swt. Tapi apakah
kita akan balik menghina sesembahan mereka? Bantahlah hinaan mereka dengan
bantahan yang baik dan dengan akhlak yang mulia.Dengan demikian insyaallah
diantara mereka (Ahlul kitab) ada hatinya yang terketuk dan diberi hidayah oleh
Allah.Allah sangat melarang kita untuk menghina sesembahan mereka., karena jika
kita menghina sesembahan mereka , mereka akan balik menghina sesembahan kita
dan tidak akan ada dialog yang baik dengan mereka. Serulah mereka ( Ahlul
kitab ) ajaklah mereka kedalam islam tentunya dengan jalan yang baik dan penuh
hikmah.“ Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan Hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Rabb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (QS. An-Nahl:125)
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ahli Kitab
Istilah Ahlul-Kitab,
biasanya diartikan “Para pengikut Kitab Suci”. Secara khusus, dalam khazanah
keislaman istilah ini digunakan untuk menyebut para penganut agama sebelum
datangnya agama Islam. Menurut jumhur (mayoritas) ulama, istilah
itu ditujukan kepada kaum Yahudi dan Kristen.
Imam
Syafi’i menjelaskan bahwa Ahli Kitab adalah orang Yahudi dan Nasrani keturunan
orang-orang Israel, tidak termasuk bangsa-bangsa lain yang menganut agama
Yahudi dan Nasrani. Alasan beliau antara lain bahwa Nabi Musa dan Isa hanya
diutus kepada mereka, bukan kepada bangsa-bangsa lain. Juga karena adanya
redaksi min
qablikum (sebelum kamu) pada ayat yang membolehkan perkawinan kaum
muslim dengan wanita mereka.[1]
B.
Hadis tentang
Dakwah Kepada Ahli Kitab
لَمَّا بَعَثَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم مُعَاذًا نَحْوَ الْيَمَنِ قَالَ لَهُ « إِنَّكَ
تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ
إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى فَإِذَا عَرَفُوا ذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ
أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ
، فَإِذَا صَلُّوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً فِى
أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ غَنِيِّهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فَقِيرِهِمْ ، فَإِذَا
أَقَرُّوا بِذَلِكَ فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ.
Artinya:
“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengutus Mu’adz ke Yaman, ia pun berkata padanya, “Sesungguhnya engkau akan
mendatangi kaum dari ahli kitab. Maka jadikanlah dakwah engkau pertama kali
pada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan Allah Ta’ala. Jika mereka telah
memahami hal tersebut, maka kabari mereka bahwa Allah telah mewajibkan pada
mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah shalat, maka kabari
mereka, bahwa Allah juga telah mewajibkan bagi mereka zakat dari harta mereka,
yaitu diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan disalurkan untuk
orang-orang fakir di tengah-tengah mereka. Jika mereka menyetujui hal itu, maka
ambillah dari harta mereka, namun hati-hati dari harta berharga yang mereka
miliki.” (HR. Bukhari no. 7372 dan Muslim no. 19).
1.
Penjelasan Mufradad
قَوْمٌ : Pada asalnya bermakna sekumpulan laki-laki, tidak mencakup
perempuan. Tetapi dalam keumuman al-Qur’an, yang dimaksud dengan kata “kaum”
yaitu laki-laki dan perempuan semuanya.
أَهْلُ الْكِتَابِ : Mereka adalah orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kita.
Yang dimaksud yaitu kaum Yahudi dan Nashrani. Walaupun di Yaman ada kelompok
lain selain ahlul kitab, tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut
mereka karena mereka mayoritas dan juga memberi perhatian ke mereka karena
mereka adalah orang berilmu. Jadi berbicara dengan mereka tidak seperti
berbicara dengan para penyembah berhala.
كَرَائِمُ : Jamak dari كَرِيْمَة, yakni berupa
barang-barang berharga.حِجَابٌ : Penghalang. Yaitu yang menghalangi sampainya doa seorang hamba
kepada Rabb-nya.
2.
Penjelasan Hadis
Dalam
hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa dia akan menghadapi
kaum Yahudi dan Nashrani yang berilmu dan pandai berdebat. Pemberitahuan ini
bertujuan agar Mu’adz Radhiyallahu anhu siap berdialog dan membantah
syubhat-syubhat mereka, kemudian juga memulai dakwah dengan perkara terpenting
lalu yang penting. Yang pertama kali adalah menyeru manusia untuk memperbaiki
akidahnya karena akidah merupakan pondasi. Jika mereka telah menerima hal
tersebut, mereka diperintahkan untuk menegakkan shalat karena shalat adalah
kewajiban yang paling agung setelah tauhid. Jika mereka telah melaksanakannya,
maka orang-orang kaya diperintahkan untuk membayar zakat harta-harta mereka
(yang dibagikan) kepada orang-orang fakir sebagai rasa kebersamaan dan rasa
syukur kepada Allâh Azza wa Jalla . Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memperingatkan Mu’adz Radhiyallahu anhu agar tidak mengambil harta
terbaik dalam zakat karena yang wajib adalah harta yang biasa.
إِنَّكَ سَتَأْتِيْ قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ Artinya, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada Mu’adz agar ia siap
menghadapi mereka. Karena orang yang berdebat dengan ahlul Kitab harus memiliki
hujjah yang lebih banyak dan lebih kuat daripada orang yang berdebat dengan
orang-orang musyrik penyembah berhala. Karena orang musyrik itu bodoh,
sedangkan mereka yang diberikan al-Kitab memiliki ilmu. Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam juga memberitahu keadaan mereka agar Mu’adz menyesuaikan diri
dengan keadaan mereka, sehingga bisa mendebat mereka dengan cara yang lebih
baik, mendakwahkan ahlul Kitab, dan mengajak mereka kepada tauhid. Allâh Azza
wa Jalla berfirman:
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita)
menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa
kita tidak beribadah kepada selain Allâh dan kita tidak mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan
selain Allâh. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka),
“Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.” (Ali ‘Imrân: 64).
فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَيهِ
شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلٰـهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ Artinya: Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pengarahan kepada Mu’adz bahwa hal
yang pertama kali harus diserukan kepada mereka yaitu tauhid dan kerasulan.
فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ (Jika mereka telah
mentaati hal itu) yaitu jika mereka telah bersaksi bahwasanya tidak ada ilah
yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allâh dan bahwasanya Muhammad adalah
Rasûlullâh, maka: فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ
عَلَيْهِمْ خَـمْسَ صَلَوَاتٍ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ (Maka sampaikanlah
kepada mereka bahwa Allâh mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari
semalam). Yaitu shalat wajib yang lima waktu, yaitu Zhuhur, Ashar, Maghrib,
Isya, dan Shubuh. Selain kelima shalat tersebut, tidak termasuk dalam shalat
wajib. Adapun shalat-shalat sunnah rawatib, shalat witir, shalat dhuha, semua
itu tidak wajib. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya
atas orang-orang yang beriman. (an-Nisa: 103)
فَإِنْ هُمْ
أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ
صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ (Jika mereka telah mentaati hal itu, maka sampaikanlah kepada
mereka bahwa Allâh mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang
kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir). Artinya: Jika
mereka telah melaksanakan shalat wajib yang lima waktu, maka perintahkan kepada
mereka untuk menunaikan zakat. Allh Azza wa Jalla berfirman:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama
orang-orang yang ruku’.
(Al-Baqarah :43)
Sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا
لَكَ بِذٰلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِم Artinya: jika mereka
telah tunduk dan sepakat dalam menunaikan zakat, maka janganlah mengambil
harta-harta terbaik mereka. Tetapi ambillah yang pertengahan, jangan menzhalimi
mereka.
Maksudnya
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mengambil harta terbaik dan
berharga yaitu agar hati orang-orang kaya tidak dendam kepada orang fakir
karena mengambil dan menerima harta-harta yang berharga dari mereka. Dan juga
agar tidak timbul rasa hasad (iri, dengki) dan kebencian di antara individu
masyarakat, serta agar seorang Muslim memberikan zakat hartanya dengan hati
yang ridha, tangan terbuka yang menginginkan kebaikan dan berbuat baik untuk
semua orang.
C.
Metode Berdakwah kepada
Non Muslim atau Ahli kitab
Dakwah,
menyampaikan pesan Islam kepada non-Muslim, adalah kewajiban umat Islam. Allah
SWT memerintahkan dan menuntun kita dalam Al Qur'an untuk melakukan dakwah
(dengan aturan-aturan tertentu):
"Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. 16:125)
Bagi
mereka, mengundang seseorang untuk masuk Islam berarti dengan lembut mengajak,
peduli, santun, dan sebagainya. Sebagai contoh, kita tidak bisa “mengundang”
seorang non-Muslim untuk memahami tentang Islam, atau belajar Islam, atau
membuat dia tertarik kepada Islam, dengan memanggilnya kafir, manusia najis,
atau nama-nama buruk lainnya. Rasulullah s.a.w bahkan tidak membolehkan para
penyembah berhala (yang bukan saja menentang ajaran Rasulullah, tapi juga
melemparinya dengan kotoran unta, mengasingkan umat Muslim selama tiga tahun
dan membunuh sahabat-sahabat terdekatnya, dan sebagainya) dicela dalam sebuah
puisi bernada sarkasme oleh Hassan bin Tsabit yang mengatakan “Bagaimana kalau
sebenarnya aku bersaudara dengan mereka.
Kita harus
mengikuti sunnah Rasulullah s.a.w dengan tidak menghina orang lain. Dengan
begitu, kita harus memiliki akhlaq yang baik, seperti yang diajarkan oleh
Islam, dan dengan demikian menjadi penyeru-penyeru Islam yang terbaik, dan
begitulah seharusnya sifat para da’i sejati. Seorang Muslim yang membuat nama
Islam menjadi buruk dengan berperilaku ekstrim, keras, emosinya tinggi, tidak
mau mendengarkan pendapat orang lain, berpikiran sempit, dogmatis, dan hal-hal
lain yang tidak diajarkan dalam Islam, hanya akan membuat pekerjaan para da’i
menjadi lebih sulit. Orang-orang seperti itu hanya membuat nama Islam semakin
buruk di zaman sekarang, dimana banyak orang yang berpandangan negatif terhadap
Islam.
Cara-cara berdakwah kepada non muslim dapat pemakalah simpulkan
sebagai berikut:
1.
Menjelaskan
tentang kebaikan, kesempurnaan dan keindahan agama Islam dari segi akidah,
ibadah dan muamalah. Syaikh ‘Abdul `Azîz bin Bâz rahimahullâh pernah
mengatakan, “Kaum muslimin dan seluruh manusia di dunia pada saat ini sangat
membutuhkan penjelasan tentang agama Islam dan penampakan keindahan-keindahan
Islam serta dijelaskan hakikat Islam. Demi Allah! Seandainya orang-orang pada
saat ini mengenal agama Islam dan seluruh alam pun mengenal hakikat Islam,
niscaya mereka akan berbondong-bondong untuk masuk Islam.
2.
Menyebutkan
bukti-bukti kebenaran ajaran Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam agar
siapa saja yang menghendaki kebenaran dan jujur (terhadap kebenaran itu) akan
mendapatkan petunjuk, dan agar dapat menegakkan hujjah atas para
penentangnya.
3.
Mematahkan
syubhat orang-orang kafir terhadap agama ini dan membantah semua hal yang
mereka jadikan sebagai hujjah atau segala sesuatu yang mereka gunakan
untuk mendebat kaum muslimin. Al-Qur’ân telah menunjukkan bukti yang paling
jelas dan hujjah yang paling kuat dan cukup untuk menunjukkan kebenaran dan
menumpas kebatilan.
4.
Mengingatkan
orang-orang kafir akan hukuman yang telah diperoleh umat terdahulu dan
kebinasaan yang Allah timpakan kepada umat yang membangkang dengan berbagai
bentuk hukuman dan berbagai jenis siksaan.
5.
Memberikan
peringatan kepada mereka terhadap apa-apa yang telah Allah siapkan untuk
orang-orang kafir berupa hukuman-hukuman di dunia dan akhirat.
6.
Memadukan
antara metode targhîb (pemberian motivasi) dan tarhîb (peringatan
dengan menyampaikan ancaman) dengan cara menyebutkan apa yang akan mereka
peroleh jika mereka masuk Islam, berupa: faidah yang agung, hasil yang
bermanfaat, dan kebaikan yang terus menerus di dunia dan akhirat. Dan
menyebutkan apa yang akan mereka peroleh jika mereka tetap berada dalam kekafiran,
berupa: keburukan-keburukan yang banyak, bahaya-bahaya yang mengkhawatirkan dan
kerusakan yang berkesinambungan di dunia dan akhirat.[2]
Demikian pembahasan kali ini semoga bermanfaat dan, bisa memberi manfaat, menambah wawasan kita tentang Keutamaan Menuntut Ilmu, dan kami harapkan kepada
pembaca untuk mencari sumber yang lain untuk menambah dan memperdalam
pengetahuan tentang pembahasan ini. Sebagai pemakalah, kami ucapkan terima
kasih.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Yusuf Qardawi, Fatwa-fatwa
Mutakhir Dr.Yusuf Qardawi. 1996. alih bahasa H.M.H. al-Hamid al-Husaini. Jakarta:
Yayasan al-Hamidy.
https://kajiansaid.wordpress.com/2012/11/21/cara-mendakwahi-orang-kafir-agar-mau-masuk-islam/