SYAHADAT VERSI MUN'IM
Oleh: Muhammad Nuruddin (Alumni Magister AFI Al-Azhar, penulis buku-buku ilmu logika, yang sejak 2 tahun terakhir vocal membantah pemikiran Mun'im Sirry)
Salah satu tulisan Mun'im yang agak lucu, dan ngawurnya kelewatan, adalah pandangannya yang menyebutkan bahwa syahadat itu tidak berasal dari nabi. Tapi itu baru muncul belakangan.
Pandangan ini dia ungkapkan di bukunya yang berjudul "Islam Revisionis" (h. 26-30). Bagi kaum Muslim yang berpikiran lurus, menyatakan syahadat berasal dari nabi itu tentu bukan perkara yang rumit.
Nabi Muhammad Saw datang ke atas panggung sejarah dengan mengaku sebagai nabi (utusan Tuhan). Di samping datang dengan pengakuan, beliau juga datang dengan pembuktian, yaitu berupa mukjizat yang sampai detik ini tak tertandingi oleh manusia manapun. Ajaran pokoknya yang menyangkut ketuhanan adalah tauhid. Yakni ajaran tentang keesaan Tuhan.
Sebagai konsekuensi dari kenyataan itu, kalau ada orang yang mau menjadi Muslim, dan ingin mengikuti Nabi Muhammad Saw, maka otomatis dia harus berikrar akan keesaan Tuhan, dan juga mengakuinya sebagai nabi. Dan itulah inti dari kalimat syahadat. Bersaksi atas keesaan Allah, dan mengakui Muhammad Saw sebagai utusan Allah. Sesederhana itu, bukan?
Hanya karena tidak menemukan bukti materil yang bertuliskan dua kalimat syahadat, yang sezaman dengan masa kenabian, maka dia tariklah kesimpulan bahwa syahadat itu bukan berasal dari nabi.
Bagi Mun'im, bukti historis itu harus bersifat materil. Atau, berupa dokumen tertulis. Sungguh pembacaan sejarah yang sangat naif. Karena kalimat syahadat itu tak tertulis secara harfiah di al-Quran, maka dia tariklah kesimpulan bahwa dua kalimat itu tidak ada di zaman nabi!
Lalu bagaimana dengan hadits-hadits yang secara jelas memuat dua kalimat itu? Dia tidak akan peduli. Baginya, hadits bukan sumber sejarah. Tapi apa buktinya kalau dia bukan sumber sejarah? Sepanjang saya membaca bukunya, saya tak pernah menjumpai alasan itu. Berbagai istilah mentereng yang kerap dia tampilkan terlihat menjadikan kajiannya sbg kajian ilmiah.
Sayangnya, kalau diinterogasi secara kritis, di balik klaim-klaim besarnya itu justru ada sejumlah problem epistemologis yang cukup serius.
Pengakuan bahwa syahadat bukan berasal dari zaman nabi itu dimunculkan karena dia ingin memposisikan Islam sebagai agama yang sejajar dengan agama lain. Sama-sama memiliki masalah. Dan sama-sama berkembang secara bertahap.
Jika konsep trinitas, sebagai kredo ajaran Kristen, misalnya, baru muncul belakangan (jauh setelah Yesus wafat), maka kredo ajaran Islam juga harus ditampilkan begitu.
Pandangan yang melihat Islam sebagai agama yang sudah sempurna sejak zaman nabi, bagi Mun'im, adalah pandangan yang ahistoris. Baik ajaran fundamental maupun partikular, semuanya dipandang berkembang secara bertahap.
Kenapa sih bisa begitu? Mun'im akan jawab: Ya karena agama lain juga begitu! Saya kira tidak perlu analisis yang rumit untuk menakar absurditas pandangan Mun'im itu. Di bukunya yang lain, baru-baru ini saya menemukan pernyataan dia tentang dua kalimat syahadat itu lagi. Ya, syahadat itu kredo ajaran Islam, kata Mun'im. Tapi, selama satu abad pertama, para ulama muslim masih berselisih tentang makna kalimat itu.
Terus terang saya penasaran, perselisihan apa yang dia maksud terkait dua kalimat suci itu? Apakah perselisihan itu bersifat fundamental, atau berurusan dengan perkara rincian belaka? Apa iya ada ulama Muslim yang satu pandangan dengan dia, bahwa syahadat itu bukan berasal dari nabi? Beberapa pemikir liberal Arab yang karyanya pernah saya baca, perasaan tidak ada yang melampirkan pandangan sedangkal ini.
Kalau syahadat bukan berasal dari zaman nabi, lah terus orang-orang dulu kalau mau masuk Islam ngomongnya apa? Kalau ngaku percaya Tuhan doang, ya orang musyrik, kristen, dan yahudi juga ngaku percaya Tuhan. Yang mendistingfikasi seseorang itu Muslim atau bukan justru pengakuannya akan kenabian Muhammad Saw, dengan seluruh konsekuensinya. Dan itulah yang termaktub dalam syahadat.
Memunculkan pendapat yang baru itu boleh. Bersikap kritis dalam menganalisa sejarah juga hal yang lumrah. Tapi jangan sampai memamerkan kehancuran nalar.
Kesimpulan dan argumen harus berada dalam satu tarikan nafas. Sarjana yang baik mestinya lebih cermat lagi dalam memahat premis-premis itu. Baru itu namanya kajian ilmiah.
Ngomong-ngomong, jika syahadat bukan berasal nabi, lantas selama ini dia beragama mengikuti siapa?
Bukankah pengakuan dia sebagai seorang Muslim mengharuskan dia untuk mengakui penisbatan dua kalimat itu kepada nabinya sendiri? Saya sendiri tidak tahu. Cuma kita merasa aneh aja. Ada pengkaji Muslim bisa berpandangan sengawur itu.
0 comments:
Post a Comment